Lihat ke Halaman Asli

Distorsi Histori Basi!

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Inqilabi

Bi tidak mengerti, mengapa bapak ibunya menamainya dengan sesuatu seaneh itu. Bah, iqilabi! Tak ada Bi mendengar seseorang bernama demikian. Seperti juga tak ada yang tak heran ketika Bi menyebutkan namanya. Selalu saja ia mesti mengulangi menyebut namanya dengan penekanan dan pengerasan suara.

Bi tidak mengerti, tapi bodohnya tak pernah pula ia mengkonfirmasi ke bapak ibunya terkait namanya itu. Sampai suatu ketika ibunya bertanya.

“Kenapa bapak menamaimu Inqilabi, tak pernah Bi penasaran dengan itu?”

“Iya Bu, penasaran banget malah. Semuanya heran dengan nama Bi”

“Bapak baru belajar Bahasa Arab waktu Ibu mengandungmu. Suatu hari, Bapak datang dari tempat ngajinya itu dengan wajah berbinar dan ketergesaan yang menimbulkan rasa penasaran”

“Ternyata?”

“Bapak bilang ke Ibu”, Ibu berhenti sejenak membayangkan detil moment saat itu. “Inqilaby, nama yang paling sesuai dengan anak pertama kita ini. Maknanya luar biasa, tak perlu dik Sarah kuatir”.

“Apa hebatnya nama itu Bu?”

“Inqilabi artinya revolusi. Asal Bi tahu, sejarah pernikahan bapak dan ibu diwarnai revolusi kecil-kecilan skala keluarga besar kita. Bapak ibu menikah tanpa disandingkan di pelaminan, tak sepertilayaknya pernikahan umumnya. Bapak dan ibu menolak keras segala ritual adat dan pernik-pernik pesta yang menjadi ‘kewajiban’ di pernikahan lainnya. Ibu menolak dirias dengan riasan yang memalingkan dan berlebihan. Hasilnya, hampir semua anggota keluarga menggerutu dan berbisik di belakang kakek nenekmu”.

Bi masih ngobrol panjang dengan ibunya setelah itu, tak perlulah kita menuliskan detilnya disini. Namun, sejak itu Bi jadi bangga dengan namanya. Sebuah revolusi, yang diilhami ‘pemberontakan’ akan kebiasaan yang usang, untuk mempertahankan syariat yang sudah digariskanNya. Begitu dahsyat makna dari namanya yang aneh. Inqilabi!

Bi jadi sadar bahwa penting bagi kita untuk mengetahui sejarah di balik sesuatu. Dan penting pula untuk mengetahui sejarah yang shahih sehingga shahih pula penyikapan akan sesuatu tersebut. Jika membahas sejarah, maka bulan Mei adalah bulan bersejarah bagi negeri ini. Ada dua moment penting dari bulan ini termasuk di dalamnya adalah hari kebangkitan. Kebangkitan selalu berefek positif buat Bi. Ketika terucap kata itu dari mulut siapapun, selalu adrenalinnya berdesir, meluap dengan semangat yang menggebu dengan hasrat akan kebangkitan. Bi sudah tamat menyaksikan keterpurukan negeri ripah loh jinawi ini. Ada di semua bidang, dan tak pernah terselesaikan. Maka, sebuah kebangkitan dirasa sangat penting bagi Bi untuk negeri ini. Dan meminjam namanya, negeri ini sangat membutuhkan sebuah inqilabi^_^.

Hari kebangkitan, selalu diidentikkan dengan dengan sebuah gerakan yakni gerakan Boedi Oetomo. Hubungan ini tampak nyata karena disematkannya tanggal berdirinya Boedi Oetomo yakni 20 Mei sebagaihari kebangkitan. Bi jadi bertanya-tanya, seperti apa sih gerakan kebangkitan Boedi Oetomo?

Pas banget, kemarin Bi nemu sebuah artikel yang bahas gerakan ini.Boedi Oetomo, seperti ditulis oleh Savitri Scherer dalam thesisnya di Universitas Cornell Amerika Serikat adalah sebuah gerakan sosial yang bertujuan untuk menggalang kerjasama guna memajukan tanah dan bangsa Jawa dan Madura secara harmonis. Kalo dilihat dari tujuannya sebenarnya agak janggal kalo hari kebangkitan disematkan pada kelahiran organisasi ini karena ruang lingkupnya hanya golongan Jawa dan Madura. Sementara kalo kebangkitan yang dimaksudkan oleh Negara Indonesia adalah kebangkitan seluruhnya. Jadi, harusnya orang-orang Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan kepulauan lainnya tidak perlu ikut merayakan hari kebangkitan J

Ditambah lagi berdasarkan KH Firdaus AN, Boedi Oetomo tidak memiliki andil sedikitpun dalam perjuangan kemerdekaan karena mereka terdiri atas para pegawai negeri yang digaji Belanda untuk mempertahankan penjajahan atas Indonesia. Begitupun Boedi Oetomo tidak turut andil pula dalam mengantarkan Indonesia pada gerbang kemerdekaan karena dia sudah bubar sejak tahun 1935.

Jadi, siapa sebenarnya yang layak disebut sebagai pejuang kebangkitan dan kemerdekaan Indonesia? Jawabannya adalah Sarikat Islam. Dilihat dari sisi keanggotaan, Sarikat Islam membuka diri untuk seluruh rakyat Indonesia. Haji Samanhudi dan HOS tjokroaminoto misalnya, berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Juga ada Agus Salim dan Abdoel Moeis dari Sumatera Barat dan AM Sangaji dari Maluku. Dengan melihat pada keanggotaannya saja kita bisa tau bahwa Sarikat Islam telah mewakili berbagai suku dan kepulauan Indonesia. Sarikat Islam memiliki 181 cabang di seluruh Indonesia dan anggotanya mencapai 2.000.000 pada tahun 1919. Sementara Boedi Oetomo pada masa kejayaannya saja hanya memiliki sekitar 10.000 orang anggota.

Sejarah memang sebuah second hand reality. Artinya, sejarah sangat bergantung pada siapa yang merumuskan sejarah tersebut, dan akan sangat tergantung kepentingan si perumusnya. Bi ingat benar, dulu waktu masih SMA, buku sejarah milik kakaknya tidak bisa dilungsurkan buatnya karena isinya bertentangan sama sekali di bagian sejarah PKI. Sekarang Bi melihat bahwa sejarah tengah diarahkan pada penghapusan peranan Islam dan kaum muslimin di Indonesia. Boedi Oetomo dan Sarikat Islam hanya salah satu cerita. KH Ahmad Dahlan mendirikan sekolah pertama Muhammadiyah berbelas tahun sebelum Taman Siswa Ki Hajar Dewantara, namun toh hari Pendidikan Nasional dinisbahkan pada tanggal kelahiran Taman Siswa.

KH Hasyim Asy’ari mengumandangkan resolusi jihad yang memacu semangat jihad Bung Tomo untuk mempertahankan negeri ini dari penjajahan kaum kafir. Bung Tomo tak henti meneriakkan takbir untuk melecut semangat pasukan. Tapi adakah kisah ini tertulis di buku sejarah kita? Bahkan Cut Nyak Dien digambarkan dalam buku atlas Bi tanpa kerudung dan jilbab. Padahal, Cut Nyak Dien adalah muslimah taat yang menutup aurat, pun ketika sedang berjuang bagi kemerdekaan negeri ini. KH Wahid Hasyim berjuang bersama Ki Bagus Hadikusumo, KH Kahar Muzakkir dan lainnya dalam kepanitian BPUPKI dan PPKI untuk memperjuangkan kemerdekaan negeri ini dan Islam sebagai landasan negaranya.

Sungguh, para pahlawan yang ikhlas ini menginginkan kemerdakaan sebagai wujud ketaqwaan kepadaNya. Dan merekapun meyakini bahwa kemerdekaan itu akan sia-sia saja jika tidak diikuti dengan penerapan syaariat sebagai landasan negara. Berikut petikan kalimat dari HOS Cokroaminoto “Negara dan bangsa kita tidak akan mencapai kehidupan yang adil dan makmur, pergaulan hidup yang aman dan tenteram selama ajaran-ajaran Islam belum dapat berlaku atau dilakukan menjadi hukum dalam negara kita, sekalipun sudah merdeka (Amelz, 1952 h.2 dalam Api Sejarah, Ahmad Mansur Suryanagara).

Jadi, apa lagi yang engkau pusingkan Sob? Bi semakin yakin saja, bahwa Islam memang solusi terbaik bagi negeri ini. Seperti keyakinan yang dimiliki para pejuang. Syahadat adalah landasan gerak mereka, penerapan syariat adalah cita-cita mereka. Jikapun terjadi konspirasi histori di negeri ini, itu takkan jadi soal karena Allah sudah menjawab dalam firmanNya

Orang-orang kafir itu membuat tipu daya , dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya (Ali Imron :54).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline