Lihat ke Halaman Asli

Mahasiswa

Diperbarui: 18 Juni 2015   09:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kau berada pada dentang waktu

Memburudirimu dari belakang

Mencekik leher oleh Jarum waktu yang kau buat

Harus apa aku tanya?

Kau hanya sibuk bercumbu dengan kesibukanmu

Tak lain berlomba untuk berpura menjadi yang terbaik

Berlaga untuk mencuri simpati

Kau tahu?

Ketika leleran darah mengucur deras

Hantaman kuat dari mereka yang menginjak-nginjak tanah kita

Apakah kau inginn jadi wasit?

Yang kau kerjakan Cuma tiup peluit

Lalu katakan pelanggaran setelah semuanya tersungkur

Ataukah kau ingin jadi penonton?

Sok pintar tapi tak berbaik perangai

Apakah kau lupa?

Tanah kita sakti, kawan?

Bagaimana bisa kau mengusungnya?

Sedangkan hidup saja sulit engkau maknai

Mengutak-atik benaritu yang kau perbuat

Beradapada khilaf yang sering kau ulang

Hanya sibuk berleha-leha

Engkau tertidur dari realita

Dari kenyataan yang mestinya kau ubah

Ah, sudahlah

Terus saja kau bermimpi , kejarlah sampai menjulang langit

Aku tak tahu, mungkin setelah kau bangkit

Barulah kau temui bangsamu ini makan derita yang di bungkus luka

Ah, aku sepertinya tak tega, mengurungkannya lagi

Aku rindu kepalan tangan keatas ,

Kobaran semangat teriakkan bangsa

Kau ukir kata-kata indah demi perbaikan negara

Jangan kau gentar raungan pejabat bejat

Kerjanya hanya bersolek

Keluar masuk tanpa sumbang solusi

Tak berbuah apa-apa

Kau bungkam mulut mereka yang pongah

Yang katanya wakil rakyat itu.

Ah, Aku sudah jengah.

Akurindu menuggu setiap langkah kaki

Penyambung lidah penyampai amanat.

Harapan dari ratusan juta umat di kaki langit Pertiwi

Itu Kau

Mahasiswa




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline