Lihat ke Halaman Asli

Keluhan Manja Soal Penutupan Pintu Barat St. Tangerang

Diperbarui: 21 September 2016   08:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

penampakan pintu barat setelah ditutup

Sejak sabtu, warga Kota Tangerang banyak yang melontarkan keluhan-keluhan manja soal penutupan pintu barat Stasiun Tangerang. Termasuk saya. Ini bukan sekedar iseng ikut-ikutan lho. Tapi saya memang merasa perlu menyuarakan isi hati saya. Kasihan si hati, kalau bukan saya siapa lagi yang menyuarakan? Iya, kan? Jadi, kemarin saya sudah ngetweet keluhan manja saya dengan mention akun resmi pemkot dan juga pihak Commuter Line. 4 cuitan saya cuma dibalas 1 cuitan yang mengatakan akan segera menyampaikan cuitan saya tadi kepada dinas terkait. Tapi ya gak apa-apa lah. Yang penting udah dibalas.

Jadi begini, saya pribadi lebih senang masuk stasiun lewat pintu barat karena terasa lebih dekat. Saya biasa naik angkot satu kali sampai di perempatan lampu merah Lepisi. Lalu lanjut jalan kaki sampai stasiun. Hemat ongkos dan waktu. Karena kalau mau turun langsung depan (atau benar-benar dekat) stasiun, harus naik angkot satu kali lagi tapi memutar jauh. Lalu setelah pintu barat ditutup, saya harus berjalan beberapa meter lagi untuk masuk stasiun. Sejujurnya gak masalah sih, itung-itung olahraga biar kurus. Tapi kalau lagi apes kesiangan, jarak yang jauh bisa bikin ngomel-ngomel sepanjang jalan. Abang tukang becak aja bisa tau-tau kena omel.

Selain soal jarak dan waktu tempuh, ada hal lain yang menstimulus saya mengeluarkan keluhan manja. Salah satunya karena sudah terlanjur dimanjakan oleh si pintu barat ini dengan fasilitas-fasilitas yang mumpuni. Area masuk ke stasiun yang luas sehingga lebih nyaman dibandingkan yang lama dulu. Gate elektronik yang lebih banyak. Mesin ATM. Bahkan vending machine yang hanya bisa ditemui di beberapa stasiun saja.

Dan semua fasilitas yang saya sebut itu gak ada di pintu timur sodara-sodara. Gate elektronik yang cuma empat biji. Ga ada vending machine. Dan semua penumpang yang keluar-masuk stasiun harus melewati empat gate elektronik ini. Saya cerita sedikit ya, saya pernah pulang ke Tangerang dari Pasar Minggu saat hari libur. Sampai di stasiun tangerang, stasiun sudah penuh sesak oleh lautan manusia. Kebanyakan ibu-ibu yang sedang gendong anak. Untuk keluar dari stasiun juga butuh perjuangan. Karena semua area stasiun rasanya dipakai buat antre. Antrean di loket, antrean masuk melewati gate elektronik, dan antrean di vending machine. Area stasiun di pintu barat yang lebih luas dengan fasilitas yang lebih banyak saja penuhnya udah ampun-ampunan kayak gitu. Gimana kondisi di pintu timur dengan fasilitas yang masih minim begitu saat hari libur?

Kalau soal kemacetan, ya memang sih jalan depan Masjid Agung jadi macet. Cuma yang jadi pertanyaan saya, pernahkan disana macet sampai mobil/motor gak bisa maju sampai berjam-jam? Setiap lewat sana, saya sih gak pernah mengalami sampai kayak gitu. Gak tahu lagi kalau pernah ada yang ngalami. Sekedar informasi, saya pernah mengantar ibu saya ke Pasar Anyar lewat pintu timur stasiun. Dan persis didepan stasiun macet. Ulah siapa lagi kalau bukan angkot yang ngetem nyari penumpang. So, setelah pintu timur dijadikan akses keluar-masuk seluruh penumpang KRL, titik kemacetan pindah ke Pasar Anyar. Jadi, kalau saya bisa bilang sih, penutupan pintu barat hanya memindahkan kemacetan, bukan jadi solusi mengurangi kemacetan.

Terus, saya juga mau bilang, mbok ya kalau bikin kebijakan itu juga mikir kepentingan semua orang. Kami pengguna KRL juga kan sama-sama warga Kota Tangerang toh. Pikirlah juga kepentingan kami pada pintu barat stasiun tangerang. Saya malah lebih setuju dengan kebijakan awal: pintu timur jadi pintu keluar dan pintu barat hanya jadi pintu masuk. Pintu utama (pintu barat) stasiun tetap difungsikan tapi tetap dibatasi jadi gak numpuk semua disana. Angkot-angkot yang biasa ngetem pun akan terbagi di dua pintu itu kan. Lah, kok malah sekarang pintu utama yang fasilitasnya udah asik itu benar-benar ditutup. Gak paham saya, Pak! Atau seenggaknya kalau memang pintu timur mau dijadikan sebagai pintu utama, mbok ya dibenahi dulu toh infrastruktur penunjangnya. Gate elektronik ditambah, vending machine dipindah semua, area parkir dibenahi, dan kalau bisa (kalau bisa lho ya) area stasiun dibuat lebih luas nan nyaman. Baru lah pintu barat ditutup sepenuhnya. Gitu kan sama-sama enak, Pak!

Udah gitu aja ngeluh manjanya. Capek juga ternyata. Katanya, pemkot Tangerang sudah mau mempertimbangkan untuk membuka kembali pintu barat. Semoga kebijakan yang muncul nantinya adalah kebijakan yang bisa merangkul semua pihak deh. Kemacetan berkurang, pengguna KRL pun senang.

Salam Damai....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline