Lihat ke Halaman Asli

Hilya Mufida

Mahasiswa

Kesehatan Mental Mahasiswa Baru pada Masa Peralihan Pembelajaran Daring Menjadi Luring

Diperbarui: 15 Juni 2024   19:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi mahasiswa (SHUTTERSTOCK)

Kesehatan mental menjadi masalah yang tidak ada habisnya. Sehat mental berarti ketika batin atau perasaan kita tenang sehingga bisa menjalani kehidupan dengan positif. Orang yang sehat mentalnya akan melewati tantangan hidupnya dengan maksimal dan berhubungan secara positif dengan orang sekitar. Sebaliknya, orang yang mengalami gangguan mental tidak bisa berpikir dengan baik, suasana hatinya kacau, tidak bisa mengendalikan emosi, bahkan bisa sampai melakukan hal negatif. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), sebanyak satu miliar orang di seluruh dunia hidup dengan gangguan mental. 

Siapa pun dapat mengalami gangguan mental, tak terkecuali mahasiswa. Ketika memasuki dunia perkuliahan, di mana para mahasiswa sedang gencar untuk mencari jati dirinya atau bisa dibilang memasuki fase quarter life crisis. Quarter life crisis adalah kondisi di mana seseorang mengkhawatirkan masa depannya, bisa mengenai pertemanan, pekerjaan, dan karir. Kementrian Kesehatan RI melakukan riset dasar pada tahun 2018. Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa jumlah orang yang mengalami gangguan mental emosional pada rentang usia di atas 15 tahun meningkat, dari 6,1% menjadi 9,8%. 

Setiap semester mempunyai kesibukannya masing-masing dan setiap semester juga pasti mempunyai tingkatan stresnya. Mulai dari semester satu, para mahasiswa baru disibukkan dengan kegiatan orientasi kampus atau pengenalan lingkungan kampus. Pada semsester satu mahasiswa baru akan mendapatkan banyak tugas, baik tugas ospek maupun tugas kuliah. Mahasiswa yang sebelumnya merupakan siswa SMA merasa belum terbiasa dengan diberikannya tugas-tugas yang banyak. Di SMA yang biasanya diberi tenggat waktu pengumpulan yang lama, sedangkan di dunia perkuliahan mahasiswa harus mulai terbiasa mengumpulkan tugas dalam tenggat waktu yang cepat. Mahasiswa baru masih beradaptasi dengan perbedaan tersebut, banyak yang sampai merasa stress. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fuad, stres psikologis dapat ditimbulkan dari perubahan situasi yang tidak dinginkan. Apalagi saat SMA pembelajaran dilakukan secara daring dan tidak terbiasa berinteraksi dengan orang lain.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Watnaya, sebanyak 47% mahasiswa setuju bahwa tugas yang diberikan dosen sangat banyak. Semenjak diberlakukannya pembelajaran daring, mahasiswa menjadi tidak leluasa menanyakan materi yang tidak dipahami kepada dosen. Akibatnya, munculah perilaku menunda mengerjakan tugas pada mahasiswa yang mengarah kepada prokrastinasi akademik. Prokrastinasi adalah perilaku seseorang dalam mengerjakan suatu tugas yang dilakukan secara tidak terkendali sehingga mengakibatkan tugas tersebut tertunda. Menurut Gufron, prokrastinasi merupakan penundaan secara berulang yang dilakukan dengan sengaja dan dapat membuat perasaan tidak nyaman. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Putri Ayu dan Desma Yuliadi menunjukkan bahwa pembelajaran daring selama pandemi menghasilkan banyak dampak negatif. Dampak negatif tersebut memengaruhi kesehatan mental mahasiswa baru. 

Selain karena masa peralihan dari pembelajaran saat SMA secara daring ke dunia perkuliahan, faktor merantau bisa menjadi penyebab masalah kesehatan mental pada mahasiswa baru. Mahasiswa yang  merantau bisa saja merasa kesepian atau disebut dengan perasaan loneliness. Lonelineless  adalah masalah mental di mana orang tersebut merasa hampa, tidak mempunyai teman, dan terisolasi sosial. Handayani mengatakan bahwa kesehatan fisik dan mental seseorang dapat dipengaruhi oleh perasaan kesepian. Misalnya ketika mahasiswa sedang stres karena tugas atau masalah lainnya, mereka tidak punya teman untuk cerita atau curhat. Perasaan loneliness dapat muncul karena adanya perubahan lingkungan atau ketika seseorang kurang bisa beradaptasi. Hal ini ditandai dengan rasa putus asa, kecewa dengan diri sendiri, bahkan sampai depresi. 

Masalah kesehatan tentunya harus sangat diperhatikan. Masalah kesehatan pada mahasiswa baru dapat disebabkan oleh adanya peralihan dari masa SMA, di mana pada saat itu pembelajaran dilakukan secara daring. Seperti dalam penelitian yang dilakukan Fuad bahwa stress bisa muncul ketika terjadi perubahan situasi yang tidak dinginkan. Perubahan dari sebelum pandemi ke masa pandemi kemudian sekarang mengalami perubahan lagi semenjak sudah endemi. Hal tersebut membuat mahasiswa baru harus beradaptasi dengan segala perubahan. Perubahan tersebut dapat mempengaruhi kesehatan mental mahasiswa baru. Selain itu, merantau bisa menjadi faktor munculnya masalah kesehatan. Perlunya komunikasi yang baik antara mahasiswa dan orang tua agar mahasiswa bisa leluasa untuk menceritakan masalahnya dan nantinya tidak akan menjadi beban pikiran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline