Oleh: Hidayatullah*
Beberaapa waktu lalu kita diramaikan dengan gonjang-ganjing di jagat media sosial terutama twitter mengenai ajakan menjadi relawan pada sebuah misi yang dinamakan Ekspedisi Indonesia Baru.
Penulis sendiri tidak tertarik untuk mendalami misi ekspedisi ini dan hal yang sama juga tidak tertarik dengan banyaknya kritikan dari netizen ditengah misi ekspedisinya ternyata belum dimulai hanya baru diumumkan sebagai ajakan menjadi relawan.
Ada yang menonjol dari kritikan itu yang bersifat menghujat dengan klaim penyebutan perbudakan di zaman modern. Tentu saja kritikan yang tajam itu mendapat respon dan tanggapan serius dari pihak penyelenggara ekspedisi ini.
Hanya saja klarifikasi dari pihak penyelenggara juga tidak sepenuhnya meyakinkan apa sebenarnya tujuan kemanusiaan yang ingin dicapai dari ekspedisi tersebut. Atau semulia apa tujuan dari misi ekspedisi Indonesia baru ditengah seluruh bangsa ini sedang merintih dan tertatih menghadapi wabah covid-19 serta pemulihan ekonomi yang belum membaik. Belum lagi situasi politik yang terbelah antara pujian dan cacian silih berganti saling serang (bully) tanpa jeda seharipun di jagat media sosial kita.
Jadi antara pihak penyelenggara ekspedisi dengan kubu para pengkritiknya, penulis tidak menemukan substansi mendasar kedua belah pihak apa sesungguhnya misi kemanusian merekrut relawan, dan apapula makna perbudakan modern bagi para pengkritik?
Secara pribadi penulis harus kembali menziarahi alam kejiwaan sendiri ketika beberapa kali terjun menjadi relawan atau sukarelawan pada misi kemanusian baik itu di kepanduan (pramuka) untuk membantu warga masyarakat yang terdampak banjir, tanah longsor maupun akibat paska bencana lainnya.
Terakhir penulis menjadi relawan ketika bermula dari merebaknya wabah virus corona dibulan maret tahun 2020 lalu.
Penulis dan beberapa rekan seprofesi terpanggil oleh ajakan Pemerintah kota Kendari (Pemkot) untuk bergabung menjadi relawan cegah covid-19 pada bidang edukasi dan ketahanan pangan. Kebetulan penulis didaulat oleh Pemkot sebagai koordinator relawannya.
Misi utamanya adalah mengumpulkan donasi berupa dana dan kebutuhan sembilan bahan pokok (sembako), serta pengadaan ribuan masker kain untuk dibagikan kepada warga kota yang terdampak akibat covid-19.
Kenapa Pemkot mengajak kami kaum profesional untuk menjadi relawan cegah covid-19 disebabkan Pemkot menyadari sepenuhnya tidak dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan warga kota dengan anggaran yang terbatas dari pemerintah. Maka dibutuhkan solidaritas publik untuk saling membantu sesama warga.