Lihat ke Halaman Asli

Laurry Murrai

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta

Kritik terhadap Praktik Lobbying Kominfo

Diperbarui: 9 Mei 2024   12:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

  • Pendahuluan

Praktik lobbying atau lobi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari proses pengambilan kebijakan di banyak negara, termasuk Indonesia dan dunia pada umumnya. Lobi dilakukan oleh berbagai pihak, seperti perusahaan, organisasi non-profit, individu, dan bahkan pemerintah, dengan tujuan untuk memengaruhi keputusan pembuat kebijakan agar sesuai dengan kepentingan mereka. Meskipun praktik ini dianggap wajar, namun tidak jarang menimbulkan kontroversi dan kritik dari masyarakat. Kurangnya transparansi, potensi konflik kepentingan, hingga kemungkinan terjadinya praktik koruptif kerap menjadi sorotan dalam praktik lobbying di Indonesia dan dunia. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji secara kritis praktik ini guna memastikan proses pengambilan kebijakan yang adil, objektif, dan mengutamakan kepentingan publik.

  • Pengertian Teknik Lobi

Pengertian Teknik Lobi yaitu dimana strategi upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam berhubungan baik dalam kedua belah pihak. Dalam hal ini dapat kita ketahui bahwa Teknik lobi memiliki tujuan dalam suatu kedua belah pihak untuk menjalin kerja sama atau suatu kepentingan yang ingin dilakukan pada pihak pertama dan menjalinnya pada pihak ke dua.

  • Kritik Praktik pada "Menkominfo Lobi Dubes AS untuk Jembatani Telekomunikasi Indonesia Dengan OTT"

Dalam kasus "Menkominfo Lobi Dubes AS untuk Jembatani Telekomunikasi Indonesia Dengan OTT" (Over-The-Top), kita dapat melihat beberapa aspek yang patut dikritisi dari praktik lobi ini. Pertama, yaitu suatu hal dimana KOMINFO melobi Dubes Amerika yang kurang dalam melakukan pendekatan secara hati, terkesan terburu buru dan kurang dalam memberikan keuntungan bagi pihak Kedubes. Lalu saya berfikir bahwa mengapa tidak melobi para pemilik OTT besar yang ada.

Kedua, saya rasa dalam hal ini KOMINFO tidak memberikan poin-poin apa saja yang ingin disampaikan. Misalnya, tentang keamanan siber atau akun-akun yang terdeksi dalam melakukan pelanggaran hukum. Sehingga lobbying yang dilobby oleh KOMINFO saya rasa suatu lobbying yang sangat lemah dan terasa menyepelakan suatu Teknik lobby. Oleh karena itu, perlunya KOMINFO memberikan poin-poin yang ingin dituju serta langsung menghadap kepada OTT besar yang ingin dituju.

Ketiga, Berdasarkan yang sudah saya pelajari bahwa jika kita melobby, hal yang diperlukan yaitu bertemu empat mata dan bertemu-nya pada pihak-pihak yang tertentu pada KOMINFO dengan kedubes atau dengan pihak-pihak OTT. Dengan KOMINFO yang hanya menelfon dan mendapatkan jawaban yang sangat singkat dari Kedubes Amerika bisa membuat hasil yang diinginkan oleh KOMINFO dapat mengalami hasil yang nihil atau sangat lama. Praktik seperti itu saya fikir kurang dalam mendapatkan hasil yang kita inginkan dan praktik lobby tersebut adalah praktik lobby yang tidak seharusnya seperti itu, seharusnya adalah pertemuan para pihak-pihak tertentu dari KOMINFO, KEDUBES, dan para OTT yang ingin dituju

Keempat, terbesit dalam benak saya. transparansi dalam proses lobi ini juga patut dipertanyakan. Sejauh mana masyarakat dilibatkan dan diinformasikan tentang proses lobi ini? Apakah ada ruang bagi partisipasi publik atau masukan dari berbagai pihak yang terkait, seperti operator telekomunikasi lokal, akademisi, dan masyarakat sipil? Kurangnya transparansi dapat memicu kecurigaan dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap proses pengambilan kebijakan. Sehingga yang sudah saya pelajari tentang Teknik lobi tentang mendahulukan publik atau Masyarakat ini kurang dalam informasi yang diberikan untuk publik luas. Walau disisi lain, ada juga yang berpendapat bahwa praktik lobi semacam ini merupakan hal yang wajar dan lumrah dalam proses pengambilan kebijakan. Lobi dianggap sebagai cara untuk menyampaikan aspirasi dan kepentingan berbagai pihak kepada pembuat kebijakan. Selama dilakukan secara terbuka, jujur, dan tidak melanggar hukum.

Namun, praktik lobi yang tidak terkendali dan tidak transparan dapat membuka pintu bagi terjadinya praktik koruptif, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu, perlu ada regulasi yang jelas dan tegas untuk mengatur praktik lobi, serta mekanisme pengawasan yang memadai untuk memastikan praktik lobi dilakukan secara beretika dan bertanggung jawab.

Pada akhirnya, praktik lobi dalam kasus ini perlu dicermati secara kritis dan dikaji secara mendalam. Pemerintah harus mampu menjaga keseimbangan antara kepentingan perusahaan, masyarakat, dan pembangunan ekonomi nasional. Transparansi, partisipasi publik, dan penegakan etika dalam praktik lobi harus menjadi prioritas untuk memastikan proses pengambilan kebijakan yang adil, objektif, dan mengutamakan kepentingan masyarakat luas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline