Lihat ke Halaman Asli

Higienis Indonesia

Spesialis solusi kesehatan udara

Udara Bersih dan Sehat Saat Berkendara Selama Masa Pandemi

Diperbarui: 27 Agustus 2020   10:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kembali meningkatnya volume kendaraan lalu lintas Jakarta menyebabkan kemacetan lalu lintas dan tingkat polusi udara naik.

Udara di dalam kabin kendaraan ternyata lebih kotor 15 kali dari indoor, hal ini menampik anggapan, mengendarai kendaraan pribadi lebih sehat karena tertutup dan ber-AC.

Paparan polusi udara selama berkendara tidak bisa dihindari sehingga perlu menjaga kebersihan dan meningkatkan kualitas udara di dalam kabin selama berkendara, terutama saat melintas di ruas jalan yang sering macet dan persimpangan lampu merah.

Kemacetan di Ibukota kembali terjadi. Kepulan asap knalpot bisa terlihat di ruas jalanan yang kembali terkena macet. Seiring dengan berlanjutnya pandemi, terutama setelah PSBB memasuki masa transisi, banyak orang mulai beraktifitas kembali dan memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi dibanding transportasi umum demi alasan kesehatan dan keamanan.

Meningkatnya kembali kegiatan industri, lalu lintas dan sebagainya tentunya berdampak buruk bagi kualitas udara di kota-kota besar seperti di Jakarta. 

Dalam waktu singkat, indeks kualitas udara yang dimonitor di beberapa lokasi dan dapat dilihat dari situs dan/atau aplikasi seperti Air View by Blueair kembali menunjukkan peningkatan ke level yang sama seperti sebelum masa pandemi. 

Contohnya, berdasarkan sensor berlokasi di Jalan M.H. Thamrin, Indeks Kualitas Udara (Air Quality Index atau disingkat AQI) mencatat nilai 112 yang mengindikasikan udara sedikit tidak sehat.

Di masa pandemi ini, polusi udara bisa meningkatkan risiko kematian pada orang yang terinfeksi virus. Studi menemukan, setiap kenaikan 1 mikrogram PM2,5 di udara bisa meningkatkan kematian sebanyak 15%.

Di kota-kota besar seperti di Jakarta, 80% polusi udara berasal dari emisi kendaraan bermotor, sisanya berasal dari kegiatan industri, seperti cerobong asap pabrik. Polusi udara bisa meningkat seiring meningkatnya volume kendaraan dan menimbulkan kemacetan di jalan, sehingga asap knalpot terakumulasi. Polusi udara juga bisa terjadi karena pemberhentian kendaraan di persimpangan lampu merah. Penelitian menemukan penumpang/pengemudi terpapar 25% partikel berbahaya di udara pada saat pemberhentian di persimpangan lampu merah.

Polutan partikel berupa debu halus/partikel mikroskopik (PM2,5) dari asap knalpot, atau bisa juga berasal dari ban dan rem kendaraan, terhirup dan mengendap di paru-paru dan lebih berbahayanya ikut masuk ke dalam sistem peredaran darah. Polutan tidak kasat mata ini sangat berbahaya dan mendapat julukan pembunuh senyap (silent killer), karena bisa memicu berbagai macam penyakit yang bisa mematikan, seperti gangguan saluran pernapasan, jantung, stroke, kanker dan penyakit paru kronis.

Tidak hanya memicu penyakit yang mematikan, PM2,5 juga bisa mengganggu kesehatan walau terpapar sebentar, gejala yang timbul seperti iritasi pada mata, bersin-bersin, sesak napas, kehilangan konsentrasi dan sakit kepala. Untuk orang-orang yang memiliki riwayat alergi atau yang rentan seperti bayi, lansia maupun ibu hamil, masalah udara berpolusi tentunya tidak bisa dianggap sepele karena bisa berakibat fatal tehadap kesehatan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline