Lihat ke Halaman Asli

Tatang Hidayat

Pegiat Student Rihlah Indonesia

7 Agustus 1967: Titik Nol Dakwah Pesantren Miftahul Huda Manonjaya, Tasikmalaya

Diperbarui: 4 Agustus 2021   13:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KH. Choer Affandi sedang memantau pembangunan Masjid Pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya (Dokumentasi Pribadi Prof. Dr. Syahidin, M. Pd.)

7 Agustus 1967 : Titik Nol Dakwah Pesantren Miftahul Huda Manonjaya, Tasikmalaya

Oleh : Tatang Hidayat & Syahidin (Penulis Nilai-Nilai Pemikiran KH Choer Affandi dalam Jurnal Tadris IAIN Madura Vol. 14 No. 1 2019)

Pesantren Miftahul Huda didirikan pada 7 Agustus 1967 oleh K.H. Choer Affandi atau lebih sering dikenal dengan sebutan Uwa Ajengan (Fauzianti, Suresman, & Asyafah, 2015). 7 Agustus 1967 merupakan simbol peralihan perjuangan dakwah KH. Choer Affandi dari jihad mengangkat senjata menjadi jihad dengan pemikiran (jihad bil fikroh) (Wawancara Aliyun Murtado, 2015). Selain sebagai filosofis titik nol peralihan perjuangan dakwah KH. Choer Affandi dari jihad mengangkat senjata menjadi jihad dengan pemikiran, 7 Agustus 1967 juga bisa diartikan sebagai titik nol dakwah Pesantren Miftahul Huda sekaligus hadirnya kilauan cahaya dari Manonjaya, Tasikmalaya.

Sejak berdirinya tahun 1967, Pesantren Miftahul Huda telah membawa dampak sosial keagamaan bagi masyarakat Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Inilah yang menjadikan Pesantren Miftahul Huda sebagai pusat perkembangan Islam di kawasan Manonjaya saat ini. Hal itu bisa dilihat dari berbagai kegiatan sosio-religius yang telah dilaksanakan sejak berdirinya pesantren hingga saat ini (Agussandi, 2013).

Seiring perkembangannya, saat ini Pesantren Miftahul Huda merupakan Pondok Pesantren Salafiyah terbesar di Jawa Barat. Pesantren Miftahul Huda memiliki tiga peranan penting, yaitu sebagai lembaga pendidikan Islam, pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan masyarakat (Adeng, 2011). Sementara itu, hal yang menarik dan menjadi keunikan dari Pesantren Miftahul Huda sebagai hasil didikan KH. Choer Affandi ada dalam strategi manajemen komunikasi yang diterapkan dalam pengembangan sumber daya manusia, yakni dengan manajemen komando immah jam'ah yang dalam aplikasinya menggunakan doktrin ideologi tauhid sebagai falsafah dan ta'at serta patuh pada imam sebagai doktrin operasional (Prasanti, 2017).

Keturunan K.H. Choer Affandi

Keturunan K.H. Choer Affandi selanjutnya meneruskan perjuangan beliau untuk mengembangkan pesantren, khususnya Pesantren Miftahul Huda. Diantara keturunan-keturunan beliau ada yang menjadi dewan kiai, anwar muda yaitu suatu organisasi yang terdiri dari putra putri dan cucu pendiri Pesantren Miftahul Huda (Hasanudin, 2017). Berdasarkan penuturan orang-orang terdekat KH. Choer Affandi, dapat dipahami bahwa beliau merupakan sosok murabbi, muhajjir dan mujahid. Beliau merupakan sosok ulama legendaris yang mendidik santrinya penuh dengan totalitas, beliau mendidik santri dengan tegas bagaikan militer, itu semua dilakukan demi mencontohkan sikap disiplin. Di sisi lain, beliau pun lembut terhadap keluarga, bahkan beliau tidak segan-segan lebih mementingkan urusan santrinya daripada keluarganya. Beliau merupakan sosok yang mampu memberi ghiroh untuk senantiasa menjaga ruhl jihad agar tetap melakat pada keluarga dan santrinya (Lukman Dkk, 2016).

Landasan Pemikiran KH. Choer Affandi

Beliau mengawali realitas permasalahan masyarakat setelah turun gunung adalah masalah 'Aqdah, sehingga memilih tauhid sebagai pokok ajarannya, yang menjadikan Alquran dan Sunnah sebagai landasan berfikirnya.(Wawancara Aliyun Murtado, 2015). Dasar yang dipakai sumber dalam ilmu Tauhid adalah dalil 'aqly (petunjuk akal ghorzi) dan dalil naqly (petunjuk Alquran dan ad) (Affandi, 2012a : 4).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline