Oleh: Hidayatullah, S.H*)
"Tanpa Revisi UU Pemilu dan Pilkada, Akan Banyak Rintangan Teknis dan Hukum Dalam Tahapan Penyelenggaraan Pemilu maupun Pilkada Serentak Tahun 2024" **)
I. Pendahuluan
Tahun 2020 adalah tahun yang sangat menentukan bagi bangsa Indonesia terutama berkaitan dengan penyelenggaraan Pilkada 2020 lalu. Apakah ditengah-tengah bencana nasional non alam dalam status daruat kesehatann akibat pandemi Covid-19 yang juga dampaknya ikut memperburuk situasi eknomi bangsa, Pilkada di 270 daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia dapat terlaksana. Sementara di Provinsi Sultra terdapat tujuh Kabupaten yang menyelenggarakan Pilkada 2020 lalu.
Apakah kisah sukses Pilkada 2020 hanya sekedar kejutan dimasa kedaruratan kesehatan, ataukah benar- benar bukti bahwa Indonesia memang serius melakukan konsolidasi demokrasi pada tingkat lokal.
Tentunya Pilkada 2020 jelas sangat berbeda dengan Pilkada sebelumnya baik dari aspek teknis penyelenggaraan terutama aspek regulasi mengalami perubahan disesuaikan dengan penerapan protokol kesehatan Covid-19. Dari aspek UUPresiden Joko Widodo karena keadaan genting dan memaksa akhirnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU(Perppu) No. 2 Tahun 2020 yang saat ini telah diundangkan menjadi UUNo, 6 Tahun 2020 tentang Perubahan ketiga atas UUNo. 1 tahun 2015. Perppu N0. 2 Tahun 2020 itu lahir untuk melanjutkan tahapan Pilkada yang sempat tertunda selama tiga bulan sehingga berkonsekwensi pemungutan suara semula 23 Seprember 2020 bergeser menjadi 9 Desember 2020.
Itulah kenapa Pilkada 2020 disebut Pemilihan Serentak Lanjutan (PSL), karena adanya bencana non alam sehingga mengakibatkan tertundanya sebagian tahapan penyelnggaraan Pilkada dan kemudian dilanjutkan kembali.
Kompleksitas pelaksanaan Pilkada 2020 secara teknis menyesuaikan dengan protokol kesehatan Covid-19. Awal-awal penerapannya menimbulkan polemik nasional karena pada masa pendaftaran dan deklarasi pasangan calon banyak aturan protokol kesehatan Covid-19 dilangggar. Belum lagi terdapatnya sejumlah jajaran penyelenggara Pilkada terkmasud KPU dan Bawaslu pusat sampai daerah serta peserta Pilkada terkonfirmasi positif Covid-19. Sehingga ditengah-tengah penyelenggaran Pilkada harus menjalani proses isolasi mandiri selama 14 hari.
Tetapi sungguh diluar dugaan, jutru Pilkada 2020 tidak melahirkan kluster Pilkada yang dikhawatirkan sejumlah pihak sejak perdebatan apakah Pilkada 2020 dilanjutkan atau ditunda sampai masa pandemi berakhir. Sungguh patut di apresiasi bahwa Pilkada 2020 justru dapat dijadikan momentum bagi penyelenggara Pilkada, Pemerintah, Partai Politik, peserta maupun pemilih itu sendiri untuk mengendalikan penyebaran dan pencegahan Covid-19.
Tentu saja sebuah perkerjaan yang menguras tenaga penyelenggara Pilkada maupun peserta itu sendiri dalam kurung waktu tahapan penyelenggaraan berkutat memikirkan bagaimana Pilkada bisa sukses ditengah tuntutan kepatuhan terhadap protokol kesehatan Covid-19. Publik pasti banyak yang melihat hasil akhir tetapi bagaimana semua proses itu berjalan, maka hanya akan ditemukan ceritanya dari mereka yang melaksanakan dan termaksud praktisi pemilu yang setia merekam jejak-jekak Pilkada 2020 masa pandemi.
Dalam diskusi " Evaluasi Pengawasan Pemilu/Pemilihan Tahun 2020 yang digagas Bawaslu Provinsi Sultra" dengan topik yang diberikan kepada penulis selaku pihak pemantau Pemilu/Pemilihan yakni "Efektifitas Pengawasan Tahapan Pemilu dan Daftar Pemilih Berkelanjutan dari Presfektif Pemantau Pemilu.
Maka tentu saja bukan hanya evaluasi menyangkut pengawasan Pilkada 2020 tetapi juga menyangkut Pemilu 2019 lalu. Topiknya pun lebih mengerucut kepada efektifitas pengawasan Bawaslu berkaitan dengan daftar pemilih berkelanjutan baik Pemilu maupun Pemilihan.