Kasus sengketa lahan di Mesuji, Lampung. Konflik ini terjadi karena sengketa wilayah antara masyarakat dengan PT. Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI) yang berlokasi tidak jauh dari Mesuji. Awalnya, PT. BSMI mendapatkan izin lokasi seluas 10.000 hektar kebun inti dan 7.000 hektar kebun plasma di kawasan Mesuji. Warga pun tak terima karena wilayah itu menerobos batas wilayah ke tanah masyarakat karena dapat menimbulkan beberapa kerugian baik langsung maupun tidak langsung bagi warga sekitar salah satunya ialah kerusakan lingkungan yang berdampak negatif pada ekosistem lokal.
Konflik ini menimbulkan ketegangan dan memanas dikarenakan adanya warga lokal yang kedapatan menjarah kelapa sawit di kebun PT. BSMI. Hal tersebut menjadi laporan di Polsek setempat dan anggota kepolisian menanggapi dengan mendatangi lokasi kebun namun dihadang oleh warga setempat karena menganggap warga lokal hilang di perusahaan tersebut. Belum adanya informasi yang jelas, mereka sudah anarkis dan mendatangi perusahaan. Akibat peristiwa anarkis tersebut, sekiranya 10 orang terluka bahkan tewas.
Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) melihat masalah konflik di Mesuji tak pernah jauh dari masalah agraria. Konflik PT.BSMI ini hanya salah satu dari konflik agraria yang pernah terjadi, hal serupa di wilayah Mekar Jaya Abadi KHP Register 45 SBM.
Manajemen PT. BSMI dianggap arogan dan tidak pernah membuka dialog dengan warga serta Direktur Utama PT. BSMI di Singapura sulit dihubungi meskipun sudah beberapa kali diupayakan.
Masyarakat memiliki hak-hak atas wilayahnya dan sumber daya alam di sekitar tempat tinggal warga. Konflik ini menitikberatkan perlunya perlindungan hak-hak masyarakat dan lingkungan hidup berkelanjutan. Terlebih pemerintah seharusnya menghindari mengutus aparat yang represif namun lembaga-lembaga yang terkait masalah agraria juga yang justru harus dilibatkan.
Penting untuk memastikan bahwa proses perizinan dan pengelolaan lahan dilakukan secara transparan, adil, dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Perlindungan terhadap hak-hak tanah masyarakat adat atau masyarakat lokal serta penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan atau hak asasi manusia juga perlu diperhatikan agar terhindar dari konflik kesalahpahaman.
Pemerintah perlu memfasilitasi dialog solusi antara perusahaan dan warga. Terlepas dari itu, semua pihak terlibat harus menyetujui setiap hal yang terkesan kesepakatan agar terhindar dari konflik dan dapat menjadi solusi jangka panjang agar hal serupa tidak terulang serta pemerintah maupun perusahaan dapat damai berdampingan dengan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H