Lihat ke Halaman Asli

Hidayatul Ulum

Penulis yang masih perlu banyak belajar

Surat untuk si Ranking 1

Diperbarui: 27 Desember 2023   23:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku mengawali pagi dengan mengingatmu, Zi. Mungkin karena hari ini ulang tahunmu. Dua puluh tujuhmu.

Kurasa, aku pernah kelewat jahat karena menganggapmu sainganku. Saingan di kelas hanya demi mendapat gelar ranking satu. Sekarang, kalau kupikir-pikir, sepertinya aku bahkan tidak layak untuk bersaing denganmu. Pokoknya, kamu lebih daripada aku.

Kamu, Zi, kenapa bisa pintar sekali? Kamu bisa menyelesaikan hitungan pembukuan pada mata pelajaran ekonomi dengan baik, memecahkan soal-soal matematika yang rumit, dan jago bahasa Inggris.

Kemampuan sosialmu, Zi, cukup bagus sejauh yang telah kuamati. Kamu memiliki banyak teman dan koneksi, sehingga tampak amat dicintai. Sejujurnya karena hal ini, aku pernah iri.

Akan tetapi, Zi, ketika aku pernah mengunggah foto kita di media sosial dan  menyebutkan bahwa kita tidak perlu bersaing lagi dan cukup duduk berdua pada saat itu, sebenarnya maksud dari kata bersaing/persaingan yang kumaksud selama ini, tidaklah dalam arti yang sesungguhnya. Ya semacam candaan semata. Mungkin secara akademik, sebenarnya kita berdua dan bahkan teman-teman sekelas memang sedang bersaing agar mendapatkan nilai terbaik, tetapi terlepas dari itu, kamu teman yang baik dan selalu tulus kepadaku.

Kamu, Zi, bisa melihat hal-hal baik pada diriku dan tidak jarang mengapresiasinya. Aku tidak melihat kamu menganggapku sebagai saingan, melainkan benar-benar sebagai teman. Meski kita tidak terlalu akrab sampai benar-benar tahu rahasia satu sama lain, tetapi aku dapat merasakan bahwa pertemanan di antara kita cukup baik.

Kamu apa kabar, Zi? Sudah lama kita tidak bertemu. Kapan ya terakhir kali? Lima tahun lalu? Aku ingat hari itu kita makan bersama di sebuah rumah makan, lalu setelah itu melalui padatnya jalan raya kota kita.

Aku ingin bepergian bersamamu lagi, Zi, seperti saat kita ke Kota T pada hari mendung demi keinginan mengunjungi pantai yang kita kira indah, eh, ternyata justru banyak sampah. Aku masih menyimpan foto-foto kita pada hari itu: saat kita tersenyum menghadap kamera di pantai atau saat kita berswafoto dengan laut dan gunung sebagai latar belakang.

Kalau kamu masih ingat, kita pulang kehujanan. Sampai hari ini aku masih menyesali tindakan bodohku yaitu mengacungkan jari tengah kepada mobil yang melaju terlalu kencang pada jalanan berlubang sehingga air yang menggenang di dalamnya terciprat padaku. Benar-benar tindakan yang tidak patut ditiru. Namun, sebagai anak muda waktu itu, aku ini memang suka berbuat seenaknya, padahal perbuatanku tidak ada keren-kerennya sama sekali. Malah, pada akhirnya berujung dapat karma juga. Ban motorku bocor sehingga kita terpaksa menuntunnya di tengah hujan, mencari-cari tukang tambal ban.

Kalau menurutmu, Zi, kenangan masa muda apa yang membuatmu terkesan dan kenangan masa muda apa yang membuatmu menyesal? Adakah?

Kini, kita makin beranjak dewasa dan memiliki tuntutan untuk lebih bertanggung jawab dalam menata kehidupan kita sendiri. Kita mesti berkarier demi masa depan dan mulai memikirkan segala hal terbaik dalam jangka panjang. Amat merepotkan, ya? Namun, hidup memang begitu, 'kan, Zi?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline