Teman-teman, penjelasan mengenai stunting melalui perubahan.
Menurut WHO (world health organization) 2015 menyatakan bahwa stunting merupakan permasalahan pertumbuhan dan perkembangan anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, dengan adanya indikasi panjang atau tinggi badannya di bawah standar.
Kemudian dilansir oleh WHO pada tahun 2020 menjelaskan bahwa stunting merupakan keadaan dimana tubuh anak pendek bahkan sampai sangat pendek berdasarkan tinggi badan menurut usia yang kurang dari 2 standar deviasi (SD), di bawah median tinggi badan populasi atau panjang anak pada umumnya, referensi media ini telah ditetapkan secara internasional.
Apakah semua anak usia dini yang pendek berarti stunting?
Perlu di pahami bahwa tidak semua anak usia dini yang pendek berarti stunting, perlu adanya observasi dan pengecekan pada dokter anak, kita sebagai orang tua sebaiknya tidak gegabah untuk mendiagonosa sendiri keadaan anak, tetapi memang anak yang stunting sudah bisa dipastikan ia akan memiliki tubuh yang relatif lebih pendek dari anak seusianya.
Menurut Beal 2018 menjelaskan bahwa stunting ialah keadaan yang menggambarkan anak yang memiliki kondisi kurang gizi, biasanya terjadi dalam jangka waktu yang relatif lama dan membutuhkan masa pemulihan yang cukup panjang.
Stunting juga berkaitan dengan tumbuh kembang anak, pengaruh stunting dalam tumbuh kembang anak sangat besar. Anak dengan keadaan stunting mempunyai kegiatan motorik yang lemah, perkembangan motorik dan mental yang terlambat dan kemampuan kognitif yang terhambat.
Dampak masalah stunting di Indonesia:
- Dampak kesehatan, di tandai dengan berat lahir rendah, kecil, pendek serta kurus. sehingga pada saat menginjak usia dewasa memiliki resiko penyakit seperti diabetes, abestitas, stroke, penyakit jantung dsb.
- Dampak ekonomi, menimbulkan kerugian dalam bidang ekonomi setiap tahunnya.
Awal mula terjadinya stunting adalah ...
- Asupan kalori yang tidak seimbang, penyebab ini bisa terjadi dikarenakan faktor kemiskinan, kurangnya pengetahuan orang tua terhadap pemberian asi yang cukup, peranan protein hewani yang terkandung dalam MPASI, terjadi pola asuh yang kurang baik, pengaruh budaya lingkungan sekitar, tidak adanya ketersediaan bahan makanan di lingkungan setempat.
- Kebutuhan yang relatif meningkat, seperti anak yang memiliki keturunan penyakit jantung, alergi terhadap susu sapi, kelainan terhadap metabolisme bawaan, terjadinya infeksi kronik yang disebabkan oleh kebersihan personal dan lingkungan yang kurang mendukung.