Kata Muncar mungkin tidak asing bagi orang berumur 40-an. Daerah penghasil ikan terbesar kedua di Indonesia ini dikenalkan sebagai sentra penangkapan ikan di buku-buku pelajaran era orde baru. Nama Muncar seringkali dikaitkan dengan aromanya yang khas dan aktivitas ekonomi masyarakatnya yang tak pernah sepi. Dari zaman kolonial hingga sekarang Muncar masih mempertahankan eksistensinya sebagai salah satu daerah penghasil ikan terbesar di Indonesia.
Kecamatan Muncar terletak di bagian timur Kabupaten Banyuwangi berbatasan dengan Selat Bali dan berada di daerah Teluk Pangpang bagian barat Tanjung Sembulungan. Kecamatan ini menyumbang 7,96 % dari total 1,7 juta populasi penduduk di Banyuwangi di 2021 yang menjadikannya sebagai kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar di Banyuwangi. Tak heran bila aktivitas masyarakat di Muncar tidak pernah padam. Pada 2009 Kecamatan Muncar resmi menjadi Kawasan Minapolitan, yaitu pembangunan kawasan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan akselerasi.
Pada satu dekade terakhir, Kecamatan Muncar berkembang sebagai kawasan yang lebih besar dan ramai. Pembangunan pelabuhan perikanan terbesar ke-2 di Indonesia turut menambah ikon dan daya tarik dari kecamatan ini. Ratusan miliar anggaran digelontorkan untuk penataan ulang dan pembangunan infrastruktur di Kecamatan Muncar. Namun, rupanya perkembangan tersebut membawa dampak negatif bagi perekonomian masyarakat dan ekologi di perairan Muncar.
Kelestarian laut dan ekosistem di dalamnya menjadi terganggu setelah mega proyek ini dilakukan. Nelayan kini mulai susah untuk menangkap ikan karena biasanya cakupan wilayah penangkapan hanya sampai ke balik Tanjung Sembulungan, namun kini mereka harus merambah ke Selat Bali ataupun batas Samudra Hindia di selatan. Mereka mengaku bila dibandingkan dengan dua puluh tahun terakhir, selisih jumlah ikan yang ditangkap sangatlah jauh menurun. Tentu saja, hal ini terjadi karena overfishing yang dilakukan nelayan di awal dekade 2010.
Limbah rumah tangga yang mencemari sungai dan berakhir di laut juga menjadi salah satu faktor penyebab tercemarnya perairan Muncar. Pembangunan kawasan industri perikanan yang kurang memperhatikan lingkungan dengan limbahnya yang tidak diolah sebelum dibuang juga menyebabkan Laut Muncar mengalami degradasi. Hal ini berdampak pada kerusakan habitat ikan dan mengakibatkan migrasi ikan ke tempat lain.
Ditambah kini harga BBM mengalami kenaikan dan membutuhkan persyaratan tertentu untuk mendapatkannya, menyebabkan para nelayan mulai enggan melaut karena modal yang dikeluarkan bertambah. Selain itu, banyak kapal di Muncar hanya menjadi hiasan di dermaga, dari ratusan kapal yang berjajar hanya beberapa kapal yang aktif melaut tiap harinya. Perubahan iklim dan pemanasan global turut berpengaruh terhadap menurunnya hasil tangkapan nelayan di Muncar. Cuaca yang tak menentu dan kenaikan muka air laut menyebabkan nelayan harus berpikir dua kali ketika ingin melaut. Akibatnya, terjadi penurunan pendapatan perkapita para nelayan yang juga berpengaruh pada penurunan PDRB Kabupaten Banyuwangi di sektor perikanan.
Pada tahun 2021 jumlah produksi perikanan tangkap di Kabupaten Banyuwangi sebesar 43.575,10 ton dengan jumlah terbanyak yaitu perikanan laut sebanyak 41.647,10 ton. Kecamatan Muncar menjadi daerah dengan produksi perikanan tangkap tertinggi yaitu sebesar 19.696,50 ton. Jumlahnya menurun dari tahun 2020 yang menyentuh angka 23.641,40 ton dan 2019 yang menyentuh angka 61.826,90 ton. Hal ini menunjukkan kondisi sektor perikanan Kecamatan Muncar yang relatif menurun tiap tahunnya.
Dalam hal ini perlu adanya inovasi dari masyarakat maupun pemerintah untuk menghidupkan kembali perekonomian di Muncar. Beberapa sektor dapat dikembangkan untuk menjadi pundi-pundi ekonomi bagi masyarakat sekitar. Sektor pariwisata contohnya, selain sebagai tempat berlabuhnya kapal-kapal nelayan, Pelabuhan Perikanan Muncar dapat menjadi tempat rekreasi keluarga. Meski tidak dapat dijadikan sebagai pariwisata bahari, luas dan panorama dari pelabuhan ini dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Mengingat letaknya berada di Ujung Timur Pulau Jawa, sehingga wisatawan dapat menikmati sunrise pada pagi hari serta melihat langsung aktivitas ekonomi dan kultur masyarakat Muncar.
Selain sebagai tempat pariwisata, Pelabuhan Muncar juga dapat difungsikan sebagai tempat penyelenggaraan festival berskala nasional. Petik Laut yang merupakan acara rutin tiap tahun di seluruh pantai di Pulau Jawa juga menjadi tradisi tahunan di Pelabuhan ini. Selama dua minggu sebelum tradisi Petik Laut dilaksanakan, akan digelar Pasar Malam yang mendatangkan ribuan pengunjung tiap harinya. Tentunya hal ini menyebabkan masyarakat sekitar berbondong-bondong untuk berjualan dan menjajakan produknya sebagai pundi-pundi rupiah, meskiun hanya untuk sementara. Namun, nyatanya hal ini memiliki tickle down effect ke sektor-sektor lainnya.
Daerah wisata di Muncar tidak sebatas pelabuhannya saja, namun pantai-pantai sekitarnya juga dapat dikembangkan menjadi objek wisata. Terhitung beberapa pantai di Muncar dapat menjadi wisata unggulan bagi daerah ini, seperti Pantai Gumuk Kantong, Pantai Satelit, dan Kawasan Konservasi Mangrove Teluk Pangpang. Nantinya wisata-wisata ini dapat menyerap tenaga kerja baik di bagian pengelolaan, pelayanan maupun bidang kulinernya.