Oleh: Zahra Putri, Ilmu Ekonomi 2017, Staf Departemen Kajian dan Penelitian, Himiespa FEB UGM
''Economists do not have a good theory of tipping. Normally, we assume that consumers pay as little as they have to when buying the products they want. Yet, when buying meals, haircuts and taxi services, most consumers voluntarily pay more than they are legally required. Why does this happen? Why is it more true for some services than for others? Why do tipping customs vary from country to country? I have no idea.'' (Mankiw, 2007)
Pemberian tip merupakan hal umum yang dilakukan oleh warga Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh MasterCard pada tahun 2014, 3 dari 10 warga Indonesia biasa memberikan uang tip, khususnya di restoran. Selanjutnya, pada bulan September 2017, total tip yang sudah diterima pengemudi Go-Jek melalui fitur Go-Pay mencapai 5 juta dolar AS atau sekitar Rp66.2 miliar (Kurs dolar AS ke rupiah= Rp13.229, September 2017).
Asal-Usul Tip
Brenner (2001) dan Schein et al. (1984) mengemukakan bahwa kata tip berasal dari akronim "To Insure Promptitude" yang berarti untuk memastikan layanan yang cepat. Tidak seperti Brenner (2001) dan Schein et al (1984), Hemenway (1993) berpendapat bahwasanya kata tip berasal dari bahasa latin yaitu stipend yang berarti uang saku.
Praktik pemberian tip sudah berlangsung sejak lama. Hemenway (1993) menyatakan praktik pemberian tip sudah ada sejak era Romawi bahkan bisa saja telah ada lebih awal dari era Romawi. Sebaliknya, Segrave (1998) berpendapat bahwa pemberian tip telah dimulai pada Abad Pertengahan Akhir. Pemberian tip pada Abad tersebut diberikan oleh para tuan manor kepada para buruh. Tip yang diberikan berupa koin sebagai bentuk apresiasi atau bantuan atas kesulitan yang sedang dihadapi oleh para buruh seperti penyakit.
Praktik pemberian tip masih berjalan hingga kini dikarenakan tip merupakan cara paling efisien untuk memantau kualitas kerja pelayan (Lynn, 2015). Dengan adanya tip, biaya perusahaan untuk mengontrol mutu layanan pekerja dapat berkurang. Hal ini dikarenakan pekerja yang kerjanya bagus akan mendapatkan tip yang lebih besar dibandingkan pekerja yang tidak bagus kerjanya (Lynn&McCall, 2000).
Rasionalkah?
Pada dasarnya, pemberian tip merupakan hal yang tidak diwajibkan. Secara rasional, individu akan mencoba untuk membayar sedikit mungkin untuk suatu transaksi, sehingga pemberian tip kerap dianggap irasional oleh banyak ekonom (e.g., Ben-Zion& Karni, 1977; Landsburg, 1993). Para ekonom tersebut menganggap dengan adanya tip, individu mengorbankan uang yang seharusnya tidak perlu dikorbankan.
Tetapi, motif pemberian tip ini menarik untuk dimengerti. Terlebih bahwa pilihan memberikan tip sudah menjadi bagian dari keputusan ekonomi sehari-hari. Motif dalam keputusan pemberian tip dapat dianalisis melalui perspektif ilmu ekonomi, khususnya psikologi ekonomi, sebuah studi ilmu yang mempelajari mekanisme psikologis pada individu dan kelompok dalam aktivitas ekonomi yang dilakukan.
Motif dalam Keputusan Pemberian Tip