Zakiah Aini perempuan berusia 25 tahun yang dikabarkan telah melakukan aksi teror sendiri dengan memasuki wilayah Mabes Polri pada tanggal 31 April 2021 dengan hanya membawa pistol jenis airgun. Model teror yang dilakukan Zakiah merupakan model teror lone wolf. Model teror lone wolf menjadi marak dilakukan sebagai lanjutan bom bunuh diri ibu dan kedua anaknya yang terjadi di 3 Gereja Surabaya pada tanggal 13 Mei 2018. Sebenarnya, dalam kasus-kasus tersebut, perempuan menjadi pelaku sekaligus korban manipulasi terorisme. Sebelum dianalisis lebih dalam, maka perlu diketahui bahwa terdapat tingkatan sebelum menjadi militan seperti Zakiah Aini dan teroris-teroris perempuan lainnya.
Simpatisan -> Supporter -> Militan -> Hardcore
Simpatisan berarti bahwa seseorang bersimpati dengan adanya bentuk terorisme. Seperti contoh, seseorang yang merasa tersakiti dengan pemerintahan sekarang atau tersakiti karena banyaknya kasus korupsi, suap, gratifikasi pada pejabat pemerintahan. Simpatisan hanya memiliki rasa simpati terhadap tindakan atau kelompok terorisme sebagai akibat panjang kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah.
Kemudian bentuk selanjutnya adalah supporter, berarti tidak hanya simpati akan tetapi mendukung perbuatan terorisme. Contoh: seseorang menyumbang uang untuk keberlangsungan kelompok atau kelancaran tindakan terorisme.
Zakiah Aini termasuk dalam golongan lebih tinggi yakni pelaku teror yang militan. Pelaku teror mendapat brain washing atau telah termanipulasi dan termasuk pengikut yang setia dari kelompok teror. Tingkatan paling tinggi dan berbahaya adalah hardcore yang merupakan pemimpin kelompok teror. Pemimpin tersebut bertugas untuk mencari mangsa dengan melakukan brain washing kepada generasi muda/tua hingga bersedia melakukan teror.
Lantas apa yang membuat Zakiah Aini seorang perempuan muda yang sehat dan cantik serta berpeluang masa depan baik hingga rela mengorbankan nyawa sendiri untuk melakukan teror terhadap pemerintahan yang dianggapnya thaghut dan menebar eksistensi terorisme kepada masyarakat?
Terdapat 2 faktor yang menjadi pisau analisis penulis, yakni faktor internal dan faktor eksternal.
- Faktor internal: Kepribadian (narsistik, pembangkang, psikopatologi dan fanatik religious); Pengalaman dalam situasi peperangan; Remaja yang sedang dalam masalah.
- Faktor eksternal: Lingkungan (teman dekat, keluarga, kelompok kajian); Media Sosial; Instansi Pernikahan; Anak muda berjiwa militansi dan cepat menguasai teknologi; Ekonomi yang memburuk; Kurangnya perhatian orang tua; Budaya patriarki.
Zakiah adalah seorang perempuan muda dan menguasai teknologi serta terjebak dalam kajian-kajian yang memanipulasinya hingga dijanjikannya surga jika bunuh diri dalam sistem pemerintah. Pertanyaannya, Mengapa teroris beralih merekrut perempuan sebagai militan dibanding dahulu yang hanya merekrut perempuan sebagai supporter dalam kegiatan terorisme?
Jawabannya adalah "langgengnya budaya patriarki". Sering kali terjadi kasus teror dengan gaya "teror pengantin" atau perempuan dinikahi dengan militan hanya dengan melakukan teror bunuh diri bersama-sama seperti kasus penyerangan gereja di Makassar pada tanggal 30 Maret 2021. lantas apa penyebabnya? Karena narasi-narasi ceramah agama salah penafsiran agama atau adanya budaya patriarki di daerah-daerah yang mengatakan bahwa "perempuan harus nurut dengan suami" tanpa diteruskan dengan kata-kata "jika yang suami katakan adalah benar". Dalam rumah tangga pun perlu suara kedua belah pihak untuk memunculkan relasi yang setara dan sehat antara suami dan istri.