Bagi fans setia Mancester City pasti cukup mengenal sosok Edin Dzeko, dia adalah satu dari sekian penyerang haus gol yang namanya selalu diingat suporter The Citizens.
Sejak berseragam klub sekota dengan Mancester United pada 2011 hingga 2016, ia berhasil mengantarkan The Citizens dua kali meraih gelar juara premier Inggris, kemudian menggondol piala FA, Capital One Cup dan Community Shiled.
Kesuksesan Dzeko di Mancester City pun berlanjut di tim nasional Bosnia Herzegovina, ia bersama kompatriotnya Miralem Pjanic berhasil mengantarkan Bosnia untuk pertama kalinya tampil di turnamen piala dunia, yakni di piala dunia 2014 di Brasil.
Saat itu, keduanya berada pada top performance dan mencatatkan sejarah untuk negaranya. Miralem Pjanic merupakan gelandang terbaik As Roma, sementara Dzeko adalah juru gedor andalan Manuel Pellegrini di Mancester City.
Walaupun tidak dapat berbicara banyak pada turnamen piala dunia 2014, karena gagal melenggang ke fase 16 besar lantaran takluk 0-1 dari timnas Nigeria.
Namun, sukses mengantarkan Bosnia Herzegovina tampil pertama kali di piala dunia, setelah mendeklarasikan diri bebas dari Yugoslavia, merupakan prestasi yang sulit dilupakan mantan pemain Inter Milan tersebut.
Karena di balik kesuksesannya sebagai pesepakbola profesional dilatari cerita-cerita memilukan yang terus membayangi perjalanan karirnya, hingga ia dapat mewujudkan impian untuk tampil di gelaran piala dunia.
Kisah Edin Dzeko seperti diceritakan Stewart Henry Pesch di bukunya memang menghadirkan perasaan sedih. Ceritanya bermula dari berkecamuknya perang etnis di wilayah Sarajevo antara Serbia dan Bosnia di tahun 1992 hingga 1995.
Saat perang etnis pecah, Edin Dzeko baru berusia 10 tahun, ia merupakan seorang bocah yang beruntung karena lolos dari maut. Saat rumahnya diterjang bom tentara Serbia.
Ada satu kisah juga yang tak pernah dilupakannya, yakni jelang konflik berdarah di Sarajevo yaitu saat ia berkeinginan ke lapangan untuk bermain bola, kemudian sang ibunya, Belma, mencegahnya.