Lihat ke Halaman Asli

Benang Merah Kekhawatiran Anies Baswedan

Diperbarui: 9 Desember 2016   12:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.pri

Jakarta Merindukan Acara Keberagaman

Pasca terselenggaranya Aksi Super Damai 212 yang berjalan dengan sangat menakjubkan, damai, mengagumkan, dan tentu saja bersih, semua mata seakan kembali terbuka, bahwa sesuatu yang disampaikan dengan cara beramai-ramai, bisa berlangsung dengan damai. Acara yang melibatkan banyak orang, tak perlu dilarang-larang. Diakui atau tidak, kita merincukan Jakarta yang “ramai” seperti itu, di tempat umum yang seharusnya tak perlu peraturan khusus.

Maksudnya, dalam Pergub jelas tertulis larangan untuk mengadakan acara di Monas. Praktis, selama dua tahun terakhir ini, kita tak pernah lagi melihat Monas ramai dengan suasana keagamaan. Dulu, sebelum Pergub diterbitkan, banyak diselenggarakan acara-acara keagamaan. Kelompok-kelompok tertentu menjadikan Jakarta sebagai tempat untuk melaksanakan pengajian, istighasah, dan doa bersama. Unik, karena selain untuk pariwisata dan rekreasi, Monas juga dijadikan tempat untuk taklim, belajar. Bagi sebagian masyarakat, tentu rindu suasana itu terulang kembali. Toh, keramaian yang super ramai kemarin (Aksi Super Damai 212) membuktikan, bahwa tak ada yang “hilang” dari Monas. Tetap bersih. Damai dan mengagumkan.

Realitas itulah yang dilihat oleh Anies sebagai sesuatu yang perlu dipikirkan. Fasilitas dan tempat umum, mestinya tidak bisa dilarang untuk kepentingan umum, yang penting regulasi dan tanggung jawabnya jelas. Kegelisahan itu disampaikan oleh Anies ketika mengikuti acara Maulid Nabi, di Perum Green Garden, Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara. Sehingga, Anies berjanji akan mengizinkan masyarakat menggunakan kawasan Monas untuk kegiatan keagamaan apapun.

Menurutnya, dua tahun ini Monas sepi kegiatan taklim, sehingga suasana keagamaan itu harus dikembalikan. Karena semua fasilitas negara boleh dipakai kegiatan apapun, bagi agama apapun, tidak sekadar untuk agama tertentu. Sekarang banyak fasilitas yang tidak boleh dipakai untuk kegiatan keagamaan. Yang penting, syarat dan kunci utamanya adalah masyarakat harus diberikan pembelajaran untuk tetap menjaga kebersihan dan fasilitas yang digunakan, untuk bertanggung jawab. Artinya, mestinya ini menjadi pertimbangan untuk kembali “membuka” Monas bagi kegiatan-kegiatan umum.

Barangkali, kepedulian yang ditunjukkam oleh Anies terhadap pendidikan dan keagamaan bukanlah kali ini saja. Banyak yang telah dilakukannya untuk Bangsa ini dalam dunia pendidikan dan dunia keagamaan, karena seluruh hidupnya dipasrahkan untuk memenuhi janji kemerdekaan yang sebenarnya menjadi tanggung jawab kita bersama. Maka, tidak aneh ketika program-program yang ditawarkannya ketika berkampanye adalah program kemanusian yang memungkinkan meningkatkan kualitas manusia, terutama dalam segi menghormati dan menjalankan perintah agama.

Tak aneh, ketika Anies juga memberikan perhatian yang besar terhadap situs-situs religius, termasuk Masjis Luar Batang. Berziarah ke makam Al Habib Husein bin Abubakar bin Abdillah Al Ayidrus sebagai upaya mengingat perjuangan ulama, yang jasanya tak bisa dikuantifikasikan melalui angka. Meski rencana penggusuran tidak menyentuh kawasan tersebut, hanya perkampungan liar warganya, tapi masyarakat disana khawatir tidak ada yang akan mengurus dan berziarah ke Masjid Luar Batang. Itu juga yang menjadi perhatiannya.

Ketika berkunjung ke kawasan Cilincing, Anies juga menaruh perhatian terhadap sebuah Masjid di Kawasan Situs Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Masjid Al Alam yang dikelola oleh Unit Pengelolaan Museum Kebaharian Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Anies menyebut, meski berada di pesisir pantai, air di Masjid yang dibangun 1817 tersebut tidak payau. Fenomena ini akan menjadi menarik terutama ketika anak-anak, para pelajar, bisa melakukan eksperimen fisika melalui “laboratorium” terbuka. Lagi-lagi soal pendidikan.

Artinya, Anies adalah calon gubernur yang peduli terhadap suasana-suasana keagamaan yang hilang dari Jakarta. Sehingga, ia akan membuka kembali tempat-tempat yang selama ini dilarang untuk melakukan kegiatan keagamaan, karena itu adalah fasilitas publik. Bukan hanya untuk agama tertentu, tapi juga untuk semua agama. Pendidikan dan tanggung jawab bersama lebih baik ditanamkan daripada menutup fasilitas yang sebenarnya menjadi hak setiap warga. Lagi-lagi pendidikan.

Jakarta merindukan keberagamaan dalam suasana keberagaman. Anies Baswedan adalah jawabannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline