Penulis : Hilaria Devilina Cici
22 oktober 2021
Dalam hal ini kita membicarakan tempat ibadah yang di mana tempat ibadah adalah suatu bangunan yang memiliki fungsi sebagai tempat peribadatan pendukung rumah ibadat bagi masing -- masing pemeluk agama.Contohnya Agama kristiani yang beribadah di Gereja .
Namun dalam hal ini sering kali tempat ibadah menjadi suatu persoalan atau percekcokkan dalam suatu lingkungan masyarakat atau suatu organisasi.Salah satu contoh kasusnya perizinan rumah ibadah di sebuah daerah yang di mana daerah tersebut belum memiliki tempat ibadah yang layak karena selama beberapa tahun kegiatan ibadah tersebut di lakukan di sebuah rumah umat.Dengan seiringnya waktu yang berjalan,tahun ke tahun bertambahlah penduduk masyarakat mayoritas umat katolik. Nah, karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk beribadah di rumah umat tersebut karena ketidakecukupan menampung umat,Tergeraklah hati dari salah satu umat setempat untuk menyumbangkan salah satu rukonya menjadi sebuah gereja kecil (berupa ruko). Namun itu disayangkan karena hingga dini kami sebagai umat katolik belum mendapatkan perizinan pendirian rumah ibadah karena terjadinya beberapa factor atau adanya masalah yang membuat perizinan tersebut di tolak. Hingga suatu ketika pada tahun 2020 umat setempat mengajukan kembali perizinan tersebut,puji tuhan perizinan tersebut di sah atau di izinkan oleh mahkamah agama,dan pemerintah daerah tapi sunggung di sayangkan kembali perizinan tersebut di tolak atau di larang oleh masyarakat setempat karena menurut mereka itu mengganggu kegiatan mereka di sekitar ruko tersebut serta beberapa alasan lainya yang kami merasa tidak masuk akal.Sehingga tahun ini rumah ibadah tersebut masih belum mendapatkan izin yang sah dari masyarakat.Dan itu menyebabkan umat katolik yang ingin melaksanakan ibadah mengalami kesulitan.
Dan permasalahan tersebut datang juga dari Pembangunan Gereja di Tanjung Balai Karimun di tolak warga meskipun sudah di kantongi IMB. (Ayomi Amindoni wartawan BBC News Indonesia).
Dimana pembangunan bangunan baru Gereja Paroki Santo Joseph di Tanjung Balai Karimun,Kepulauan Riau,terpaksa dihentikan karena penerbitan izin mendirikan bangunannya di gugat oleh sekelompok warga.Nasib kelanjutan pembangunannya baru bisa di putuskan setelah ada putusan dari pengadilan.
Dalam persidangan tersebut disepakati bahwa semua pihak harus menghormati proses hukum yang sedang berlangsung di pengadilan Tata Usaha Negara.
Oleh karena itu, Pastor Paroki Gereja Katolik Santo Joseph, yaitu pastor Kristiono Widodo, mengungkapkan selama proses hukum berlangsung,pihak gereja tidak boleh melakukan aktivitas pembangunan tersebut.
"Kepala pusat kerukunan Umat Beragama,PKUB,kementerian Agama,Nifasri,mengatakan semestinya tidak ada alasan bagi masyarakat untuk mendemo pembangunan rumah ibadah yang sudah memiliki IMB"
Alasan warga masyarakat setempat yang mengatasnamakan Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) yang menolak pembangunan Gereja Paroki Santo Joseph di tengah kota Tanjung Balai Karimum,Kepulauan Riau,pada 6 Februari silam dan dalam pertemuan di kementerian Agama,selasa (11/02), pemerintah kabupaten karimun menyampaikan usulan relokasi Gereja Paroki Santo Joseph dan menjadikan gereja tersebut sebagai Cagar Budaya,sebagaimana dituntut oleh kelompok penolak pembangunan gereja.
Dari permasalahan tersebut terdapatnya factor bahwa Minimnya jumlah penduduk dan terdapat intoleransi dari masyarkat setempat. Dari agama tertentu di suatu wilayah nyatanya itu berdampak pada kesulitan untuk mendirikan rumah ibadah.Hal ini di kondisikan dengan tata cara pendirian rumah ibadah yang tertulis dalam SKB 2 menteri itu memiliki nama resmi Peraturan Bersama Menteri (PMB) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala/Wakil kepala daerah dalam peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri ,pada pasal 14 ayat 1 dan 2 tersebut.Peraturan tersebut menjelaskan bahwa pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan adminitratif dan persyaratan teknis bangunan gedung. Dan pada ayat kedua di jelaskan pula soal beberapa persyaratan khusus dalam pembangunan rumah ibadah. Pertama,daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadah harus paling sedikit 90 orang yang di sahkan oleh pejabat setempat.Kedua,dukungan masyarakat setempat paling sedikit harus berjumlah 60 orang yang di sahkan oleh lurah atau kepala desa.Selain itu,harus ada pula rekomendasi tertulis dari kepala kantor departemen agama dari kabupaten,yang trakhir,mendapatkan rekomendasi tertulis dari FKUIB (Forum Kerukunan Umat Beragama) kabupaten.