Sore itu warga kampung diriuhkan kabar mangkatnya Maryam, seorang penjual nasi kuning di desa Kenari Halmahera. Dua hari sebelumnya dia masih nampak melayani dengan gembira orang-orang yang datang ke warung makan. Maryam menjadi tulang punggung keluarga dari pada suaminya Wanto yang suka mabuk-mabukan dan kini sudah sakit-sakitan. Dia memiliki tiga anak dari hubungannya dengan Wanto. Kehidupan seakan berubah setelah menikah dengan wanto dan memiliki anak.
Selama ini keluarga kecil Maryam tinggal serumah dengan saudara-saudara Wanto yang juga sudah berkeluarga di rumah peninggalan orang tuanya. Rumah itu tampak tidak terawat; warna cat di tembok rumah memudar kekuningan sampai atap rumah yang sudah harus diganti. Sebagai seorang istri di tengah warisan budaya patriarki mengikuti suami ialah simbol kesetiaan. Jurang pandangan atas warisan budaya ini akan kelihatan bila istri memiliki pendidikan.
Menjadi perempuan berarti berganda pula perannya, mengurus suami, anak, bekerja. begitulah Maryam menyelami hidup demi keluarga. Dipertengahan jaman moderen perempuan seperti Maryam hanyalah salah satu dari sekian banyak perempuan yang masih dipaksakan tunduk oleh pandangan kolot bahwa dunia itu milik laki-laki.
Selain mengabdikan diri kepada suami dan anak, diluar itu maryam juga bekerja kepada seorang juragan kaya tinggalnya tak jauh dari rumah suaminya. Disana dia bekerja sebagai buruh cuci dan masak buat sang juragan. Selain itu bagi Maryam juragannya itu suda dianggap keluarga karena sang juragan ikut membantu membiayai pendidikan anak-anaknya.
Mendengar Maryam jatuh sakit sang juragan ikut merawatnya, membawa ke dokter. Hingga suatu hari Maryam tidak kuat lagi menahan sakitnya kemudian di bawah sang juragan ke rumah sakit dan di rawat selama empat hari. Dia menahan sakit di perutnya sudah lama, sakit di dapat karena bekerja siang dan malam. Malam hari membuat nasi kuning untuk dijual pagi hari, siang bekerja pada sang juragan, dan mengurusi anak serta suami.
Semua keluarga mengelilingi Maryam saat tubuhnya sudah terbaring terbujurkaku tak berdaya, sore itu saat matahari mulai kembali ke peraduan Maryam menyampaikan pesan terakhir kepada Wanto agar jenasahnya dibawah ke rumah sang juragan karena disana dia merasa lebih tentram. Pesan terakhir itu sempat membuat Wanto terdiam karena seharusnya sebagai suami dia lebih berhak menentukan kemana jenasah istrinya dibawah.
Lama diam Wanto kembali menatap wajah Maryam, seakan tidak menginginkan kepergian istrinya, Kemudian Wanto menyetujui pesan terakhir Maryam sebelum dia kembali kepada pemiliknya. Maryam pergi dengan meninggalkan senyum di wajahnya, seakan telah merdeka berhasil merontokkan kuasa patriarki selama ini membuat suaminya mengikuti instruksinya.
Di rumah, sebagian keluarga Wanto telah berbenah menyiapkan tempat bagi jenasah Maryam. Kedatangan jenasah sudah dinanti-nanti keluarga wanto dan warga, lama menanti salah satu warga menginterupsi suasana duka malam itu. Menanyakan kepada keluarga wanto mengapa sampai sekarang jenasah maryam tidak kunjung datang, keluarga wanto tampak kebingungan, mereka juga tidak mengetahui situasi sebenarnya. Tiba-tiba datang seorang warga dari arah rumah sang juragan kaya, dia lantas membawa kabar bahwa jenasah Maryam sekarang berada di rumah juragan kaya.
Kabar itu mengejutkan warga, sontak kabar itu kemudian menjadi buah bibir di seluruh kampung. Tersiar kabar angin di tengah-tengah warga entah dari siapa sumber asalnya, bahwa Maryam sakit karena di santet oleh Siam, istri saudara Wanto. Berita itu membuat warga kampung terpecah-belah sebagian warga mempercayai berita itu. Sebagian lagi menganggap kematian Maryam murni karena sakit.
Ketika kabar itu merebak kemana-mana, Siam mendatangi rumah sang juragan dengan maksud melihat jenasah Maryam. Tetapi sebelum Siam sempat membuka kain yang menutupi wajah Maryam, sang juragan sontak menahan tangan Siam kemuadian keluar dari kata-kata dari mulut juragan "sudah puaskah kamu dengan ini semua" lalu juragan memberi isyarat lewat jari telunjuk agar Siam segera pergi.
Seluruh keluarga saat itu kecewa dengan Wanto, sebagai suami harusnya dia bisa bersikap tegas mengambil keputusan saat jenasah Maryam di bawah ke rumah sang juragan. Berharap ada tanggapan dari wanto, dirinya malah lebih banyak sibuk mengurusi istrinya di rumah juragan. Seluruh Keluarga kini menjadi bertamba kecewa padanya.