Lihat ke Halaman Asli

Hilmi LasmiyatiMiladiana

Laksmi Purwandita

Cerpen: Bunga untuk Ibu

Diperbarui: 4 Juni 2020   07:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Rentang cakrawala biru cerah menaungi TPU Sriwedari. Semilir angin di sore itu menggoyangkan dedaunan. Sebuah hari biasa di antara gundukan tanah bernisan.

Sekuntum Kemboja mekar berseri. Daun mengerling curi pandang beberapa kali. Namun sang kembang abai tak peduli. Fokusnya pada pemandangan tak biasa di gerbang pekuburan.

Sebuah peti mati tertutup plastik digotong empat orang dengan baju tertutup seperti astronot. "Aneh, tak ada yang berpakaian hitam," benaknya bertanya.

Benaknya makin heran, ketika langkahnya makin dekat. Tak terdengar tangis atau langkah lunglai dari pengantar jenazah. Semua bergegas dengan raut datar menguburkan peti itu.

Tabur bunga tak memenuhi tanah merah, malah sekujur jenazah disemprot air berbau menyengat. Hmm ini apa? Benak Kemboja makin heran.

"Hey cantik, kok ngelamun gitu?" Lebah terbang di dekatnya. "Eh, lebah ...." Kemboja kembali pada kesadarannya.

"Pasti kamu heran, lihat kejadian ini ya?" Lebah membuka pembicaraan. Kemboja mengangguk dengan sorot penasaran.

"Tenang, nanti ini jadi biasa kok!" Lebah dengan datar menjelaskan.

"Apa, manusia sudah tak lagi bisa merasakan kehilangan?" Rona Kemboja nampak prihatin.

"Nampaknya manusia kini perlu berdamai dengan kehilangan." Lebah bergumam suaranya lirih.

"Ceritakan lebah apa yang terjadi!" Kemboja mendesak agar lebah bercerita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline