Lihat ke Halaman Asli

Candi Sampah

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

SAMPAH, adalah masalah lingkungan yang tak pernah habis-habisnya dibahas. Menurut KBBI, pengertian Sampah adalah barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi, seperti : daun, kertas dll. Setiap hari orang-orang disuatu wilayah pasti memproduksi sampah, tidak heran ketika diakumulasikan jumlah sampah yang terkumpul di suatu wilayah misalnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dsb, jumlahnya bisa mencapai angka puluhan ton bahkan ratusan ton, lalu dikemanakan sampah-sampah tersebut?

Kenapa “Sampah” Jadi Masalah?

Pengelolaan sampah di Indonesia bisa dikatakan masih menggunakan cara yang tradisional, (kumpul-angkut-buang) yang ujung-ujungnya akan ditumpuk di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Lantas, berapa kali dalam setahun gunungan sampah tersebut akan menyamai candi Borobudur? Atau, mungkin kita diingatkan dengan film Wall-E, dimana seluruh kota dipenuhi dengan tumpukan sampah.

Mengumpulkan sampah-sampah hasil konsumsi ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) bukanlah solusi akhir. Produksi sampah kini tidak berbanding lurus dengan kecepatan pengangkutan dan pengelolaan yang dilakukan sehingga penumpukan sampah terjadi dimana-mana. Akibatnya kita bisa melihat gunungan sampah yang membuat pemandangan kota menjadi kumuh, menimbulkan bau busuk dan juga menyebabkan berbagai penyakit. Hal ini menimbulkan keprihatinan kita selaku masyarakat.

Pengelolaan sampah menurut UU No. 18 tahun, sebenarnya telah jelas dikemukakan bahwa adanya larangan untuk mengolah sampah yang merusak lingkungan seperti membuang sampah sembarangan, membakar sampah dan mengubur semua sampah termasuk sampah anorganik. Karena dengan membuang sampah sembarangan, membakar atau menimbun sampah anorganik dapat mengakibatkan racun-racun yang terkandung dalam berbagai macam sampah itu terdedar ke udara yang menimbulkan berbagai macam bibit penyakit, membuat air menjadi tidak bersih dan tanah menjadi tidak subur dll.

Dari seluruh sampah yang dihasilkan oleh manusia 50% nya adalah sampah organik 20% nya adalah sampah non­-organik yang dapat diolah, dan 30% sampah non-organik yang tidak dapat diolah lagi (Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi, 2013). Data tersebut menunjukkan bahwa sampah organik merupakan sampah yang paling banyak dibuang oleh manusia. Sudah saatnya masyarakat berpikir mengenai upaya pemanfaatan sisa-sisa produk organik itu agar tidak ada yang terbuang dari pada sekadar menumpuknya.

Mengolah sampah organik, Kapan bisa dimulai?

Sampah organik adalah sampah yang mudah diuraikan, maka hal sederhana yang bisa dilakukan dalam pengelolaan sampah organik adalah membuat kompos (composting). Salah satu sistem composting sederhana yang bisa diaplikasikan di setiap rumah tanggayaitu dengan membuat Takakura Basket.

Takakura Basket merupakan hasil penemuan Koji Takakura, seorang berkebangsaan Jepang yang menemukan sistem pengolahan sampah organik dalam keranjang. Keranjang Takakura atau Takakura Basket kemudian berkembang sebagai alat pengomposan sampah organik untuk skala rumah tangga. Keranjang ini sangat mudah dibuat, bersih dan tidak berbau sehingga aman digunakan di lingkungan rumah. Keranjang Takakura dibuat dengan cara memisahkan sampah organik dari jenis sampah lainnya kemudian diolah dengan memasukkannya ke dalam keranjang Takakura(http://biotani.blogspot.com).

Menurut hemat saya, keranjang takakura ini cukup efektif diaplikasikan oleh ibu rumah tangga yang peduli untuk meminimalisir sampah dari rumahnya ex : nasi busuk, sisa sayur dll dapat dengan mudah terurai dalam keranjang tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline