Lihat ke Halaman Asli

Hilman Fajrian

TERVERIFIKASI

Bukan Zaman Romeo dan Juliet

Diperbarui: 4 Agustus 2015   15:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Foto kontemporer Romeo and Juliet oleh Annie Leibovitz. (mymodernmet.com)"][/caption]

"Belum kawin tapi kok sudah rajin betul belajar netekin anak," ucap Miskanto Moerad heran kepada putri bungsunya, Riska Fikriana.

Yang disinggung cuma mesem-mesem. Bergabung dan aktif di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Kalimantan Timur (Kaltim) sejak 2012, membuat Riska sudah terbiasa mendengar sindiran seperti itu. Riska memang belum menikah apalagi punya anak, meski usianya sudah 26 tahun. "Latihan dulu sebelum punya anak, biar nanti enggak kaget," adalah jawaban standar gadis berjilbab ini.

ROMANTIKA RISKA DAN ROMDANI

Sudah dua tahun Riska menjalin asmara dengan Romdani, pria 27 tahun yang berprofesi sebagai wartawan, sama seperti Riska. Tahun depan rencananya mereka menikah. Romdani juga aktif di AIMI Kaltim yang merupakan komunitas berbagi, pendidikan dan kampanye pentingnya air susu ibu (ASI). Riska adalah anggota Divisi Komunikasi AIMI, sedangkan Romadani sebagai Ayah ASI Squad. Di AIMI Kaltim yang beranggotakan 40 orang itu, Riska satu-satunya yang belum menikah.

[caption caption="Riska (kanan) dan Romdani (kiri). (Dokpri Riska)"]

[/caption]

"Awalnya teman-teman di AIMI heran kenapa saya yang belum menikah ini mau bergabung. Beberapa teman yang lain tepuk tangan," kenang Riska yang berdomisili di Kota Balikpapan ini.

Riska bercerita, AIMI dulu sebatas sumber peliputan berita baginya. Lama-kelamaan ia makin dekat dengan AIMI dan makin sadar pentingnya ASI ekslusif bagi tumbuh-kembang anak. Ia juga melihat salah seorang tantenya punya pengalaman kesulitan memberikan ASI kepada ketiga anaknya. Salah satu keponakannya bahkan gagal mendapat ASI ekslusif. Di benak Riska yang masih lugu ketika itu, kok susah betul memberi ASI, padahal 'kan tinggal sodori puting saja.

"Semua perempuan bisa atau akan jadi ibu. Tapi berbakat jadi ibu saja tidak cukup. Perlu punya pengetahuan. Tidak cukup sebatas mengikuti pola asuh atau ajaran dari orangtua. Makin awal kita mengasah pengetahuan akan makin baik," tukasnya.

Bila belajar tentang ASI ketika sudah menikah, hamil atau bahkan telah melahirkan nanti, kata Riska, proses belajar bisa tidak maksimal karena terkendala kesibukan. Sementara tumbuh-kembang anak tidak menunggu. Di AIMI, Riska bisa mendapatkan banyak ilmu dari pengalaman yang dibagi di komunitas dan masyarakat. Dari situ ia tahu memberi ASI kepada anak punya tantangan berbeda-beda. 

AIMI punya banyak kegiatan yang diselenggarakan tiap bulan. Mulai Kelas Edukasi 1 untuk ibu hamil, Kelas Edukasi 2 untuk ibu menyusui, talk show di komunitas dan perusahaan, lomba seputar ASI, seminar, sampai bazaar. Yang paling gencar adalah kampanye terus-menerus tentang pentingnya ASI di media sosial. AIMI juga  mendorong institusi pemerintah dan swasta tentang pentingnya pemberian ASI agar turut mendukung, menyediakan ruang menyusui contohnya.

Saat para ibu-ibu AIMI menggelar acara, para Ayah ASI Squad yang bertugas menjaga anak ketika event berlangsung. Tidak saja sangat membantu ibu-ibu yang sibuk dengan acara, tapi juga melatih kerjasama para suami dan pentingnya peran laki-laki dalam pemberian ASI. Buat Romdani yang belum punya anak, ia kebagian 'seksi sibuk'.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline