Lihat ke Halaman Asli

HILMI ILMA

Mahasiswa

Teknologi sebagai Sarana Penerapan Budaya Malu

Diperbarui: 16 Oktober 2022   06:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Teknolgi merupakan karya manusia yang mengalami perubahan yang pesat. Dari mekanik sederhana sampai komunikasi tanpa memandang jarak. Ada banyak keuntungan yang didapatkan manusia dari pesatnya kemajuan teknologi, tentu saja semua hal memiliki hal positif dan negatif. Negatif dari perkembangan teknologi adalah semua hal dapat dilakukan tanpa meninggalkan jejak, bisa mengunakan identitas anonim, dan bisa saja ada pencurian data pribadi seseorang.

Maka dari itu diperlukannya sebuah lembaga yang mengatur dan melindungi keamanan teknologi di Indonesia. Kominfo adalah lebaga di Indonesia yang melaksanakan tugas tersebut. Namun sekarang Kominfo sendiri telah menjadi tempat politik, dimana penempatan menteri sebagai politik balas budi. Ini merupakan salah satu kerusakan pemerintahan di Indonesia.

Pemerintahan Indonesia mungkin terlihat baik-baik saja dimata dunia, namun sekarang banyak masyarakat mengetahui betapa rusaknya tubuh pemerintahan di Indonesia. Sebagai negara hukum ini sangat bertentangan tentunya, dimana mereka tidak malu dengan apa yang telah mereka lakukan dan tidak peduli dengan dampaknya bagi masyarakat kecil. “lancip kebawah dan tumpul keatas” itu lah gambaran negara hukum Indonesia sekarang ini. Dimana letak “Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”? Lalu bisakah kita mengalahkannya dengan teknologi itu sendiri?

Budaya malu merupakan nilai tradisi yang dikembangkan masyarakat untuk mengatur hubungan interaksi di antara anggota keluarga dan masyarakat secara keseluruhan. Budaya malu diperlukan di masyarakat agar mereka dapat menahan diri dari tindakan yang melanggar norma-norma. Malu sendiri muncul ketika kita melakukan Malu adalah salah satu bentuk emosi manusia. Malu memiliki arti beragam, yaitu sebuah emosi, pengertian, pernyataan, atau kondisi yang dialami manusia akibat sebuah tindakan yang dilakukan sebelumnya, dan kemudian ingin menutupinya.

Korea Selatan telah lama mengadopsi ajaran konfusianisme dari China yang dikembangkan oleh Dinasti Song dan Dinasti Ming, yang kemudian diteruskan dan ditinggalkan dalam jejak sejarah era Kerajaan Goryeo, Baekje, Silla, hingga Joseon. Sampai akhirnya, ajaran tentang etika, tata krama, kehormatan, keberanian, integritas dan kebajikan ini mengakar menjadi salah satu prinsip bermasyarakat rakyat Korea dan melahirkan budaya malu (shame culture atau guilty culture)

Budaya malu salah satu jalan efektif dalam mengurangi tindakan yang melanggar hukum, contoh negera yang menerapkan budaya malu adalah Jepang dan Korea. Pertanyaannya bagaimana jika budaya malu ini diterapkan dipemerintahan Indonesia? Dengan menyediakan sarana teknologi untuk mengekspos kejahatan kejahatan kecil maupun norma pasti memiliki pengaruh. Contohnya Korea Selatan yang menerapkan budaya malu dengan menyediakan sosial media khusus. Media sosial ini digunakan untuk mengupload data wajah pelanggar seperti kaum muda-mudi yang duduk dikursi prioritas, akan ada warga yang memfoto pelanggar tersebut dan menunggahnya ke media tersebut.

Beberapa kejahatan kecil dipemerintahan ada beberapa yang tersebar di media sosial. Hal ini tentu memiliki pengaruh psikis bagi pelaku. Dengan menyediakan media sosial khusus ini dapat memudahkan masyarakat dalam mengetahui keburukan yang dilakukan oleh pemerintahan baik yang diposisi tertinggi maupun yang hanya sebagai anggota. Sistemnya adalah ketika mereka meninggalkan tugas atau melakukan yang tidak seharusnya dijam kerja, dengan teknologi AI (kecerdasan buatan) dapat mengetahui tindakan yang dikerjakan. Penerapan tentu perlu uji coba, tempat paling mungkin untuk melakukan uji coba ini adalah di gedung DPR RI, ditempatkan diberbagai sudut, kamera akan mencari segala tindakan yang seharusnya tidak dilakukan saat kerja. Saat kamera menangkap tindakan tersebut maka, AI akan mengupload ke platfrom yang tersedia. Dimana masyarakat akan mengekspos dan memberi tangapan.

Dengan kerja sama dari pihak pihak terkait, platfrom ini bisa terwujud. Memiliki budaya malu akan mengurangi tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme. Kita sebagai masyarakat harus cerdas dalam mengkritik dan membenahi tubuh pemerintahan sekarang ini, terutama korupsi dan suap. Tentu saja kita harus memulai dari diri kita sendiri, dari mematuhi segala peraturan dimanapun kapanpun. Setelah pemerintahan mulai membaik, teknologi ini bisa diterapkan ke masyarakat, dimana masyarakat dapat memfoto segala tindakan kejahatan di jalan dan mengupload ke media sosial yang disediakan. (hilmiilma)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline