Lihat ke Halaman Asli

Hilyatul Auliya Salsabila

Mahasiswa Universitas Airlangga

Peran Kesehatan Masyarakat dalam Menanggulangi Penyakit Demam Berdarah

Diperbarui: 17 September 2024   15:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

HILYATUL AULIYA SALSABILA/191241153

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini masih menjadi salah satu isu kesehatan di Indonesia, dan tingkat penyebarannya di Indonesia termasuk yang tertinggi di antara negara-negara Asia Tenggara. 

Dengue Fever (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh empat serotipe virus dengue berbeda, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 (Yunget al., 2015). Penyakit ini dapat memanifestasikan diri dalam beberapa bentuk, termasuk demam dengue ringan hingga bentuk lebih parah seperti demam berdarah dan syok dengue. Penyakit ini tersebar luas di berbagai wilayah tropis dan subtropis di dunia (Kularatne and Dalugama, 2022). 

Penyakit DBD memiliki distribusi geografis yang luas, terutama tersebar di daerah tropis dan subtropics di seluruh dunia. Daerah dengan suhu yang tinggi dan kelembaban, seperti di Asia, Amerika Latin, Afrika, dan beberapa bagian Timur Tengah, menjadi tempat utama penyebaran penyakit ini (Murray, Quam and Wilder-Smith, 2013).

Penyebabnya adalah virus dengue yang ditularkan kepada manusia melalui nyamuk Aedes aegypti. Ketika nyamuk tersebut menggigit manusia, virus masuk dalam tubuh manusia. Nyamuk ini umumnya berukuran kecil dengan tubuh berwarna hitam pekat, memiliki dua garis vertikal putih di punggung dan garis-garis putih horizontal pada kaki. Nyamuk ini aktif terutama pada pagi hingga sore hari, meskipun kadang-kadang mereka juga menggigit pada malam hari. Mereka lebih sering ditemukan di dalam rumah yang gelap dan sejuk dibandingkan di luar rumah yang panas. 

Gejala utama penyakit DBD meliputi demam mendadak yang tinggi. Demam ini berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, kemudian turun dengan cepat. Gejala lain yang biasanya terjadi adalah nyeri kepala, menggigil, lemas, nyeri belakang mata, otot, dan tulang, ruam kulit kemerahan, kesulitan menelan makanan dan minuman, mual, muntah, gusi berdarah, mimisan, timbul bintik-bintik merah pada kulit, muntah darah, dan buang air besar berwarna hitam. Fase kritis penyakit ini, suhu tubuh menurun dan tubuh terasa dingin, meskipun penderita mungkin merasa seperti sudah sembuh. Namun, pada fase ini perlu waspada karena dapat terjadi sindrom syok dengue yang dapat mengancam jiwa. 

Upaya pencegahan seperti program pemberantasan sarang nyamuk dilakukan untuk menekan angka kasus DBD. Kementerian Kesehatan Indonesia telah membangun program-program yang dilaksanakan secara berjenjang, dari tingkat nasional sampai ke tingkat provinsi, kabupaten, dan kecamatan yang bertujuan untuk mengendallikan dan mencegah penyebaran DBD di Indonesia. Program-program tersebut antara lain seperti surveilans epidemiologi, pengendalian vektor, promosi kesehatan masyarakat, pelatihan, dan penelitian. Program pengendalian vetor merupakan program terbaik untuk mengurangi penularan penyakit ini. Upaya tersebut dapat tercapai dengan komitmen dari pemangku kebijakan dan seluruh lapisan masyarakat termasuk kader. Peran kader menjadi perhatian karena sebagai orang yang sangat dekat dengan masyarakat. 

Untuk mencegah DBD, beberapa langkah pencegahan dapat dilakukan, seperti menguras tempat penampungan air, menutup wadah-wadah penampungan air, mengubur barang-barang bekas, menjaga kebersihan rumah, menggunakan lotion atau obat nyamuk, melakukan penyemprotan nyamuk atau fogging, menggunakan kelambu saat tidur, penggunaan kawat nyamuk pada ventilasi rumah, dan mengenakan pakaian tertutup serta pakaian berwarna terang. Vaksinasi dengue juga dapat dilakukan pada anak-anak berusia 9-16 tahun.  

Peran Kesehatan Masyarakat dalam tantangan demam berdarah (DBD) ini adalah dengan membantu mensosialisasikan terkait upaya-upaya pencegahan kepada masyarakat. Program pengendalian vetor merupakan program terbaik untuk mengurangi penularan penyakit ini. Peran kader menjadi perhatian karena sebagai orang yang sangat dekat dengan masyarakat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline