Lihat ke Halaman Asli

Menelisik Ketangguhan Tarumanagara

Diperbarui: 19 Maret 2023   18:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Sebagai wilayah beriklim tropis, hujan tentu sudah tak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Di musim hujan seperti saat ini, banyak sekali masalah yang terjadi terkait dengan aliran air. Pemerintah dan masyarakat berupaya menanggulangi bencana dengan melakukan banyak hal, seperti membangun tanggul, menata drainase, hingga melakukan pengerukan sungai. Uniknya, proyek pengerukan sungai ini pernah dilakukan oleh nenek moyang kita 16 abad yang lalu.

Proyek pengerukan sungai itu tercatat dalam Prasasti Tugu, prasasti yang diidentifikasi sebagai peninggalan salah satu kerajaan tertua di Indonesia. Kerajaan yang disebut dalam prasasti tersebut adalah Tarumanagara. Diperkirakan kerajaan ini berdiri pada abad kelima masehi. Oleh karena itu, mayoritas sejarawan menyebut kerajaan ini sebagai kerajaan tertua kedua di Nusantara setelah Kutai Kuno.

Sumber sejarah dari kerajaan ini bukan hanya dari Prasasti Tugu saja, melainkan beberapa prasasti lain. Seperti Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Cidanghiyang, Prasasti Ciaruteun, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Jambu, dan Prasasti Pasir Awi. Selain itu, eksistensi kerajaan ini diperkuat dengan bukti berita asing. Fa Hien, seorang penjelajah dari China, pernah datang ke tanah Jawa dan membuat catatan sejarah Kerajaan To-lo-mo yang disinyalir sebagai Kerajaan Tarumanagara pada tahun 414 M.

Selain berita dari Fa Hien, catatan sejarah Dinasti Sui mencatat bahwa pada tahun 528 dan 535, utusan dari To-lo-mo telah datang dari selatan. Catatan sejarah Dinasti Tang juga menuliskan bahwa pada tahun 666 dan 669 utusan dari To-lo-mo juga kembali datang. Hal ini dapat diindikasikan bahwa Kerajaan Tarumanagara berdiri dan berkuasa sekitar 400 M hingga 600 M, selama kurang lebih dua abad.

Namun, di seluruh sumber sejarah primer peninggalan Tarumanagara, satu-satunya raja yang disebut adalah Purnawarman. Silsilah nenek moyang ataupun keturunannya tidak disebutkan sama sekali dalam prasasti. Raja Purnawarman dikenal sebagai raja yang sangat cakap dan mampu meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat pada masa itu. Bahkan, telapak kakinya diibaratkan seperti telapak kaki Dewa Wisnu dalam prasasti Ciaruteun. Baju zirahnya juga disebut tak tertembus musuh dalam Prasasti Jambu.

Hal menarik dari kerajaan ini adalah adanya proyek pengerukan atau penggalian sungai. Peristiwa ini diabadikan dalam Prasasti Tugu. Dalam prasasti tersebut, disebutkan bahwa Rajadirajaguru melakukan pengerukan Sungai Candrabaga dan Raja Purnawarman melakukan pengerukan anak Sungai Gomati sepanjang 6.112 tombak atau sekitar 12 km pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Proyek ini tentu saja sangat epik, jika ditilik pada masa itu teknologi masih belum mumpuni dan sepenuhnya masih menggunakan tenaga manusia.

Selain cakap dan juga berwibawa, Raja Purnawarman juga dikenal sangat agamis. Hal ini dibuktikan dalam Prasasti Tugu. Sang raja memberikan persembahan  berupa 1000 ekor sapi yang ia persembahkan sebagai wujud rasa syukur atas keberhasilan pengerukan anak Sungai Gomati.

Di samping keagungan dan ketangguhannya yang banyak dibicarakan, teori keruntuhan kerajaan ini juga sangat santer diperdebatkan. Dalam catatan Dinasti Tang, Kerajaan To-lo-mo bertahan hingga abad ke-7, karena setelah tahun 669 M utusan dari kerajaan tersebut tidak datang lagi. Teori ini diperkuat dengan seluruh Prasasti Taruma yang tidak menyebutkan penerus Raja Purnawarman. Teori lain juga mengemukakan bahwa bisa jadi Kerajaan Tarumanagara ditaklukan oleh Kerajaan Sriwijaya. Hal ini sesuai dengan Prasasti Kota Kapur (686 M) yang memberitakan tentang ekpansi militer Sriwijaya ke Pulau Jawa.

Adanya proyek besar pada masa itu sepatutnya menjadi acuan untuk kita membangun sesuatu yang lebih besar di masa depan. Nenek moyang kita saja mampu menggali sungai dengan tangan sendiri, kita yang hidup di era teknologi mutakhir harus lebih baik, bukan? Sebagai generasi muda, kita juga perlu mencontoh ketangguhan Raja Purnawarman. Agar di masa mendatang, muncul pemimpin-pemimpin cakap yang dermawan dan agamis yang mampu membawa negeri ini menjadi lebih baik lagi.

(Informasi dirangkum dari berbagai sumber)

---Hiera Ditto




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline