Pemahaman akan konsep Second City atau "Kota Kedua" merupakan suatu wilayah yang menjadi penyangga wilayah utama dengan ciri fisik perkotaan yang hampir mirip dengan kota utama. Penerapan konsep Second City biasanya digunakan untuk membentuk pusat pertumbuhan baru di luar pusat pertumbuhan utama guna menyamaratakan pembangunan di segala bidang, baik ekonomi, sosial, maupun fisik.
Banyuwangi sebagai kabupaten terluas di Pulau Jawa membentang dari Semenanjung Blambangan hingga Pegunungan Raung-Ijen. Besarnya luas wilayah tersebut menyebabkan pembangunan kota tidak harus terpusat untuk mencapai kesenjangan sosial.
Saat ini, ibu kota Kabupaten Banyuwangi cenderung berada di wilayah utara. Kawasan perkotaan Banyuwangi menjadi pusat perdagangan dan jasa sekaligus pusat pemerintahan dan pelayanan. Akan tetapi, kondisi ini dapat menyebabkan kesenjangan yang tinggi antar wilayah di Kabupaten Banyuwangi karena jauhnya jarak yang harus ditempuh untuk mendapatkan akses pemerintahan, khususnya dari wilayah selatan.
Bayangkan saja untuk mengurus administrasi, masyarakat Desa Sarongan yang menjadi salah satu kawasan paling luar di Kecamatan Pesanggaran harus menempuh jarak sepanjang 78 km. jarak tersebut tergolong sangat panjang ditambah dengan aksesibilitas wilayah yang kurang memadai dan kontur yang bergunung-gunung.
Hal ini mendorong pemerintah membentuk perkotaan baru guna menjadi pusat fasilitas dan perdagangan jasa modern lain di luar Kota Banyuwangi. Kawasan ini menjadi titik temu antara tiga jalur penghubung bagian selatan, utara, dan timur Banyuwangi (apabila dari Jember). Pusat tersebut saat ini dikenal sebagai Kota Genteng yang merupakan bagian dari Kecamatan Genteng.
Kota Genteng sendiri merujuk pada wilayah pusat Kecamatan Genteng yang dilewati jalur nasional penghubung Surabaya-Bali serta jalur provinsi penghubung Genteng-Banyuwangi. Kawasan perkotaan ini berada di Desa Gentengkulon dan Desa Gentengwetan. Ciri fisik perkotaan dapat terlihat melalui kepadatan bangunan, keramaian aktivitas masyarakat, kondisi jalan, dan estetika kota.
Kawasan Genteng telah berkembang sejak zaman Hindia-Belanda yang menjadikan genteng sebagai salah satu onderafdeling atau kewedanan. Genteng menjadi pusat pemerintahan bagi perkebunan belanda di bagian barat Benyuwangi. Hingga saat ini, Genteng menjadi Kecamatan yang terus berkembang, baik dalam aspek fisik maupun nonfisik.
Kondisi tersebut mendorong Genteng dijadikan sebagai PKL (Pusat Kegiatan Lokal) dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kabupaten Banyuwangi. Dalam data BPS Kabupaten Banyuwangi kelengkapan fasilitas di Kecamatan Genteng cukup mumpuni dibandingkan kecamatan lain di Banyuwangi. Hal ini mendorong Genteng disebut sebagai Second City atau "Kota Kedua" di Banyuwangi.
Salah satu pembangunan yang menjadikan Genteng sebagai Second City adalah Pasar Pelayanan Publik di Pasar Getengkulon yang menjadi unit pelayanan publik pertama yang terintegrasi dengan pasar tradisional. Kondisi ini menyebabkan akses terhadap pengurusan dokumen lebih cepat dan efisien, khususnya dari wilayah selatan. Selain itu, terdapat juga RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) Genteng di Gentengwetan yang menjadi salah satu pusat pelayanan kesehatan di bagian barat Banyuwangi.
Dalam keterkaitannya dengan ekonomi regional, keberadaan fasilitas penunjang yang cukup lengkap mendorong berdirinya fasilitas penunjang lain, khususnya sarana perdagangan dan jasa. Sebagai pusat pelayanan ke-2 di Banyuwangi, pertumbuhan perdagangan dan jasa di Genteng cukup signifikan.
Saat ini, terdapat dua pusat perdagangan besar di Kecamatan Genteng, yaitu Sun East Mall dan KDS Department Store. Selain itu, terdapat perdagangan dan jasa deret yang membentang di sepanjang Jalan Gajah Mada. Perdagangan dan jasa deret tersebut sangat berkontribusi terhadap sirkulasi ekonomi penduduk Genteng sehingga seringkali terdapat penumpukan aktivitas saat jam-jam sibuk.