Oleh: Hidayatullah*
"Penyelesaian Konflik Agraria Dengan Pola Represif Selalunya Berdampak Pada Pelanggaran HAM Dan Perampasan Hak Hidup Rakyat"
Sampai saat ini kasus dan konflik agraria di Indonesia baik kasus lama maupun baru, belum menunjukan ada kemajuan dalam setiap solusi penyelesaiannya, termasuk kasus agraria yang sedang hangat-hangatnya terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, jawa Tengah.
Kalau kita melakukan penelusuran di media sosial sejak pertama kericuhan ini merebak, Selasa (8/02/2022) telah diramaikan dengan tagar-tagar #WadasMelawan, #SaveWadas, hingga #WadasTolakTambang. Bahkan di media sosial dan mainstream juga beredar video yang menunjukkan pengepungan dan penangkapan sejumlah warga Wadas oleh aparat gabungan TNI dan Polri. Peristiwa ini pun mendapat sorotan banyak pihak, terutama dari masyarakat sipil, lembaga-lembaga bantuan hukum, organisasi-organisasi masyarakat (ormas), anggota legislative, hingga Komisi Hak Asasi Manusia.
Dua Versi Kronologi Terjadinya Bentrok Aparat dan Warga desa Wadas
Versi Pemerintah dan Aparat
Konflik Wadas ini kemudian memicu saling bantah dengan dua versi kronologi yang berkembang baik dipemberitaan media maupun media sosial, dimana pembelaan pemerintah bahwa adanya ratusan aparat gabungan TNI dan Polri mengepung Desa Wadas dengan menangkap beberapa warga yang melakukan kericuhan karena kontra terhadap penanganan rencana pembangunan proyek strategis Bendungan Bener. Oleh pemerintah berdalih bahwa posisi aparat mengamankan situasi akibat kericuhan sebagian warga masyarakat yang melakukan penolakan dan aparat berada menangani konflik karena ada pula warga Wadas yang sepakat terhadap rencana penambangan andesit di Wadas.
Dari pihak aparat memberikan keterangan dikutip dari Kompas TV (9/2/2022), keterangan resmi dari Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol M Iqbal Alqudusy, mengatakan, bahwa ada 250 petugas gabungan TNI, Polri, dan Satpol PP yang mendatangi Desa Wadas pada Selasa 8/2/2022. Aparat gabungan bertugas mendampingi sekitar 70 petugas BPN (Badan Pertanahan Nasional) dan Dinas Pertanian yang melaksanakan pengukuran dan penghitungan tanaman tumbuh yang hendak melakukan pengukuran tanah. Klaim pendampingan ini oleh polisi dilakukan setelah Kepala Kanwil BPN Jateng beraudiensi dengan Kapolda Jateng pada Senin (7/2/202). Kepala BPN menyatakan kepada Kapolda bahwa Proyek Pembangunan Waduk Bener tercantum dalam Perpres No 109/2020 tentang Perubahan ke 3 atas Perpres No 3/2016 tentang Percepatan Pembangunan Proyek Strategis Nasional. Untuk itu Polda Jateng dan stakeholder terkait diminta membantu..
Termaksud ada juga surat dari Kementerian ATR/BPN Kabupaten Purworejo Provinsi Jateng No AT.02.02/344-33.06/II/2022 tanggal 4 Februari 2022 perihal Permohonan Personil Pengamanan Pelaksanaan Inventarisasi dan Identifikasi di Desa Wadas Kabupaten Purworejo Provinsi Jateng. Sehingga atas dasar surat tersebut, pihak kepolisian berkoordinasi dengan stakeholder terkait untuk melaksanakan pengukuran tanah di Desa Wadas. Namun kemudian, di lapangan terjadi ketegangan dan adu mulut antara warga yang pro dengan kontra terhadap proyek penambangan batuan. Adu mulut dan ancaman kepada warga yang pro sehingga aparat kemudian mengamankan warga yang membawa sanjata tajam dan parang ke Polsek Bener.
Versi Warga Wadas dan Kuasa Hukumnya
Sedangkan dipihak warga Wadas, ditelusuri penulis dari berbagai sumber bahwa, kericuhan yang berujung bentrok antara aparat dengan warga Wadas bermula dari rencana proyek pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo. Bendungan Bener ini salah satu Proyek Strategis nasional (PSN) yang akan memasok sebagaian besar kebutuhan air ke Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Salah satu kebutuhan material pembangunan proyek ini adalah batuan andesit yang kebutuhan material pasokannya diambil dari Desa Wadas. Warga yang menolak pertambangan batuan andesit ini karena akan merusak sumber mata air warga Desa Wadas yang berdampkanya pada kerusakan lahan pertanian warga.