Persoalan sengketa Ambalat yang terjadi antara Republik Indonesia dan Malaysia telah terjadi sejak lama. Ambalat merupakan blok laut yang memiliki luas sebesar 15.235 kilometer persegi yang terletak di Selat Makassar telah lama menjadi wilayah sengketa Indonesia dan Malaysia, dua negara serumpun yang bertetangga. Wilayah Ambalat menyimpan potensi kekayaan laut yang luar biasa, terutama potensi melimpahnya minyak bumi di wilayah tersebut. Sengketa ini diawali pada tahun 1967 setelah sebelumnya pemerintah Malaysia dan pemerintah Indonesia saling mengakuisisi wilayah Ambalat menjadi bagian dari masing-masing negara. Sehingga kemudian Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Indonesia mengadakan pertemuan untuk membahas batas antara kedua negara yang kemudian ditetapkan pada 27 Oktober 1969 dengan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan yang merupakan suatu wilayah di sekitar blok laut Ambalat pada status quo dan diatur dalam Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia. Meskipun sudah ditetapkan dalam Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia, namun kedua negara memiliki anggapan yang berbeda terhadap status quo yang ditetapkan pada Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan ini. Pihak Malaysia mengklaim kedua pulau tersebut merupakan wilayahnya dengan beberapa upaya yang dilakukan Malaysia, diantaranya dengan membuat peta resmi nasional yang menggambarkan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan sebagai wilayah Malaysia. Hal tersebut tentu saja bertentangan dengan perjanjian yang telah dibuat sebelumnya. Tentunya, Indonesia dan negara-negara lain seperti Singapura, Filipina, dan Thailand tidak menerima klaim yang dilakukan Malaysia. Kemudian Indonesia mengajukan protes atas pelanggaran yang dilakukan Malaysia.
Setelah pelaporan pelanggaran oleh Indonesia terhadap Malaysia, pada tahun 2002 diputuskan bahwa Malaysia berhak atas wilayah Sipadan dan Ligitan karena alasan historik, namun blok laut Ambalat tetap milik Indonesia. Setelah keputusan tersebut, Malaysia justru masih melanggar perbatasan di wilayah Ambalat, mengklaim wilayah secara sepihak, melakukan pengejaran terhadap beberapa kapal nelayan Indonesia yang sedang berair di wilayah dekat perbatasan Indonesia -- Malaysia di Ambalat. Dari data yang ada, disebutkan bahwa Malaysia melakukan lebih dari 400 pelanggaran wilayah. Konflik antara dua negara ini mulai mereda sekitar tahun 2009 ketika kedua negara memilih untuk menghindari konflik satu sama lain dengan menghormati hukum Internasional mengingat Indonesia dan Malaysia memiliki hubungan yang baik dalam berbagai bidang kehidupan seperti bidang pendidikan, ekonomi, dan memiliki kemiripan budaya. Selain itu, Indonesia juga memperketat pertahanan di sekitar blok laut ambalat bagian Indonesia untuk meminimalisir adanya pelanggaran perbatasan wilayah.
Indonesia dalam hal ini menetapkan kebijakan untuk mempertahankan haknya dengan berbagai upaya, salah satunya dengan membawa sengketa Ambalat ke International Court of Justice atau ICJ. Persoalan ini masih terus terjadi sampai saat ini, meskipun Indonesia sudah menyampaikan protesnya terhadap Malaysia atas dilanggarnya batas wilayah di Ambalat. Pihak Malaysia seakan tidak mempedulikan perbatasan negara di wilayah tersebut. Indonesia dan Malaysia sudah melaksanakan proses hukum di kancah internasional namun hal ini tidak membuahkan hasil yang berarti. Walaupun International Court of Justice (ICJ) atau pengadilan internasional sudah menetapkan suatu keputusan, Malaysia tetap sering melanggar keputusan tersebut. Contoh pelanggaran yang dilakukan Malaysia antara lain pada 16 Februari 2005, Malaysia mengumumkan dan mengklaim secara sepihak bahwa blok ND-6 dan ND-7 yang berada di wilayah Indonesia menurut keputusan International Court of Justice merupakan konsensi pertambangan minyak yang dioperasikan oleh perusahaan Shell dan Petronas milik Malaysia. Angkatan Laut Malaysia juga melakukan pengejaran terhadap kapal-kapal nelayan Indonesia yang sedang mencari ikan di wilayah Ambalat yang diputuskan menjadi milik Indonesia. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan sampai dengan tahun 2012, telah terjadi sekitar 475 pelanggaran yang dilakukan Malaysia di wilayah yang dijadikan sengketa tersebut baik di wilayah laut, wilayah darat dan wilayah udara. Pilihan yang dimiliki Indonesia untuk menyelesaikan sengketa Ambalat saat ini adalah mencoba untuk melaksanakan proses hukum sebagai kelanjutan dari keputusan ICJ sebelumnya. Namun, jika Malaysia tetap melanggar keputusan yang diambil oleh ICJ, Indonesia harus menegakkan peraturan yang ada, memperketat penjagaan di wilayah Ambalat, serta menindak tegas pihak yang melanggar hal tersebut. Selain itu, Indonesia juga harus melaporkan setiap pelanggaran serta menuntut adanya hukuman yang akan diterima oleh pihak pelanggar. Indonesia tetap harus sebisa mungkin menghindari konflik atau perang antar negara yang berpotensi merugikan banyak pihak.
Pada akhirnya di tahun 2009, sengketa ini mulai mengalami de-eskalasi konflik, dimana kedua negara memilih untuk meminimalisir konflik yang terjadi. Presiden Republik Indonesia pada saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Ahmad Badawi sepakat secara tidak langsung untuk saling berupaya untuk mencegah adanya konflik di kedua negara. Bagi Indonesia, hubungan damai dengan Malaysia merupakan hal yang penting, mengingat kedua negara merupakan sebagian dari pendiri ASEAN. sebanyak 1.200.000 penduduk Indonesia juga bertempat tinggal di Malaysia dengan 13.000 diantaranya merupakan pelajar Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H