Lihat ke Halaman Asli

Hilman Fajrian

TERVERIFIKASI

Agar Si Bayi Jenggot Bisa Mandiri

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1429098598729679629

[caption id="attachment_410247" align="aligncenter" width="560" caption="Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dr Sukarmi menjelaskan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) hulu migas dalam kacamata hukum persaingan, di Indonesia SCM Summit, Jakarta Convention Center, Rabu (15/4/2015). Ia mewanti-wanti pemerintah agar proteksi dan keistimewaan tidak berujung pada ketidakmandirian. (dokpri)"][/caption]

"Orang lain sudah bisa bikin pipa, kok kita dari dulu kerjanya cuma bisa nge-lem pipa?" ucap Dr Sukarmi yang ditanggapi tawa riuh seratus lebih audien di Assembly Room Jakarta Convention Center, Rabu (15/4/2015).

Di hari kedua pelaksanaan Indonesia SCM Summit 2015 itu, Sukarmi yang merupakan Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI tersebut mengutarakan kegundahannya akan kemandirian industri SCM hulu migas nasional. Dalam pemaparannya bertema Terobosan Kebijakan Persaingan Usaha dalam Upaya Peningkatan Kapasitas Nasional tersebut, Sukarmi mengakui bahwa keistimewaan yang diberikan pemerintah terhadap industri lokal SCM hulu migas memang dibenarkan. Namun ia resah keistimewaan atau privilage tersebut bisa berakibat ketidakmandirian bila tidak disertai rencana atau roadmap yang jelas.

KPPU, ia tegaskan, mendukung peningkatan kapasitas nasional di hulu migas, dalam hal ini tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). Tapi ia juga berharap regulasi soal TKDN bisa menciptakan iklim usaha yang kompetitif, bukan memanjakan.

"Jangan sampai meninabobokkan. Kalau terlalu lama diproteksi, dilindungi, diistimewakan, nanti jadi bayi berjenggot!" kelakarnya yang disambut tawa peserta seminar yang terdiri dari pelaku industri SCM hulu migas nasional dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) hulu migas.

Ia menggunakan ungkapan bayi berjenggot untuk menggambarkan pelaku industri yang terlalu lama dimanjakan sehingga tak bisa mandiri. Padahal, dengan telah dimulainya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, arus barang, jasa, teknologi, SDM dan investasi masuk begitu deras ke Indonesia. Suka atau tidak suka, siap tidak siap, pelaku industri SCM hulu migas Indonesia harus bersaing dengan mereka.

"Silakan lakukan pengembangan industri lewat perlindungan, tapi mereka harus disiapkan agar mampu bersaing dan menciptakan iklim usaha yang sehat," tegasnya.

Agar Si Bayi Jenggot bisa mandiri, cetus Sukarmi, setidaknya ada beberapa hal yang harus dijalankan pemerintah. Pertama, harus ada perangkat hukum yang jelas. Lalu rencana kerja atau roadmap yang jelas pada sistem TKDN dan SCM hulu migas. Pengawasan juga harus dilakukan secara ketat. Terakhir, membangun komitmen dalam membangun industri yang sehat di masa depan.

Sementara, M Hakim Nasution, praktisi hukum bidang migas mengatakan, pelaku usaha harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar. Untuk menciptakan iklim yang kondusif dan kemandirian, harus ada kepastian hukum.

"Jangan lagi banyak unsur lobi, peraturan yang mengambang dan hukum mesti konsisten," tukas Hakim yang berbicara setelah Sukarmi.

Ia menegaskan hukum harus bisa memberikan kesempatan yang sama bagi para pelaku industri. Tapi di sisi lain ia sadar bahwa standar industri dari negara luar banyak yang masih sulit diikuti oleh pelaku usaha dalam negeri. Hal ini menyebabkan industri dalam negeri belum bisa berkontribusi maksimal. Ia mencontohkan tentang tingginya standar keamanan perusahaan migas luar negeri dan belum bisa diimbangi oleh pelaku usaha domestik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline