Tepat tengah malam, di sebuah rumah keluarga besar, berada di pusat kota bandung, rintikan hujan di luar terdengar jelas seperti mempunyai birama dalam satu tetesnya, angin berhembus sangat kencang bak Raja klana sedang di landa amarah, membuat pohon seperti sedang menari-nari. Malam itu Wati tidak bisa tidur, pada saat itu ia merasa tidak enak hati, dan sekujur tubuhnya merasa gatal, sehingga Wati memanggil Ibunya ke kamar, kemudian Ibunya membacakan doa kepada Wati hingga ia tertidur dengan nyenyak.
Wati merupakan keturunan sunda asli, dia anak pertama dari 2 bersaudara, Wati lahir dari keluarga yang bisa disebut keluarga indigo, keluarga mereka diberikan kelebihan mulai dari keturunan paling tua hingga sekarang, mereka bisa melihat, mendengar, merasakan, bahkan berinteraksi dan berkomunikasi dengan para makhluk ghaib. Jika salah satu dari keluarga mereka di ganggu oleh makhluk ghaib yang tidak mereka kenal, bisa sampai keselamatan mereka terancam, Wati sangat suka menulis buku, membuat syair, bernyanyi, hingga menciptakan lagu baru.
Malam itu hujan tak kunjung reda, Wati terbangun karena rasa gatal di sekujur tubuhnya muncul kembali meskipun sudah dibacakan doa oleh Ibunya, ia tidak kembali tidur dan tidak melakukan apapun kecuali menggaruk badannya dengan tatapan dan pikiran kosong hingga fajar. kemudian Wati sadar dan menjalani aktifitas seperti biasa meskipun dengan badan yang gatal-gatal. Dia adalah seorang pegawai negeri sipil yang bekerja sebagai guru seni budaya, semenjak kejadian malam itu, dia beraktifiras dengan hati yang gelisah, badannya mulai bermunculan bintik-bintik kecil, Wati merasa rasa gatal ini berubah menjadi rasa sakit yang lambat laun mulai bernanah hingga berdarah, sehingga dia pulang lebih awal dari tempat kerjanya.
Setelah kejadian malam itu, selama di rumah dSia mengurung diri di dalam kamar, dia berfikir, apa yang telah tejadi terhadap tubuh dan perasaannya, dia merasa selalu diawasi oleh seseorang. Matahari mulai tertidur dan bulan mulai memancarkan sinarnya, dalam keadaan bulan purnama hujan kembali membasahi, Wati memutuskan akan periksa ke dokter karena sudah tidak tahan terhadap gatal dan sakitnya, dia akan pergi bersama dengan sepupunya yaitu Bima, sama dengan Wati, Bima juga adalah seorang anak indigo yang bisa melihat dan berinteraksi dengan makhluk ghaib, mereka pergi ke dokter menggunakan mobil pribadi, dan tentunya yang menyetir adalah Bima, karena melihat kondisi Wati yang sangat tidak memungkinkan. Di perjalanan ditemani suara hujan seperti batu kerikil yang menghantam mobil, mereka melewati jalan yang sepi karena tidak ada seseorang yang mau berekliaran di tengah hujan.
Wati melihat seseorang yang memakai baju putih, muka yang dilumuri oleh darah yang sudah hitan, nanah dan dia hanya mempunyai mata satu di bagian kanan, dengan rambut terurtai panjang di kursi bagian belakang, terlihat sangat jelas di kaca spion depan, sebenarnya mereka hanya berdua di dalam mobil itu, bukannya kaget atau merinding, mereka malah menanyakan sesuatu hal yang tidak penting.
"Punten sareng saha ?" tanya Wati menggunakan bahasa sunda, karena ketika sedang berkomunikasi dengan makhluk ghaib dia selalu menggunakan bahasa sunda.
"Sanes sasaha, meni isin kieu di tatanya, hihihi" perempuan itu menjawab dengan nada malu malu.
"Meni isin sagala atuh, da teu nanaon sareng abdi mah, bade naon kitu neng didieu ?" Wati kembali bertanya.
"Hente bade nanaon ah, ngan bade ngawartosan aya anu maturan teteh ti kamari." Perempuan itu berkata dan langsung pergi dari mobil tersebut.
Wati menghiraukan perkataan dan tak memikirkan hal yang dikatakan oleh perempuan tadi, dan merekapun sampai di dokter yang di tuju, setelah diperiksa oleh dokter ternyata Wati tidak mengalami gangguan kesehatan apapun.
"dengan nyonya Wati ?" tanya dokter.