Oleh: Yusuf Fajar Mukti (Ilmu Ekonomi 2017), Staf Ahli Departemen Kajian dan Penelitian Himiespa FEB UGM
"When you play the game of thrones, you win or you die. There is no middle ground."
Cersei Lannister (A Game of Thrones, Bab 45 : Eddard XII)
Serial televisi Game of Thrones telah memasuki musim ke delapan. Perang perebutan tahta yang sesungguhnya telah dimulai efektif sejak kekalahan bala tentara Night King (Salah satu musuh utama) pada episode ke-tiga yang lalu. Sekilas, dinamika persaingan antarpihak berjalan normal dan sesuai ekspektasi. Namun, di tengah hiruk pikuk intrik politik dan adu senjata yang terjadi antarpasukan kerajaan di benua Westeros (sebutan untuk benua fiksi di dalam cerita), terdapat masalah fundamental yang secara langsung berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup jangka panjang rakyat di daratan tersebut pasca konflik besar yang sedang terjadi, yaitu perihal progres teknologi dan pertumbuhan ekonomi. Apabila melihat masifnya intensitas persaingan antarkerajaan serta geografi wilayah mereka yang hanya dibatasi oleh dinding, rasanya cukup janggal untuk terjadi absensi inovasi teknologi yang dapat menangkal ancaman terbesar dalam medan tempur seperti naga (semisal dengan penciptaan helikopter atau rudal balistik), mengingat hewan tersebut sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Lyman Stone, ekonom dari Institute for Families Studies (AEI) mengatakan bahwa Westeros mengalami pekembangan teknologi yang lamban selama 8.000 tahun terakhir, yaitu hanya "satu inovasi dalam seribu tahun." Di dunia nyata, manusia (Homo sapiens) telah mengalami bebagai rangkaian revolusi teknologi yang signifikan hanya dalam 6.000 tahun terakhir, terutama sejak diciptakannya sistem tulisan di Sumeria pada tahun 3.200 SM yang lalu. Lantas, hal apa yang dapat menjelaskan ketidakmampuan rakyat di benua Westeros dalam mencapai revolusi serupa?
Sistem Sosial dan Ekonomi
Struktur perekonomian Westeros pada dasarnya analog dengan eropa abad pertengahan, yang dicirikan dengan kegiatan pengekstrasian bahan mentah dari alam: seperti emas, baja, dan besi, serta pertanian subsisten skala kecil yang sporadis. Sistem stratifikasi sosial secara umum mencakup lahan yang dimiliki beberapa tuan tanah (landlord) dan digarap oleh banyak rakyat jelata (peasant). Kaum bangsawan, melalui pegawai istana (Noble/lord) dan Ksatria (Knight) menarik pajak dari rakyat sebagai imbal dari jasa perlindungan yang diberikan. Porsi sektor manufaktur tidak signifikan, dengan didominasi hanya oleh jenis barang-barang produksi tertentu seperti lilin, anggur fermentasi (wine), senjata berat, dan tekstil manual. Dalam sosiologi, kondisi tersebut dikenal dengan istilah sistem sosio-ekonomi feodalisme.
Untuk mendapatkan gambaran utuh terkait perkembangan perekonomian Westeros, kita akan menggunakan kasus negara di dunia nyata yang secara struktural memiliki kemiripan. George R. R. Martin, penulis utama novel dari serial tersebut mengungkapkan bahwa keseluruhan alur di dalam narasi cerita sebagian besar merujuk pada sejarah Perang Mawar (War of The Roses) yang terjadi di tanah Inggris sekitar tahun 1455 -- 1487 Masehi. Oleh karena itu, jejak historis negara Ratu Elizabeth sekiranya dapat merepresentasikan serangkaian momen yang terjadi di Westeros. Grafik berikut menampilkan perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Inggris sejak tahun 1270 M hingga tahun 2015
Apabila dibandingkan dengan perkembangan dua abad terakhir (1800 -- 2000), beberapa abad sebelumnya hampir tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam rasio jangka panjangnya (long-run growth). Angus Maddison (2017) mengestimasi bahwa secara rata-rata, pertumbuhan ekonomi di wilayah eropa barat selama rentang tahun 1000 -- 1500 Masehi adalah sebesar 0,3% per tahun. Pada tahun 1270 hingga 1650, PDB per kapita Inggris sebesar 1.050 apabila dihitung dengan tingkat harga US Dollar tahun 2011. Setelah itu, nilai per kapita penduduk meningkat 29 kali lipat hingga mencapai 30.000 hanya dalam beberapa generasi. Artinya, rata-rata pendapatan penduduk Inggris masa sekarang dalam dua minggu, setara dengan besaran pendapatan penduduk Inggris di abad pertengahan selama setahun. Pola yang sama juga terlihat pada grafik total pertumbuhan PDB dunia dalam dua milenium terakhir yang ditunjukkan pada grafik berikut.
Secara umum, kedua grafik menunjukkan bahwa pertumbuhan signifikan terjadi hanya ketika dimulainya revolusi industri pada akhir abad ke-17, yang mana pertumbuhan ekonomi didorong oleh perkembangan teknologi dan peningkatan produktivitas. Sebelum itu, pola pertumbuhan ekonomi lebih didorong oleh faktor pergerakan populasi suatu wilayah, bukan berbasis inovasi. Pertumbuhan ekonomi sebelum era revolusi industri bercirikan zero-sum game, yaitu kondisi total output yang konstan di dalam perekonomian, di mana satu-satunya cara untuk menumbuhkan skala ekonomi adalah dengan cara merampas sumber daya dari wilayah lain atau menambah populasi dengan cara meningkatkan birth-to-mortality rate (rasio tingkat kelahiran berbanding tingkat kematian). Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan sementara PDB per kapita Inggris pada awal abad ke-14 yang disebabkan oleh penurunan setengah populasi Inggris dalam tiga tahun (1348 -- 1351) selama kejadian wabah pes (black death) yang tersebar di hampir seluruh wilayah eropa (Roser et al, 2019). Penduduk yang selamat dari wabah setelahnya memiliki daya tawar yang kuat, dikarenakan jumlah supply labor yang sedikit sehingga menikmati kenaikan pendapatan per kapita. Namun, kondisi tersebut hanya sementara, serta akan hilang seiring dengan pertumbuhan jumlah populasi
Prasyarat Revolusi Industri
Telah menjadi rahasia umum bahwa revolusi industri adalah salah satu tonggak sejarah yang mengeluarkan umat manusia dari stagnansi ekonomi abad pertengahan. Namun, faktor apa yang mendorong suatu wilayah untuk mencapai kondisi tersebut?