Lihat ke Halaman Asli

HIJRASIL

pemula

Sang Marbot

Diperbarui: 14 Juni 2024   15:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejumlah warga kampung kangkung siang itu berbondong berjalan ke masjid, jarak tempuh tidak lebih dari 50 meter dengan berjalan kaki. Sebuah momen spritual mewajibkan setiap pemeluk melaksanakan agenda-agenda keimanan. Para warga tampak memenuhi ruang masjid seraya menunggu dimulainya kutbah Jumat, setelah menunggu hampir setengah jam semua mata beredar mencari sosok berbaju putih duduk di depan, nampak hanyalah marbot masjid.

Sejenak semua orang  penasaran dengan keberadaan sosok pengkotbah, saat itu hanyalah marbot masjid sedang duduk tenang seakan tidak ada kepanikan di wajah. berbeda yang dirasakan warga. Dalam satu gerakan tiba-tiba sang marbot langsung berdiri naik ke atas mimbar, sebuah pemandangan tak biasa oleh warga kampung kangkung yang langsung diikuti saling bisik di antara orang siang itu.

Kini setiap mata dan telinga tertuju ke mimbar menunggu setiap kata keluar dari mulu marbot, "sudah waktunya kita berpikir secara filsafat" tema kotbah siang itu disampaikan marbot seraya matanya tertuju ke semua orang. "kita semua hanyalah percaya kepada Tuhan tapi tidak tahu Tuhan ada dimana" ujar marbot lalu meneruskan "dengan ilmu pengetahuan kita dapat menemukan tuhan" mendengar kalimat terakhir semua orang itu diam-diam seraya berbisik dan mengatakan marbot ini sudah berpikir liberal.

Sebelumnya sang marbot dianggap warga, orang yang selalu berpikiran lurus seperti kereta api di jalur rel. Jika ada orang menyinggung agamanya dia selalu mengeluarkan sabda kafir, bid'ah, melawan sunnah. Warga kemudian berkesimpulan sang marbot telah ikut aliran liberal yang disebar seorang kyai beraliran liberal di kampung sebelah.

Sama seperti marbot di kampung Kangkung, Awalnya sang kyai juga berprofesi sebagai marbot. Berpikiran lurus jika ada menyinggung agamanya dia selalu melafalkan kata-kata kafir, bid'ah, melawan sunnah. Hingga suatu hari dia bermimpi dalam tidurnya berjumpa dengan seorang filsuf bijak bernama mba parto. Semenjak itu dia selalu berbicara kepada warga kampung tentang toleransi dan berbuat baik kepada sesama manusia. Segera mengetahui kebijaksanaan marbot di masjid mereka, warga kemudian mengangkatnya sebagai kiyai.

Pertemuan sang marbot dengan Kyai bermula di masjid Kepanjen saat sang kyai mengisi ngaji (ngajar) warga, tema ngaji hari itu ialah tentang pemikiran bijaksana mbah parto seorang filsuf yang ditemui sang kyai dalam mimpinya. Setelah pertemuan pertama, sang marbot tidak pernah absen mengikuti ngajinya sang kyai.

Semenjak pertemuan dengan kyai, sang marbot selalu merenungi setiap kata-kata bijaknya hingga suatu malam sang marbot bermimpi dalam tidurnya bertemu mba parto. Dari mimpi itu, sang marbot menemukan dirinya selalu mengeluarkan kata-kata bijak saat berbicara dengan warga. Diwaktu bersamaan warga kampung kangkung menjadi bingung dengan perubahan diri sang marbot. Kini warga kampung kangkung selalu merasa teduh mendengar sabda-sabda bijak sang marbot,Hingga warga  bersepakat mengangkat sang marbot menjadi kyai.

  

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline