Seri Diskusi Hukum dan Demokrasi : 19/02/2022 Forum Eksaminasi Publik (FEksP) Sulawesi Tenggara
"Demokrasi itu kalau diibaratkan pohon ada tiga ranting besar yang patah pada proses pemilihan KPU dan Bawaslu di Komisi II DPR kemarin yaitu ranting transparansi, ranting keadilan, dan ranting kemuliaan"
Penulis sudah tidak tahu mau berpesan apa lagi. Hanya saja sebagai penggiat demokrasi sulit rasanya berdiam diri di era serba digital dan terbuka ini. Kalaupun harus diam, maka selalu timbul banyak pertanyaan, kenapa diam?
"Kewajiban moral bagi penggiat demokratisasi di era ini berat rasanya menyimpan rahasia, mungkin sampai akhir hayat kalau kran kebebasan berbicara tak disumbat. Maka kita coba menunaikan kewajiban sebagai warga negara untuk bicara dan terus bersuara. Tentunya juga kita ingin mengorek isi hati dan pikiran kebanyakan kita yang tahu akan sesuatu "tapi diam" kenapa?"
Dua hari setelah pemilihan anggota KPU dan Bawaslu oleh Komisi II DPR, publik serasa dikerjain para wakilnya di senayan. Sama hal di Forum Eksaminasi Publik (FEksP) menggelar diskusi seri hukum dan demokrasi. Penulis didaulat sebagai narasumber pada diskusi kali ini.
Topik utama seputar pemilihan anggota KPU dan Bawaslu periode 2022-2027 yang menciderai kepingan kepercayaan publik yang berhari-hari atau tepatnya empat hari dengan setia mengikuti live jalannya proses fit and propertes Komisi II DPR sejak 14 s.d 17 Februari 2022.
Sebagai narasumber penulis menyampaikan beberapa pokok-pokok pikiran dan apa sesungguhnya yang terjadi, berikut ini :
Bahwa mereka DPR sebagai salah satu pilar negara yang memangku kekuasaan legisltaif dalam mengemban amanah dan aspirasi rakyat untuk mengontrol dan mengawasi jalannya pemerintahan (eksekutif).
Sebagai salah satu pemangku kepentingan bangsa tentu DPR memiliki otoritas dan mengendalikan sejumlah kewenangan-kewenangan dalam ruang lingkup legislasi, budgeting dan controling.
Hanya saja tetap dibatasi dan dilarang berbuat sesuka hati apalagi sewenang-wenang terhadap aspirasi dan kehendak rakyat yang diwakilinya.
Kalau itu yang terjadi maka peradaban demokrasi dan ilmu pengetahuan tidak akan pernah berkembang dengan baik dalam situasi penuh rekayasa dan sesuka hati terhadap pemenuhan keadilan yang mengabaikan suara-suara kehendak warga negaranya.