Lihat ke Halaman Asli

HIMIESPA FEB UGM

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Upaya Memprediksi Krisis Ekonomi: Belajar dari George Soros

Diperbarui: 16 September 2018   08:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Steering Committee Forum Studi dan Diskusi Ekonomi (FSDE) 2018

Oleh: Steering Committee Forum Studi dan Diskusi Ekonomi (FSDE) 2018

"The man who broke the Bank of England"

Kalimat tersebut sekiranya membanjiri headline harian terkemuka di Inggris pada September 1992. Masyarakat Inggris tentunya terheran-heran, bagaimana para spekulan melakukan serangan secara tepat dan cepat terhadap mata uang kebanggaan negeri Elizabeth. Bank sentral Inggris, Bank of England, yang dibekali dana 3,3 milyar USD gagal mempertahankan mata uangnya dari serangan para spekulan. Salah seorang yang terkemuka, George Soros, bahkan meraup keuntungan lebih dari 1 milyar USD berkat keberaniannya melakukan bet terhadap poundsterling.

 Teori Reflexivity

Dalam bukunya, Alchemy of Finance, Soros menjelaskan kerangka berpikirnya yang dinilai mampu membaca arah pergerakan pasar. Teorinya yang terkenal adalah reflexivity.

Secara sederhana, reflexivity menyatakan jika investor melakukan keputusan tidak hanya didasarkan pada realitas pasar melainkan juga persepsi mereka terhadap pasar. Artinya, realitas pasar secara tidak langsung mampu diciptakan oleh investor jika memiliki sumber daya atau modal yang cukup. Selain itu, Umpleby (2007) mendefinisikan reflexivity sebagai proses timbal balik antara deskripsi ide dan tindakan karena adanya persepsi pelaku pasar.

Teori tersebut dinilai melawan teori ekonomi mainstream. Teori ekonomi mainstream sendiri menyatakan jika kondisi pasar dengan sendirinya menciptakan equillibrium-nya. 

Perlu diingat jika asumsi yang melatarbelakangi hal tersebut adalah seluruh pelaku pasar bertindak rasional dan ketersediaan informasi secara sempurna. Reflexivity sendiri menyatakan jika kurva permintaan seringkali dipengaruhi oleh kondisi psikologi sedangkan kurva penawaran dipengaruhi oleh teknologi ataupun manajemen. Faktor tersebut seringkali diabaikan dalam ilmu ekonomi mainstream.

Oleh sebab itu, harga barangkali mengalami fluktuasi akibat asumsi yang kurang relevan. Harga barang bisa jadi tidak berada pada posisi equillibirum melainkan pada posisi anti-equillibrium. Spekulasi sendiri tidak bisa mendisrupsi equillibirum---jika spekulan benar memprediksi hanya akan mempercepat tren menuju equillibrium sedangkan jika salah akan merugi. Di sini, Soros mencoba memanfaatkan fluktuasi harga dengan kemampuannya memprediksi pasar dan menciptakan realitas pasarnya sendiri.

Gejolak Kurs

Mana yang lebih benar, fundamental ekonomi mempengaruhi kurs mata uang (exchange rate) atau kurs mata uang mempengaruhi fundamental ekonomi? Tentu hal tersebut bisa diperdebatkan. Hanya saja, Soros (2003) berpendapat jika pernyataan pertama berlaku sebelum pengenalan kurs mata uang mengambang (floating exchange rate) sedangkan pernyataan kedua berlaku setelahnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline