Jum'at, 23 April 2021 bertepatan dengan malam 12 Ramadhan 1442 H saya diberikan kepercayaan yang berharga untuk mengisi acara Forum Bedah Buku Sejarah Umat Islam karya Prof. Dr. Buya Hamka secara webinar yang diselenggarakan Students Club Indonesia salah satu badan otonom dari Pemuda Organisasi Kerjasama Islam (OKI) Indonesia.
Menjadi suatu kemuliaan bagi saya bisa membedah buku karya seorang ulama yang saya cintai, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, tokoh Masyumi, Ulama Muhammadiyah, Penulis Tafsir Al-Azhar bahkan penulis produktif serta sastrawan yang sepanjang hidupnya dikenal sebagai ulama besar dan gigih membela Islam dengan tegas dalam hal akidah.
Bukti ketegasan Buya Hamka terlihat saat beliau menjabat sebagai Ketua MUI pertama, beliau mengeluarkan fatwa haram bagi umat Islam terkait perayaan natal bersama. Bahkan, 19 Mei 1981, Buya Hamka mundur dari jabatannya sebagai Ketua MUI karena merasa ditekan oleh menteri agama waktu itu, Alamsyah Ratu Perwiranegara. Buya Hamka memilih mundur daripada harus menganulir fatwa tersebut (Haryanto dalam tirto.id, 21/2/2021).
Sebelum saya memulai membedah buku sejarah umat Islam, entah karena kebetulan waktunya atau tidak, ternyata webinar malam itu bertepatan dengan malam 12 Ramadhan, tanggal yang tidak akan dilupakan oleh Buya Hamka. Seketika ingatan saya teringat kepada puluhan tahun yang lalu apa yang terjadi di tanggal 12 Ramadhan, ya saat itu adalah hari dimana Buya Hamka mendapatkan cobaan berat dalam hidupnya.
Ramadan 1964 merupakan cobaan berat datang bagi Buya Hamka. Suatu hari, dua petugas polisi datang menyambangi rumahnya. Hamka yang baru saja tiba dari mengisi pengajian di Masjid Al-Azhar, Jakarta Selatan dibuat terkejut. Polisi berpakaian preman itu datang membawa surat perintah penahanan, berdasarkan Undang-Undang Antisubversif atau Penpres No.11 dan No.13. Mereka juga menyatakan hendak mengadakan penggeledahan (Pamungkas dalam historia.id, 14/5/2020).
Peristiwa tanggal 12 Ramadhan hingga 15 hari 15 Malam Buya Hamka diinterogasi dengan kejam. Saat itu umur beliau 58 tahun, sudah tua. Perihal penangkapannya ini dicurahkan dengan detail dalam pengantar buku "Tasawuf Modern"
Pada hari Senin, 12 Ramadhan 1385 H , bertepatan dengan 28 Januari 1964 M, kira-kira pukul 11 siang, saya dijemput di rumah saya, ditangkap, dan ditahan. Mulanya dibawa ke Sukabumi.
Diadakan pemeriksaan yang tidak berhenti-henti, siang-malam, petang-pagi. Istirahat hanya ketika makan dan sembahyang saja. 1001 pertanyaan, yah 1001 yang ditanyakan. Yang tidak berhenti-henti ialah selama 15 hari 15 malam. Disana sudah ditetapkan lebih dahulu bahwa saya mesti bersalah. Meskipun kesalahan ini tidak ada, mesti diadakan sendiri. Kalau belum mengaku berbuat salah, jangan diharap akan boleh tidur.
Tidur pun diganggu !
Kita pasti tidak bersalah. Di sana mengatakan kita mesti bersalah.
Kita mengatakan tidak. Di sana mengatakan ya ! Sedang di tangan mereka ada pistol.