Lihat ke Halaman Asli

Hilal Ahmad

Mahasiswa

Evaluasi Bisnis Keluarga: Pengaruh Problem Internal terhadap Keberlangsungan Perusahaan

Diperbarui: 20 April 2024   20:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bisnis keluarga merupakan salah satu penunjang ekonomi terbesar di Indonesia saat ini. Menurut Thomas Zellweger (2017) dalam Agustina (2023), pada bisnis keluarga terdapat dua hal yang menjadi perbedaan utama dalam bisnis keluarga dan bisnis non-keluarga. Yang pertama meruapakan kepemilikan dari bisnis tersebut. Sebuah perusahaan dapat diklasifikasikan menjadi perusahaan keluarga apabila kepemilikan dalam perusahaan sebagian besar dimiliki oleh anggota keluarga. Kedua yaitu keterlibatan anggota keluarga dalam tingkat manajemen perusahaan bisnis keluarga. Perusahaan dengan tingkatan mikro, kecil, dan menengah biasanya anggota keluarga menempati posisi pemimpin puncak, serperti manajer yang dapat ditafsirkan bahwa pengendalian atas pengelolaan perusahaan masih dipegang penuh oleh keluarga. Tetapi, pada perusahaan keluarga yang sudah besar dan publik, keikutsertaan anggota keluarga bukan menjadi prioritas dalam tingkat manajerial perusahaan.

Banyak bisnis keluarga yang gagal dalam transisi ke generasi selanjutnya. Menurut studi yang dilakukan oleh Family Firm Institute untuk the Family Business  Review dalam Agustina (2023) diketahui bahwa hanya 30% dari seluruh perusahaan keluarga yang bertahan pada masa transisi generasi kedua, kemudian ada 12% perusahaan keluarga yang mampu bertahan pada generasi ketiga dan 3% saja yang memiliki kemampuan berkembang sampai generasi keempat hingga seterusnya. Contoh perusahaan yang berhasil bertahan dan berkembang hingga generasi kelima adalah Robinson Lumber Company, perusahaan industri kayu yang mampu bertahan hingga saat ini sejak tahun 1893. Kesuksesan perusahaan tersebut utamanya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kemampuannya untuk mempertahankan visi perusahaan dalam keberlangsungan jangka panjang dibanding perolehan keuntungan jangka pendek. Selain itu, perusahaan juga mampu mengelola aset dengan menjaga stabilitas modal perusahaan dengan akumulasi utang yang rendah. Di sisi lain, usaha ayam goreng Suharti tak mampu bertahan setelah 30 tahun berdiri akibat perceraian dari pendiri bisnis tersebut. Perbedaan kepentingan dan visi membuat bisnis ayam goreng Suharti mengalami pertikaian yang menjadikan perusahaan terbagi menjadi dua formasi yang berbeda.

Dalam keberlangsungan bisnis keluarga, kedua kasus di atas menunjukkan bahwa faktor utama kegagalan transisi kepemimpinan antar-generasi dalam perusahaan berasal dari aspek internalnya. Dalam artian, perusahaan dengan visi dan strategi terstruktur dan keselarasan kepentingan antar anggota berpengaruh signifikan dalam keberlanjutan perusahaan. Meski demikian, aspek eksternal juga memiliki peranan krusial seperti permintaan pasar.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline