Lihat ke Halaman Asli

Hilmi Azmii

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY

LGBT Ditolak Penuh oleh Tuan Rumah Piala Dunia Qatar, Kenapa?

Diperbarui: 3 Januari 2023   23:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

FIFA World Cup atau sering disebut Piala Dunia merupakan ajang olahraga terbesar di dunia saat ini. Kompetisi sepak bola internasional ini diikuti oleh tim nasional putra senior anggota Fedration Internationale de Football Association (FIFA) badan pengatur sepak bola dunia. Kompetisi ini diselenggarakan setiap empat tahun sekali pada setiap negara terpilih. Kejuaraan ini sudah diselenggarakan sejak turnamen 1930 di Barcelona, Spanyol, hingga 2022 yang diselenggarakan di Qatar. Terdapat 32 negara yang mengikuti ajang kompetisi sepak bola terbesar di dunia ini. Ke-32 negara ini siap unjuk kemampuan para pemain terbaiknya demi merebut trofi paling bergengsi di cabang sepak bola.

Selama berlangsungnya piala dunia banyak terjadi aksi dan fenomena menarik, dan salah satu kejadian yang sempat menarik banyak perhatian ialah saat jelang pertandingan grup E Piala Dunia 2022 antara Jerman vs Jepang di Khalifa International Stadium, Rabu (23/11). Selain karna kekalahan Jerman yang mengejutkan banyak pihak, Jerman juga melakukan aksi gestur tutup mulut One Love saat sesi foto sebelum laga lawan jepang, selain menjadi pusat perhatian sepakbola dunia, aksi tersebut viral di media sosial sebagai hal yang memalukan karena skuad Jerman mengalami kekalahan saat laga melawan Jepang.

Dilansir dari Asosiasi Sepak Bola Jerman atau Deutscher Fuball-Bund (DFB) aksi gestur tutup mulut yang dilakukan skuad Jerman memiliki tujuan, gestur tutup mulut itu ditunjukkan bahwa skuad Jerman protes terhadap FIFA yang melarang penggunaan ban kapten One Love. Protes skuad Jerman ini berdasar untuk mempertahankan nilai-nilai keberagaman dan saling menghormati antar sesama. Dengan menggunakan ban kapten One Love, TimNas Jerman merasa ikut adil dalam menyuarakan keadilan untuk kaum LGBT. Namun sayangnya bentuk protes ini tidak terdengar FIFA dan tidak membuahkan hasil.

Ini semua tersebab oleh tuan rumah piala dunia 2022, Qatar. Selain pemerintah Qatar melarang penggunaan ban kapten One Love, tuan rumah Piala Dunia 2022, Qatar juga melarang penggunaan atribut yang memiliki simbol LGBT yakni warna pelangi bagi pengunjung yang ingin menyaksikan pertandingan sepak bola Piala Dunia 2022. Dibalik banyaknya larangan tersebut, Qatar sendiri merupakan negara dengan mayoritas Islam yang memiliki hukum Islam dalam perundang-undangannya. Karena itu, Qatar menganggap LGBT sebagai tindakan menyimpang dari agama Islam dan bertentang penuh dengan kebebasan LGBT. Kehadiran kaum LGBT di piala dunia, Qatar sudah menjadi suatu kepastian, LGBT dianggap hal yang kontroversial dan sensitif, sehingga pemerintah Qatar khawatir dengan hadirnya LGBT di Piala Dunia akan mempengaruhi rakyatnya dan menimbulkan konflik sampai berujung perpecahan.

LGBT atau yang sering disebut kaum pelangi merupakan istilah yang mempresentasikan kelompok dengan orientasi seks dan gender yang berbeda dari heteroseksual dan cisgender. Jenis-jenis orientasi seksual dalam LGBT contohnya adalah homoseksual, biseksual, panseksual, aseksual dan lain-lain. Di atas tanah kaum LGBT masih merupakan kaum minoritas, karena pilihan orientasi seksual mereka berbeda dari kaum mayoritas. Walaupun begitu negara-negara barat seperti Amerika Serikat, Jerman dan negara-negara barat lainnya sudah menormalisasikan LGBT di atas kertas.

Jika mengacu pada Graham C. Lincoln, mendefinisikan kelompok minoritas sebagai kelompok yang dianggap oleh elit-elit sebagai berbeda dan/atau inferior atas dasar karakteristik tertentu dan sebagai konsekuensi diperlakukan secara negatif (Teuku 19992). Dari kacamata sosiologi, yang dimaksudkan dengan minoritas adalah kelompok-kelompok yang paling tidak memenuhi tiga gambaran berikut: 1) anggotanya sangat tidak diuntungkan, sebagai akibat dari tindakan diskriminasi orang lain terhadap mereka; 2) anggotanya memiliki solidaritas kelompok dengan "rasa kepemilikan bersama", dan mereka memandang dirinya sebagai "yang lain" sama sekali dari kelompok mayoritas; 3) biasanya secara fisik dan sosial terisolasi dari komunitas yang lebih besar (Eddie 2013)

Sudah banyak hal yang telah dilakukan oleh kaum LGBT sebagai minoritas agar keberadaan mereka bisa diterima dan diakui oleh seluruh masyarakat di dunia. Seperti halnya yang dilakukan skuad Jerman di Piala Dunia, dimana aksi yang mereka lakukan merupakan protes terhadap FIFA serta memberikan dukungan penuh terhadap LGBT. Namun apa boleh buat, setelah kekalahan Jerman melawan Jepang serta aksi gestur tutup mulut tersebut, membuat banyak khalayak memberikan komentar negatif kepada skuad Jerman maupun kaum LGBT, tak sedikitpun ada khalayak yang membela skuad Jerman.

Fenomena ini menyadarkan kita bahwa agama, masyarakat dan media tak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Banyak hal-hal baru yang muncul dari masyarakat seperti LGBT yang mulai dinormalisasikan di negara-negara barat namun belum bisa diterima oleh negara yang memiliki dasar agama yang kuat seperti Arab Saudi, Qatar dan masih banyak lagi. Negara-negara tersebut menjadikan agama sebagai landasan dalam bertindak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline