“Apa yang akan kau lakukan seandainya engkau mengetahui awal sampai akhir kehidupan? Alpha-omega sebuah lakon?”
Rasa penasaran terhadap perbincangan kawan-kawan akan sebuah film, mendorong saya mempersiapkan waktu dan energi. Beberapa hari lalu, sengaja waktu diluangkan, earphone disiapkan, dan sebuah file hasil download siap ditayangkan.
Film ini butuh konsentrasi tinggi. Kehilangan momen beberapa menit di awal, akan membuat kita kesulitan melacak maksud dan melakukan tafsir atas film ini. Karena memang inti ceritanya ada di awal film. Lantas apa inti dari film ini?
Seni pertunjukkan, merujuk Aristoteles, setidaknya menawarkan beberapa maksud. Pertama, ia berfungsi menarik kehidupan seseorang untuk jeda sejenak dari putaran rutinitas. Kedua, ia berfungsi sebagai katarsis, pelepasan-pelepasan emosi-emosi yang menggunduk di struktur psikis. Dengan menikmati lakon drama di hadapan kita, ada lonjakan-lonjakan dan pelepasan-pelepasan katup-katup emosi, yang membuat plong dan menarik napas dalam. Ketiga, ia berfungsi sebagai tawaran kerangka berpikir, sebuah sodoran ide, sejauh mana kita harus berpikir dan bertindak. Keempat adalah identfikasi diri. Sebuah seni pertunjukkan akan mengarahkan kita pada identifikasi diri atas peran atau lakon apa yang sedang kita mainkan dalam kehidupan, merujuk kepada lakon drama yang dipentaskan.
Tentunya tulisan ini tidak dimaksudkan sebagai kerangka acuan tunggal dalam menyaksikan sebuah film. Anggaplah ini sebagai tafsir penulis atas film Arrival.
Sekali lagi, lantas apa yang menjadi inti cerita film?
Menuruh hemat penulis, tafsiran atas film ini, intinya bukanlah tentang Alien atau UFO. Ini adalah kisah tentang Hannah. nama Palindrome, dimana awal menjadi akhir, dan akhir menjadi awal. Alpha-Omega tentang kehidupan sang anak.
Di awal film, dengan nada tuturan, Louise Banks, sang Linguist, sedang merawat anaknya Hannah, yang menderita kanker, hingga kematiannya. Tuturan ini lantas dibuat flashback tentang bagaimana kisah Hannah bermula: yaitu kedatangan 12 pesawat Alien ke tempat-tempat yang berbeda di seluruh bumi.
Singkat cerita, upaya bagaimana berkomunikasi dengan Alien menjadi alur yang menyita sebagian besar kisah film ini. Alur yang demikian lambat, cemas, muram dan membuat deg-degan. Sang pemeran Loiuse Banks berhasil membagikan kecemasan dan kegelisahan sepanjang film ini. Akting yang hebat. Di sepanjang film ini,memaksa saya berkonsentrasi penuh. Bahkan dampaknya, setelah film selesai, berhari-hari saya mesti merangkai kembali semua ingatan tentang film ini untuk memahami keseluruhan pesan dari film, tepatnya membuat tafsiran sendiri tentang film ini.
Di tempat-tempat yang berbeda, kedatangan Alien direspon dengan sangat reaktif. China, sebagai salah satu negara adidaya, melalui Jendral Shang, setelah berkomunikasi intens, melalui wahana simbol-simbol mahyong, memberikan tafsiran bahwa, maksud kedatangan Alien adalah memberikan senjata. Di sinilah kata “senjata” menjadi kunci, ke arah mana sikap ditentukan.
Adalah Louis Banks, sang Linguist ini, juga menangkap pesan tentang “senjata” ini. Upaya keras dilakukan sampai menjelang akhir, dimana kontak senjata akan menjadi solusi akhir atas kedatangan pesawat Alien ini. Seperti biasa, hampir menjelang solusi perang, barulah agak sedikit jelas maksud sang Alien yang dinamakan Abbot dan Costello. Sang Alien, lewat komunkasi yang langsung ke pikiran Louise Banks, menyatakan, “gunakan senjata yang sudah ada di dirimu”. Sang Alien juga, membimbing bahwa penggalan-penggalan atau kilatan-kilatan penglihatan, adalah sebuah masa depan. Ia melihat masa depan. Demikian bimbingan sang Alien. Itu dia kuncinya. Gunakanlah, senjata yang sudah ada di dirimu, dimana masa lalu, masa kini dan masa depan menjadi nisbi, tak bermakna linier.