Menjadi salah satu olahraga terpopuler di dunia membuat Sepakbola melibatkan banyak unsur dalam sendi kehidupan. Tidak hanya persoalan menang dan kalah, lebih jauh sepakbola mampu merepresentasikan segala tujuan yang diinginkan, mulai dari modal kapital, eksistensi, ideologisasi, hingga kekuasaan politik.
Dalam konteks Eropa, hal ini bahkan sudah menjadi hal yang lumrah sejak dahulu. Saat perang saudara melanda spanyol sekitar tahun 1930-an, terbukti Jendral Franco (Diktator Spanyol) saat itu memanfaatkan Real Madrid untuk mendongkrak elektabilitasnya. Hitler di Jerman yang dalam eranya memanfaatkan tim nasional sepakbola Jerman sebagai salah satu propaganda politiknya. Begitu juga Mussolini di Italia yang dikenal sebagai penggemar berat Lazio (klub asal Italia) dan penyebar paham fasisme ini yang menggunakan tim nasional sepakbola Italia sebagai media komunikasi politiknya.
Terekam juga dalam sejarah bagaimana Silvio Berlusconi ketika menggunakan AC Milan (klub sepakbola terkenal asal Italia), sebagai propaganda dalam strategi pemilunya ketika ia mencalonkan Perdana Menteri Italia tahun 1994 silam. Sungguh cerdik ketika ia memanfaatkan sekian juta fans AC Milan untuk meningkatkan elektabilitasnya.
Salah satu yang paling terkenal adalah pertandingan klasik El Clsico antara Real Madrid versus FC Barcelona selalu tersaji dengan tensi yang panas. Di balik layar, sudah menjadi rahasia umum jika klub asal Catalan (FC Barcelona) tersebut dijadikan alat propaganda oleh rakyat Catalonia untuk merdeka dari Spanyol. Bahkan pertandingan El Clasico tersebut seolah merepresentasikan pertarungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Di Indonesia, dibanding propaganda, politik dalam sepakbola lebih banyak digunakan sebagai media komunikasi politik, terlebih lagi dalam tingkatan daerah. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk menunjang segala kebutuhan klub yang berlaga di Liga Indonesia. Secara tidak langsung, untuk mengembangkan popularitas dan elektabilitas, seorang Kepala Daerah menjadikan klub tersebut sebagai medium komunikasi politiknya.
Propaganda dalam dinamika sepakbola Indonesia juga terimplementasikan dalam bentuk solidaritas politik terhadap isu politis. Terjadi dalam pertandingan Indonesia vs Malaysia yang terjadi di Stadion Manahan Solo (2016), ketika koreografi suporter Indonesia yang menampilkan tulisan "GARUDA" sesaat kemudian berubah menjadi bendera Palestina, salah satu bentuk dukungan masyarakat Indonesia terhadap konflik yang melanda masyarakat Palestina.
Sepakbola pada akhirnya bukan hanya pertandingan 2x45 menit di lapangan hijau, pemahaman tentang sepakbola lebih jauh berkembang beriringan sebagai medium individu atau kelompok dalam menjadikannya sebagai medium propaganda politik serta isu-isu politis.
Referensi
Budianto, Heri. (2011). Media dan Komunikasi Politik. Jakarta: Puskombis Universitas Mercu Buana,Aspikom dan Buku Litera.
Franklin Foer. (2017). Memahami Dunia Lewat Sepakbola. Tangerang: Marjin Kiri.
Nasution, N.R.S. (2017). Sepakbola sebagai Alat Propaganda Politik (FC Barcelona dan Perjuangan Kemerdekaan Catalonia. (Skripsi) Universitas Sumatera Utara.