Awal Agustus kemarin, PA 212 menggelar Ijtimak Ulama IV yang menghasilkan empat poin pertimbangan dan delapan poin rekomendasi. Salah satunya meminta umat Islam untuk sama-sama mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bersyariah. Pada poin pertimbangan, Ijtimak Ulama IV menyebut seluruh ulama menyepakati penegakan khilafah adalah kewajiban agama Islam.
Peristiwa ini menimbulkan berbagai respon yang beragam. Mahfud MD misalnya, mengatakan bahwa slogan NKRI bersyariah itu berlebihan. Pasalnya, Indonesia sendiri sudah bersyariah dengan Pancasila nya. Ibarat memasang logo "Menjual Ikan" di pasar ikan.
Begitu pula Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Menurutnya, Indonesia bersyariah itu sudah ada pada sila ke satu Pancasila Ketuhanan yang Maha Esa. Pancasila sudah menjadi kesepakatan bersama antara kelompok nasionalis, kelompok Islam, dan kelompok kebangsaan.
Namun, Ketua PA 212 Haikal Hassan menjelaskan rumusan NKRI syariah yang tertuang dalam Ijtima Ulama IV hanya istilah. Pancasila dan UUD 1945 tetap sebagai dasar negara yang sah.
"Itu cuma istilah. Jangan jadi mentang-mentang NKRI bersyariah terus Pancasila hilang gitu, ya enggak. UUD 45 ilang? Ya enggaklah," kata Haikal usai menghadiri acara silaturahim dan dialog tokoh bangsa tentang Pancasila di Jakarta.
Tidak bakunya Ide bersyariah.
Fenomena sekelompok masyarakat yang menawarkan ide tentang keislaman kepada konsep bernegara bukan sesuatu yang baru. Namun, ide dan konsep yang ditawarkan sangat beragam oleh masing-masing kelompok.
Ada yang memutuskan untuk menjadi partai politik dan mewarnai kehidupan bernegara melalui legislatif, tanpa menyentuh konsep dasar. Ada yang bermanuver di luar partai seperti Ijtima' Ulama kemarin yang juga mencetuskan NKRI bersyariah dengan segala macam usulannya. Ada pula yang lebih ekstrim lagi, yaitu dengan cara mengganti dasar negara seperti ide-ide yang selama ini ditawarkan oleh HTI.
Menjadi negara agama pada era ini bukan sesuatu yang populer. Negara-negara di dunia pada umumnya adalah negara sekuler. Negara yang memiliki satu agama resmi bisa dihitung dengan jari.
Malaysia, Pakistan, dan Mesir misalnya, sekalipun memiliki satu agama resmi, Islam, namun ketiganya memiliki konstitusi sendiri dan tidak berdasarkan kitab suci.
Arab Saudi dan Brunei, sekalipun keduanya dua dari sedikit negara yang Rajanya memiliki kekuasaan absolut, sejauh ini hanya Arab Saudi yang secara terang-terangan menyatakan bahwa konstitusi negaranya adalah kitab suci Al-Quran.