Sejak lahirnya UU Desa No 6 2014, desa yang selama ini terisolir dari pembangunan kini mendapat indentitas yang sesungguhnya. Lahirnya UU desa bertujuan untuk melegitimasi rencana program pemerintah untuk memandirikan desa sebagai wilayah otonom sehingga desa memiliki legitimasi dalam melaksanakan kegiatan pembangunan. Dalam konteks pembangunan desa, pemerintah Indonesia telah menyiapkan dana untuk digelontorkan dalam rangka menjadikan desa sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, membuka sumber lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Pada tahun 2017 pemerintah telah menyiapkan dana desa sebesar 60 triliun, dengan rata-rata per desa mendapat Rp 800,4 juta. Dan pada tahun 2018, Menurut perencanaan RAPBN 2018, pemerintah menetapkan pagu dana desa sebesar Rp60 triliun atau sama dengan APBNP 2017.
Melihat besarnya anggaran untuk dana desa secara otomatis dapat dikatakan pada tahun-tahun 2017-2018 terjadi surplus dana di desa. Dengan terjadinya surplus dana di desa sudah barang tentu kegiatan pembangunan desa akan berjalan sesuai yang di cita-citakan pemerintah guna mewujudkan desa yang mandiri baik secara pengelolaan pelayanan pemerintahan desa, kesehatan, pendidikan, infrastruktur,maupun pengembangan ekonomi masyarakat.
Dari perspektif kemandirian secara ekonomi, desa di tuntut mampu mengelola anggaran dana desa untuk tujuan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Hanya saja bagaimana merealisasikan tujuan tersebut itulah yang menjadi tugas pemerintahan desa dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat desa. Dalam pembangunan ekonomi desa harapan terbesar pemerintah adalah terbukanya sumber-sumber pekerjaan baru bagi masyarakat desa sehingga mampu merangsang gerak perekonomian di desa.
Selama ini pembangunan yang terkesan otoritatif pada system sentralistik di perkotaan membuat disparitas pembangunan antara desa dan kota begitu jauh, yang tak lain disebabkan terkonsentrasinya arus modal dan pekerjaan di perkotaan hingga mengakibatkan terjadinya arus urbanisasi masyarakat desa ke kota. Banyaknya masyarakat desa yang mencari hidup di kota juga mengakibatkan terjadinya ketimpangan SDM. Banyaknya sarjan-sarjana dari desa tidak lagi balik ke desa untuk mengembangkan desanya, salah satunya seperti yang telah disebutkan di atas karena terkosentrasinya arus modal dan pekerjaan di perkotaan.
Program pemberdayaan sebagai program yang secara langsung menyentuh pada masyarakat adalah sebuah strategi yang baik dalam proses kemandirian ekonomi masyarakat desa. Program pemberdayaan yang berbasis di bidang pengelolaan Sumber daya alam yang di miliki desa merupakan sarana yang efektif dalam pemberdayaan masyarakat sehingga mampu mengangkat kearifan lokal masyarakat desa dan sebagai basis dari ekonomi lokal.
Adanya surplus dana di desa dan dikung oleh surplus Sumber daya Alam,merupakan modal besar dalam pengembangan ekonomi masyarakat desa. Akan tetapi meskipun terjadi surplus dana dan sumber daya alam, proses pengembangan ekonomi desa terbatasi oleh kapasitas Sumber daya manusia di desa dan tenaga fasilitator pemberdayaan. Mungkin dengan adanya Surplus Modal yang masuk ke desa dan ditopang sumber daya alam yang kaya, dapat menarik Sumber daya manusia desa potensial yang tadinya hidup di kota kembali dan mengembangkan desa sekaligus memecahkan problem desa yang selama ini tidak terpecahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H