[caption id="attachment_413817" align="aligncenter" width="600" caption="Masyarakat pengguna KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) menggunakan uang virtual dalam bentuk Kartu Multi Trip (KMT) (sumber: Liputan 6)"][/caption] Pada 2014 lalu saya membeli sebuah aksesoris ponsel di eBay dari seorang penjual asal Hong Kong. Nilainya kecil saja, $40 sudah termasuk ongkos kirim ke Balikpapan, Kaltim. Penjualnya memiliki rating positif sangat tinggi, sudah ribuan. Kemudian saya melakukan pembayaran lewat Paypal.
Ini bukan pertama kali saya berbelanja di eBay, sudah sejak tahun 2000 saya jadi pembeli di market place terbesar di dunia itu. Tidak pernah ada masalah. Tapi kali ini justru bermasalah. Penjual tidak mengirimkan airway bill untuk saya lacak posisi paketnya. Alasannya, kurir yang ia pakai tidak menyediakan jasa pelacakan. Setelah ditunggu lebih dari 3 minggu barang tidak datang. Saya komplain. Penjual mengatakan ia akan mengirim lagi barang yang sama sebagai gantinya tanpa ongkos apapun. Barang kedua saya tunggu tiga minggu tidak datang juga. Maka saya open case atau membuka kasus persengketaan (dispute) di eBay terhadap penjual itu.
Fitur persengketaan ini memang disediakan eBay dan Paypal, dan eBay akan jadi hakimnya. Open case bisa dilakukan ketika barang tidak sampai setelah 30 hari estimasi kedatangan. Waktu maksimal penyelesaian persengketaan hanya 3 hari. Dalam kasus saya eBay memutus penjual bersalah. Uang pembayaran dikembalikan utuh oleh eBay ke akun Paypal saya dan penjual diberi peringatan. Meski saya kehilangan waktu dua bulan atas transaksi ini, saya memuji eBay yang sangat melindungi para pengguna jasa dan reputasinya sendiri. Bisnis eBay adalah bisnis kepercayaan, dan kepercayaan itu bukan hanya antara eBay dan pengguna jasanya. Tapi juga antar pengguna jasa eBay: penjual dan pembeli. eBay memiliki aturan yang tegas tentang money-back guarantee yang di-cover oleh eBay sendiri.
Indonesia: Low trust Society
eBay lahir dan berkembang di dunia barat dengan kultur high trust society (masyarakat dengan kepercayaan tinggi). Mereka menganggap semua orang itu baik dan jujur sampai bisa dibuktikan sebaliknya. Dalam perdagangan online, kepercayaan (trust) ini adalah segala-galanya.
Ada yang menarik dalam laporan Jayon Express pada tahun 2014. Jayon merupakan jasa kurir yang menyediakan layanan metode pembayaran saat pengantaran atau cash on delivery (COD) bagi pengguna e-Commerce Indonesia. Pada data tersebut tampak di 2013 satu dari lima pembeli memilih metode COD. Di 2014, jumlahnya naik dua kali lipat: satu dari tiga pembeli memilih COD. General Manager Jayon Express Indonesia Eddy Yusof, mengatakan konsumen e-Commerce Indonesia makin menuntut agar penjual menyediakan metode pembayaran COD. Ternyata, peningkatan penggunaan layanan e-Commerce tidak otomatis meningkatkan kepercayaan. [caption id="attachment_1576" align="aligncenter" width="492" caption="Pertumbuhan pemakai metode pembayaran COD konsumen e-Commerce dengan kurir Jayon Express. (sumber: Jayon)"] [/caption] [caption id="attachment_1577" align="aligncenter" width="450" caption="Prosentase pertumbuhan jumlah pemakai metode pembayaran COD konsumen e-Commerce dengan kurir Jayon Express. (sumber: Jayon)"] [/caption] Pengguna COD punya motif yang jelas: mereka hanya bersedia membayar (dalam tunai) bila barang sudah sampai ke tangan mereka dan diperiksa kondisinya. Dengan kata lain mereka memastikan tidak ditipu. Pembayaran pun dilakukan secara tunai lewat kurir yang mengantar. Mereka merasa cara itu lebih aman dan nyaman buat mereka. Konsumen e-Commerce Indonesia sebenarnya masih berbelanja dengan cara tradisional.
Gaya berbelanja online masyarakat Indonesia ini berhubungan kuat dengan Indonesia sebagai low trust society (masyarakat dengan kepercayaan rendah). Seseorang akan dianggap jahat sampai ia bisa dibuktikan sebaliknya. Pada masyarakat seperti ini, cara transaksi bertatapmuka menjadi syarat penting, atau setidaknya bertatapmuka dengan barang yang ditransaksikan. Menurut laporan Singapore Post, di 2013 metode pembayaran COD masih menjadi pilihan terbanyak kedua dari transaksi e-Commerce di Indonesia (28%). Padahal, masih sangat terbatas pelaku e-Commerce yang menyediakan metode pembayaran ini. Masalah kepercayaan ini selalu jadi isu terpenting e-Commerce Indonesia yang tak terpecahkan sampai sekarang. [caption id="attachment_1578" align="aligncenter" width="434" caption="Metode pembayaran yang dipilih oleh konsumen e-Commerce Indonesia (sumber: Singapore Post)"] [/caption]
Pelaku Usaha 'Jungkir Balik'
Low trust society ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi di mayoritas Asia Tenggara. 70% transaksi online Asia Tenggara dilakukan dengan metode COD. Selain karena banyaknya penipuan, masih banyak konsumen yang tidak memiliki rekening bank atau kartu kredit. Menurut laporan AT Kearney, 70-80% populasi Indonesia unbanked atau tak memiliki rekening bank.
Amazon yang merupakan toko online paling besar di planet ini berekspansi ke Asia dan turut menggunakan metode COD. Padahal di situs asalnya Amazon tidak melayani pembayaran COD. Jeff Bezos, CEO Amazon, sadar betul bahwa untuk menaklukkan Asia, khususnya Asia Tenggara, mau tidak mau Amazon harus beradaptasi ke metode pembayaran COD. Paul Srivorakul, Group CEO aCommerce & Executive Chairman Ardent Capital, tegas mengatakan bahwa untuk menaklukkan Asia Tenggara toko online harus menyediakan metode COD.
Di Indonesia, jumlah toko online yang menyediakan metode pembayaran COD makin bertambah tiap tahun. Sebut saja Lazada, Zalora, Rakuten, Blibli, Lee Cooper, dll. Jasa kurir penyedia antaran COD juga makin banyak. Hal ini tidak saja jadi penghalang serius Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) atau cashless society (masyarakat non tunai) yang digagas Bank Indonesia (BI), tapi juga meningkatkan risiko dan biaya penyedia barang.
Co-founder Zalora, Hadi Wenas, mengatakan metode COD menguasai 40% transaksi. 5% dari transaksi COD gagal dengan ditolak atau dikembalikannya barang oleh pembeli. Meski menurut Hadi ini jumlah yang kecil, tapi membuat mereka mengeluarkan biaya lebih. Transaksi COD yang gagal sebagian besar terjadi karena pembeli tidak teliti saat membeli barang secara online, bukan kesalahan toko. Alasan lain karena konsumen kecewa dengan lamanya waktu antar oleh kurir. Jadi gagalnya COD cenderung bukan karena ada upaya penipuan atau niat jahat penyedia barang. Tapi yang pasti, COD membengkakkan biaya dan menahan laju pertumbuhan cashless society.
Rp42 Triliun Meminta Perlindungan
Indonesia adalah kunci e-Commerce di Asia, yang otomatis memegang pontesi terbesar cashless society di regional. Dari segala aspek, e-Commerce di Indonesia sangat benderang. Pertumbuhan pengguna internet di Indonesia nomor kedua terbesar di dunia dalam 5 tahun terakhir dengan pertumbuhan 430%. Jumlah online shopper akan naik 25% di 2015 dengan jumlah 7,4 juta orang. Perputaran uang di toko online Indonesia diprediksi naik 45% tahun 2015 menjadi Rp42 triliun ($3,56 miliar). Sementara, investasi triliunan ditanamkan untuk bisnis e-Commerce.