Lihat ke Halaman Asli

Menyelami Teori Kelas Marx Hingga Revolusi Organisasi di Indonesia

Diperbarui: 4 Juli 2021   22:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Siapa yang tidak kenal Marx? Yakin belum kenal nih? Seorang tokoh yang dikenal sebagai filsuf, membuat juga teori politik, sosiolog, juga seorang ekonom, sejarawan, tidak lupa jurnalis dan sosialis revolusioner tang berasal dari Jerman. Karena hebatnya, Teori yang dikeluarkan Marx selalu menarik terlebih mengenai pemaknaan kelas yang khas. Dalam teori ini, Marx berbicara tentang teori kelas yang dominan mengarah ke ekonomi. Menurut Marx, kelas adalah setiap golongan sosial yang memiliki tingkatan tertentu di dalam proses produksi.

Mengapa Marx hanya membahas kelas yang mengarah pada ekonomi saja? Hal ini dilatar belakangi oleh teori yang Ia buat yaitu Materialisme Historis yaitu perkembangan intelektual seseorang dapat ditentukan melalui kondisi material manusia. Bagi Marx, ide maupun kesadaran itu tidak penting, melainkan hanya ditentukan oleh dasar materialisnya. Hal inilah yang membuat Marx berbicara tentang kelas dalam konteks struktur ekonomi. Tidak membahas kelas dalam konteks agama, politik, dll.

Bagi Marx, 'kelas' akan dianggap 'kelas' apabila bukan diakui hanya secara obyektif sebagai golongan sosial dengan kebutuhan tertentu, namun juga sadar bahwa dirinya sebagai subyek golongan tertentu dalam masyarakat dan memiliki kebutuhan khusus serta mau bekerja untuk meraih kebutuhan atau tujuan khusus tersebut. Kelas dibagi dua yaitu :

  • Pemilik alat produksi : Petinggi ( yang memiliki modal; biasa disebut kelas atas)
  • Orang yang tidak memiliki alat produksi : buruh ( yang menjual tenaga; biasa disebut kelas bawah )

Menurut Marx, sejarah manusia asalnya dari perjuangan kelas. Tumpuan dalam struktur kelas adalah obyektif struktual, bukan kesadaran moralitas. Perseturuan antara buruh dan kelas atas merupakan hal obyektif. Hal ini dikarenakan timbulnya kesadaran dari kepentingan obyektif yang diberikan oleh posisi mereka masing-masing dalam sistem produksi. Sehingga, ketika ingin menyelesaikan masalah yang menyangkut kapitalis, tidak dapat bergantung kepada agama, budaya, atau hukum namun struktur ekonomi yang harus diubah. Pemikiran Marx ini cukup superior karena pemikirannya bukan hanya menjadi sebuah teori, namun menjadi basis yang berpengaruh pada kekuatan sosial politik dan dapat membangkitkan orang-orang di dunia.

Karena kepentingan buruh dan petinggi kapitalis itu bertentangan, sikap yang diambil untuk merubah keadaan jadi berbeda pula. Kelas atas akan sibuk mempertahankan status quo, dan menentang segala sesuatu yang mengancam kedudukan dan kekuasaan mereka. Sedangkan kelas buruh berkutik dengan perubahan karena mereka merasa terbebani dan berupaya untuk kebebasan diri mereka. Pemikiran Marx ini sangat relevan mengingat bagaimana praktik politik dan masyarakat borjouis di Indonesia ini kerap mereduksi nilai kemanusiaan menjadi nilai ekonomis seperti contohnya penyitaan lahan yang dibuat proyek tambang emas.

Kelas atas atau kaum borjouis memiliki kekuasaan yang dapat mereka gunakan semaunya untuk mempertahankan kekuasaan dan kepentingan mereka. Menanggapi hal ini, kasus penyitaan lahan di pulau Sangihe, Sulawesi Utara sangat cocok untuk dijadikan contoh. Kasus ini marak diperbincangkan semenjak wafatnya Wakil Bupati Kepulauan Sangihe, Helmud Hontong yang diketahui membuat surat penolakan terhadap rencana proyek tambang emas di pulau Sangihe. Ia merasa kasihan dengan rakyat Sangihe hingga anak cucu nanti harus merasakan menjadi korban dampak pengelolaan emas tersebut hanya demi kepentingan dan kekayaan kaum borjouis.

Proyek tambang emas ini akan merampas hak kebun dan tanah masyarakat, merusak lingkungan udara, darat dan bahkan biota laut. Surat yang dibuat oleh Helmud Hontong kepada Menteri ESDM Indonesia tersebut tersebar di media sosial. Tidak lama setelah itu, beredar kabar bahwa Wakil Bupati Pulau Sangihe meninggal dunia di pesawat. 

Kepergian Helmud Hontong ini sontak meramaikan jagad media sosial karena terasa terlalu 'tiba-tiba' semenjak adanya surat penolakan tersebut beredar di internet. Walaupun alasan jelas kepergian Helmud Hontong ini belum diketahui, masyarakat curiga besar terhadap adanya kolusi kaum kelas atas. 

Kabarnya sebelum pergi, Helmud Hontong dalam keadaan sehat jasmani dan dalam kondisi prima, sehingga kejadian meninggalnya Helmud Hontong di pesawat ini dinilai sangat janggal. Kepergian Helmud Hontong disebut-sebut oleh netizen 'Munir 2.0' karena memiliki kejadian kasus serupa. Yaitu sama-sama memiliki riwayat menentang kepentingan kelas atas demi kesejahteraan dirinya dan meninggal di pesawat.

Bagi kelas atas, setiap tindakan perubahan adalah ancaman karena dapat membahayakan posisi mereka. Selama masih ada pertentangan antara kelas petinggi dan kelas bawah, maka kepentingan mereka susah untuk disatukan. Satu-satunya cara untuk merubah kondisi tersebut yaitu dengan revolusi. Jadi, oleh karena itulah mengapa revolusi itu didasarkan pada kondisi yang bersifat obyektif; tidak tergantung pada keinginan manusia. Tidak menunggu niat mau atau tidaknya manusia melakukan perubahan. Revolusi pasti akan terjadi dan tidak dapat terelakkan oleh zaman dan manusia.

Pemikiran ini mengingatkan pada satu kasus yang terjadi baru-baru ini di Surabaya yaitu ratusan pekerja Damri mengancam melakukan demo dan mogok kerja. Mereka mengancam dengan alasan gajinya belum dibayarkan secara penuh delapan bulan terakhir mulai dari Agustus 2020 hingga April 2021. Ancaman tersebut akhirnya berhasil ditanggapi oleh direksi Damri Jakarta yang menjanjikan akan memfasilitasi pertemuan dan penyampaian keluhan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline