Lihat ke Halaman Asli

Pola Asuh Orangtua Otoriter

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

PENDAHULUAN

A.Isu Analisis

Seorang anak berusia 8 tahun yang dibawa orang tuanya menemui konselor untuk mendapatkan pertolongan.Hary adalah seorang siswa kelas 2 SD di sebuah sekolah favorit di kotanya. Hani, kakak Hary juga bersekolah di sekolah yang sama, kelas 5 SD.Orang tua mereka bersedia mengeluarkan biaya sekolah yang sangat besar demi anak-anak mereka bisa diterima dan bersekolah di sana.Dengan bangganya mereka akan memberitahukan bahwa anak-anak mereka bersekolah di sana ketika ada yang menanyakan hal itu.Setelah pulang sekolah, sekitar pukul 3 sore, hampir setiap hari, kecuali hari Rabu, Sabtu, dan Minggu, Hary dan Hani harus mengikuti berbagai kursus lainnya yang ditentukan oleh orang tua mereka.Menurut orang tuanya, sudah beberapa hari ini Hary ngambek tidak mau ke sekolah.Ketika ditanya orang tuanya, Hary tetap diam, tidak mau menjawab.Memang sudah sejak beberapa bulan yang lalu, semenjak sekolah Hary menerapkan program full day school, Hary terlihat sering marah-marah, mudah tersinggung, malas ke sekolah dengan berbagai alasan, dan kalau berangkat ke sekolah rasanya berat sekali.Orang tua Hary kebingungan karena tidak seperti biasanya Hary bersikap demikian.Melalui konseling, akhirnya bisa dipastikan bahwa Hary merasa tertekan karena tuntutan orang tuanya yang terlalu berlebihan. Hary harus menjadi yang terbaik dalam segala.Beberapa kali Hary pernah mengeluhkan hal itu kepada orang tuanya, tetapi sambil disertai dengan omelan, selalu dijawab bahwa semua tuntutan itu demi masa depannya.Karena itu akhirnya Hary memilih diam saja ketika ditanya mengapa dia tidak mau ke sekolah

B.Latar belakang

Dari kasus diatas bahwasanya peran orang tua terhadap sangat penting, orang tua menjadi pemimpin bagi anak-anak, kasus diatas pada dasarnya kemuan orang tua sangat bagus, namun orang tua harus melihat kemampun anaknya bukan semena-mena langsung ini dan itu terhadap anaknya. Dalam dunia psikologi orang tua yang kurang mengerti anaknya dan hanya ingin kemauannya dituruti dinamaiorang tua otoriter.

Pada dasarnya semua orang tua selalu ingin memberikan anaknya baik dan hampir setiap orang tua mengharapkan anaknya menjadi anak yang baik yang sesuai dengan harapan orangtua khususnya dan masyarakat pada umumnya, taat dan patuh pada nilai-nilai yang berlaku bagi masyarakat dan menjadi orang yang bermanfaat baik bagi dirinya, keluarganya dan lingkungannya. Harapan ini mendorong setiap orangtua memberikan yang terbaik untuk anaknya berdasarkan pendapat, pemahaman dan pengetahuannya. Sayangnya hal yang dianggap terbaik oleh orangtua belum tentu menjadi yang terbaik bagi anak-anak mereka karena hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Perbedaan hasil inilah yang seringkali membuat orangtua menjadi bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan karena kurang memahami apa yang menjadi penyebab perbedaan serta kurang mengetahui apa yang diharapkan anak. Oleh karena itu apa yang dianggap baik oleh orangtua menjadi cara atau jalan keluar yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak -anak mereka. Sehingga menurut Hurlock (1993), semakin otoriter pendidikan anak, semakin mendendam anak itu dan tidak patuh secara sengaja. Perilaku menentang sangat besar perannya dalam memburuknya hubungan orangtua dan anak dengan bertambahnya usia anak. Melihat kenyataan di atas maka menilai pola asuh orangtua akan lebih tepat jika digunakan persepsi anak tentang pola asuh yang diterima dari orangtuanya. Pola asuh orangtua dipandang sebagai suatu respon yang di dalamnya terkandung suatu penilaian, kesan, pendapat ataupun perasaan anak terhadap pola asuh orangtua yang diberikan oleh orangtua mereka. Jadi dapatlah dikatakan bahwa persepsi anak terhadap pola asuh orangtua tersebut sifatnya sangat subyektif. Jadi sesungguhnya yang lebih berpengaruh terhadap perkembangan anak adalah bukan hanya pola asuhnya tetapi persepsi anak terhadap pola asuh tersebut, oleh karena itu kebenaran dan ketepatan persepsi ini menjadi hal yang penting untuk diperhatikan.

Maksud Dan Tujuan

1.Memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Konseling

2.Memahami dan menguasai tugas artikel

3.Memperoleh informasi tentang gambaran tentang artikel pola asuh orang tua otoriter

PEMBAHASAN

A.Pembahasan

Orang tua mempunyai peran dan fungsi yang bermacam-macam, salah satunya adalah mendidik anak. Menurut (Edwards, 2006), menyatakan bahwa “Pola asuh merupakan interaksi anak dan orang tua mendidik, membimbing, dan mendisplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat”. Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak adalah bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik. Terlihat bahwa pengasuhan anak menunjuk kepada pendidikan umum yang diterapkan. Pengasuhan terhadap anak berupa suatu proses interaksi antara orang tua dengan anak. Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun mensosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat. Pendampingan orang tua diwujudkan melalui pendidikan cara-cara orang tua dalam mendidik anaknya. Cara orangtua mendidik anak nya disebut sebagai pola pengasuhan. Interaksi anak dengan orang tua, anak cenderung menggunakan cara-cara tertentu yang dianggap palingbaik bagi anak. Disinilah letaknya terjadi beberapa perbedaan dalam pola asuh. Disatu sisi orang tua harus bisa menetukan pola asuh yang tepat dalam mempertimbangkan kebutuhan dan situasi anak, disisi lain sebagai orang tua juga mempunyai keinginan dan harapan untuk membentuk anak menjadi seseorang yang dicita-citakan yang tentunya lebih baik dari orang tuanya (Jas dan Rachmadiana,2004).

Setiap upaya yang dilakuakan dalam mendidik anak, mutlak didahului oleh tampilnya sikap orang tua dalam mengasuh anak meliputi:

1.Perilaku yang patut dicontoh

Artinya setiap perilaku tidak sekedar perilaku yang bersifat mekanik, tetapi harus didasarkan pada kesadaran bahwa perilakunya akan dijadikan lahan peniru dan identifikasi bagi anak-anaknya.

2.Kesadaran diri

Ini juga harus ditularkan pada anak-anak dengan mendororng mereka agar perilaku kesehariannya taat kepada nilai-nilai moral. Oleh sebab itu orang tua senantiasa membantu mereka agar mampu melakukan observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun non verbal tentang perilaku.

3.Komunikasi

Komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan anak-anaknya, terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk memecahkan permasalahanya.

Adapun faktor yang mempengaruhi pola asuh anak adalah: (Edwards, 2006),

a.Pendidikan orang tua

Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawatan anak akan mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan antara lain: terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak, mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak-anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga dan kepercayaan anak. Pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap atau permanen di dalam kebiasaan tingkah laku, pikiran dan sikap. Orang tua yang sudah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak akan lebih siap menjalankan peran asuh, selain itu orang tua akan lebih mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Supartini, 2004).

b.Lingkungan

Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola-pola pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anaknya.

c.Budaya

Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat disekitarnya dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak kearah kematangan. Orang tua mengharapkan kelak anaknya dapat diterima dimasyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan pola asuh terhadap anaknya (Anwar,2000).

Orang tua kadang cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya bersamaan dengan ancaman-ancaman. Misalnya kalau tidak mau menuruti apa yang diperintahkan orang tua atau melanggar peraturan yang dibuat orang tua maka tidak akan diberi uang saku. Orang tua cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan orang tua, maka orang tua tidak segan menghukum anaknya. Orang tua ini juga tidak mengenal kompromi dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah dan orang tua tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.

Menurut Edwards (2006), pola asuh otoriter adalah pengasuhan yang kaku, diktator dan memaksa anak untuk selalu mengikuti perintah orang tua tanpa banyak alasan. Dalam pola asuh ini biasa ditemukan penerapan hukuman fisik dan aturan-aturan tanpa merasa perlu menjelaskan kepada anak apa guna dan alasan di balik aturan tersebut.Orang tua cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya bersamaan dengan ancaman-ancaman. Misalnya kalau tidak mau menuruti apa yang diperintahkan orang tua atau melanggar peraturan yang dibuat orang tua maka tidak akan diberi uang saku. Orang tua cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan orang tua, maka orang tua tidak segan menghukum anaknya. Orang tua ini juga tidak mengenal kompromi dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah dan orang tua tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.

1. Faktor yang mempengaruhi pola asuh otoriter.

Orang tua mungkin berpendapat bahwa anak memang harus mengikuti aturan yang ditetapkannya. Apa pun peraturan yang ditetapkan orang tua semata-mata demi kebaikan anak. Orang tua tak mau repot-repot berpikir bahwa peraturan yang kaku seperti itu justru akan menimbulkan serangkaian efek (Marfuah,2010).

2. Dampak pola asuh otoriter.

Pola asuh otoriter biasanya berdampak buruk pada anak, seperti ia merasa tidak bahagia, ketakutan, tidak terlatih untuk berinisiatif, selalu tegang, tidak mampu menyelesaikan masalah (kemampuan problem solving-nya buruk), kemampuan komunikasinya buruk, kurang berkembangnya rasa sosial, tidak timbul kreatif dan keberanianya untuk mengambil keputusan atau berinisiatif, gemar menetang, suka melanggar norma, kepribadian lemah dan menarik diri. Anak yang hidup dalam suasana keluarga yang otoriter akan menghambat kepribadian dan kedewasaannya (Marfuah,2010).

3. Upaya dalam menyikapi pola asuh otoriter.

Menurut Edwards (2006), Seharusnya orang tua mengajari anak-anak

mereka dengan empat cara:

a. Memberi contoh. Cara utama untuk mengajari remaja adalah melalui contoh . Remaja sering kali mudah menyerap apa yang kita lakukan disbanding dengan apa yang kita katakana. Jika kita mengatakan untuk berbicara dengan sopan kepada orang lain, tetapi kita masih berbicara kasar kepada mereka, kita telah menyangkal diri kita sendiri. Perbuatan lebih berpengaruh dibandingkan dengan kata-kata.

b. Respon positif. Cara kedua untuk mengajari remaja adalah melalui respon positif mengenai sikap mereka. Jika kita mengatakan kepada remaja betapa orang tua menghargai mereka karena telah mengikuti nasehat orang tua, mereka akan mengulangi sikap tersebut.

c. Tidak ada respons. Orang tua juga mengajari remaja dengan cara mengabaikan sikap. Sikap-sikap yang tidak direspon pada akhirnya cenderung tidak diulangi. Dengan kata lain, mengabaikan perilaku tertentu bisa jadi mengulani perilaku tersebut, khususnya jika perilaku-perilaku tersebut bersifat mengganggu.

d. Hukuman. Menggunakan hukuman yang relative ringan secara konsisten, seperti menghilangkan hak istimewa atau melarang kegiatan yang sedang dilakukan, bisa jadi cukup efektif dalam menghadapi sikap yang sulit dikendalikan. Namun bahkan hukuman ringan tidak boleh mengalahkan penggunaan pendekatan pengajaran yang lebih positif.

KESIMPULAN DAN SARAN

Menurut Hamidah (2002), hampir setiap orangtua mengharapkan anaknya menjadi anak yang baik yang sesuai dengan harapan orangtua khususnya dan masyarakat pada umumnya, taat dan patuh pada nilai – nilai yang berlaku bagi masyarakat dan menjadi orang yang bermanfaat baik bagi dirinya, keluarganya dan lingkungannya. Harapan ini mendorong setiap orangtua memberikan yang terbaik untuk anaknya berdasarkan pendapat, pemahaman dan pengetahuannya. Pola assuh orang tua ini adalah otoriter sehigga anaknya tidak mengikuti kemauan orang tuanya. Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat disekitarnya dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak kearah kematangan. Orang tua mengharapkan kelak anaknya dapat diterima dimasyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan pola asuh terhadap anaknya .Orang tua cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya bersamaan dengan ancaman-ancaman. Misalnya kalau tidak mau menuruti apa yang diperintahkan orang tua atau melanggar peraturan yang dibuat orang tua maka tidak akan diberi uang saku. Orang tua cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan orang tua, maka orang tua tidak segan menghukum anaknya. Orang tua ini juga tidak mengenal kompromi dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah dan orang tua tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.

SARAN

Setiap upaya yang dilakuakan dalam mendidik anak, mutlak didahului oleh tampilnya sikap orang tua dalam mengasuh anak meliputi:

·Perilaku yang patut dicontoh

Artinya setiap perilaku tidak sekedar perilaku yang bersifat mekanik, tetapi harus didasarkan pada kesadaran bahwa perilakunya akan dijadikan lahan peniru dan identifikasi bagi anak-anaknya.

·Kesadaran diri

Ini juga harus ditularkan pada anak-anak dengan mendororng mereka agar perilaku kesehariannya taat kepada nilai-nilai moral. Oleh sebab itu orang tua senantiasa membantu mereka agar mampu melakukan observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun non verbal tentang perilaku.

·Komunikasi

Komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan anak-anaknya, terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk memecahkan permasalahanya.

DAFTRAR PUSTAKA

Asmaliyah. (2009). Hubungan antara persepsi remaja awal terhadap ola asuh
orangtua otoriter dengan motivasi berprestasi di SMPN 13 Malang. Tidak
diterbitkan
. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Fortuna. F. (2008). Hubungan pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada
remaja
: Jurnal Psikologi. Tidak diterbitkan. Jakarta: Universitas Gunadarma.

Hamidah. 2002. Perbedaan Kepekaan Sosial Ditinjau Berdasarkan Persepsi
Remaja Terhadap Pola Asuh Orangtua pada Remaja di Jawa Timur
.
Jurnal: Insan. Vol.4. No.3.132 – 160.

Hurlock, E.B. 1993. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

Marini, L., & Andriani, E. (2005). Perbedaan Aserivitas remaja ditinjau dari pola
asuh orangtua.
Psikologia, 1(2), 46-53.

Santosa, J. 1999. Peran Orangtua dalam Mengajarkan Asertivitas pada Remaja.
Jurnal:Anima. Vol.15. No. 1. 83 – 91.

Santrock, J. W. (2008). Life-Span Development. New York: Mc Graw Hill

Santrock, J. W. (2009). Psikologi Pendidikan (D. Angelica, Penerj.) Jakarta:
Salemba Humanika.

Santrock, J.W. 2003. Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.

Sarwono, W. S. (2009). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali pers.

Sianawati dkk. 1992. Taraf Perkembangan Moral Remaja Ditinjau Dari Pola Asuh
Orangtua.
Jurnal: Anima. Vol. VII. No. 27, April – Juni 1992.

Indrawati, T. 1995. Peranan Keluarga Memandu Anak. Jakarta: CV. Rajawali.

Yuliantiana. B. (2012). Hubungan Gaya Komunikasi dengan Self Esteem pada
Tuna Rungu Dewasa Muda
. Tidak diterbitkan. Jakarta: Binus University.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline