Sebagai tempat berteduh, untuk hatiku yang tak lagi bisa merasa.
Karna sejak saat itu, usai kau hancurkan hatiku hingga ke titik paling nihil, aku tak lagi bisa merasa.
Sejak saat itu, hatiku hanya tinggal nama, ia tak lagi mampu mengenali apa itu bahagia dan pilu? Senang dan sedih? Suka dan duka? Apa itu?!
Hatiku yang tuna rasa! Menyodorkanku akan ribuan rasa yang kini tak mampu kukenali lagi!
Aku ingin menangis, tapi bagaimana bisa?! Jika airmataku pun kini tak lagi menemukan tempat untuk kujatuhkan melepas segala kepahitan!
Airmata hanya mampu mengendap dan membanjiri hati yang terkatung-katung terbawa arus rasa yang tak bernama😢
Entah sudah berapa kali aku habiskan waktu untuk menunggu dan membersamaimu yang ternyata tega dengan tanganmu sendiri menghancurkanku hingga di titik paling rendah!
Entah sudah berapa banyak maaf kuberi? Mungkin, sebanyak itu pula pengkhianatan yang kuperoleh!
Tahukah kamu? Setiap hari, aku hanya bisa menyalahkan diri sendiri dan berulangkali berkaca, mencari, di manakah letak kesalahan dan kekeliruanku selama ini?!
Maka di manakah letak kesalahanku?!
Mungkinkah satu-satunya kesalahan terbesarku adalah sebab aku begitu mencintaimu? Sebab aku begitu percaya? Sebab aku begitu jatuh! Jatuh padamu, seorang yang bahkan masih bisa tertawa terbahak-bahak tatkala aku hanya mampu tersentak melihat betapa lihainya kamu memainkan hatiku serupa mainan yang tak bernyawa!
Lalu kenapa? Kenapa harus hatiku yang kau pilih? Kenapa? Kenapa kau tanam dan sirami hati ini dengan kasih dan sayang, jika pada akhirnya ketika berbuah kau injak-injak dan remukkan dengan kejamnya hingga tak tersisa sedikitpun! Kenapa? Tidakkah kau ingat?! Hati yang dahulu penuh cinta dan kasih itu, kini telah menjelma menjadi hati yang tinggal nama, tanpa rasa! Kelam dan kelabu, itulah wujud hatiku kini!
Hati yang tuna rasa😌
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H