Lihat ke Halaman Asli

Budaya yang Hilang

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebuah budaya yang hilang.

Banyak pihak sekarang ini sedang berlomba-lomba mencari bukti yang menyatakan bahwa Indonesia adalah Situs Atlantis yang hilang. Disamping pihak yang hendak membuktikan bahwa Indonesia adalah situs yang hilang, ada  juga pihak-pihak yang mencari bukti untuk menyatakan bahwa tidak benar situs Atlantis yang hilang ada di sekitar Indonesia. Entah apa yang menjadi latar belakang kedua pihak ini untuk melakukan penelitiannya, apa yang hendak dicapai dan keuntung apa yang hendak diraih tetapi masing-masing pihak pasti memiliki alasan sendiri.

Terlepas dari aktifitas tersebut di atas, sebenarnya ada kondisi nyata yang mungkin terlupakan atau mungkin belum menjadi perhatian adalah kondisi secara umum di Indonesia.

DImasa tahun 60 sampai 70 salah satu kurikulum pendidikan yang memiliki nilai penting ada yang disebut sebagai  mata pelajaran “Budi Pekerti”. Inti dari mata pelajaran ini adalah bagaimana seharusnya seseorang berperilaku baik terhadap sesama teman, kepada orangtua maupun kepada guru. Sebagai gambaran kondisi masa itu dapat disimak dari sebuah lagu yang saat itu berjudul “Pergi Sekolah”. Cuplikan lagu itu antara lain: “(pesan ibu/ayah) Selamat belajar nak penuh semangat – rajinlah belajar – tentu kau dapat - hormati gurumu sayangi teman – Itulah tandanya kau murid budiman”.

Sebagai sedikit pengetahuan, pada masa itu orang menciptakan lagu biasanya berdasarkan kejadian atau situasi yang sedang dirasakan oleh penulisnya. Lagu Pergi Sekolah adalah salah satu lagu yang menggambarkan kondisi atau situasi yang dirasakan oleh pencipta lagu tersebut, sehingga kita bisa merasakan bahwa saat lagu itu diciptakan masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang menghargai orangtua, guru dan teman.

Mari kita bandingkan dengan situasi dan kondisi yang ada dimasyarakat saat ini, antara lain:

1.Guru sudah tidak ditiru dan digugu lagi

2.Anak-anak sudah tidak memiliki semangat belajar yang tinggi

3.Tawuran pelajar yang marak berkembang saat ini ( saat ini sudah sampai ke tingkat SD )

4.Maraknya tawuran warga yang menyebabkan hilangnya nyawa dan harta hanya disebabkan masalah yang sebenarnya dapat dengan mudah diselesaikan.

5.Lebih utamanya pengumpulan suara dibandingkan dengan masyawarah sehingga selalu tercipta kondisi kelompok yang menang dan kelompok yang kalah.

Diakui atau tidak, data-data di atas sudah terjadi dihampir setiap daerah tidak lagi memandang kota besar atau desa dan tidak lagi mengenal kelompok masyarakat reliji atau bukan. Hal yang selalu mengakibatkan korban nyawa dan harta sia-sia sudah terjadi dengan frekuensi yang semakin sering.

Melihat kenyataan yang ada kenapa kita harus susah-susah membuat penelitian untuk membuktikan bahwa Indonesia adalah negeri Atlantis yang hilang. Kenapa kita tidak membuat penelitian untuk mendapatkan kembali budaya Indonesia yang masyarakatnya seperti yang digambarkan dalam lagu Pergi Sekolah?

Apa dan siapa yang dapat mengakui kesalahan atau dapat menerima untuk disalahkan? Sepertinya tidak akan ada yang mau disalahkan atau mengakui hal tersebut adalah kesalahannya. Apabila hal ini tetap dipertahankan maka pertanyaannya harus diubah, yaitu siapa yang akan mulai untuk mengurangi kesalahan tersebut.

Jawaban sederhana yang seharusnya dapat dilontarkan semua orang adalah bahwa semua harus dimulai dari diri kita masing-masing, dan dilanjutkan kekeluarga kita masing-masing sebagai kelompok masyarakat yang paling kecil.

"Allah tidak akan mengubah suatu kaum apabila kaum itu tidak mau berusaha mengubahnya" Indonesia akan kembali menjadi "Indonesia" apabila kita semua mau mengubah diri dan keluarga kita kembali kepada sifat dan akhlak yang benar menurut budaya dan agama.


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline