Lihat ke Halaman Asli

Tatang Hidayat

Pegiat Student Rihlah Indonesia

Kyai dalam Kenangan: Catatan Kebersamaan dengan Drs KH Ahmad Rifa'i

Diperbarui: 17 Juni 2020   14:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Oleh : Tatang Hidayat (Wakil Rois PPM Miftahul Khoir Bandung Periode 2014/2015)

Aku tuangkan perasaan sukmaku, dalam keadaan sedih yang ditikam rindu, disusun untuk menghibur hasrat jiwaku, di kota Bandung-lah penulisannya tanpa disaksikan siapapun hanya karena kasih sayang Allah Yang Maha Agung.

Banyak nian yang terasa di hati, tentang berbagai kejadian di masa lalu bersama guruku. Makanya sekarang hatiku berketetapan. Duhai akan jadi apa segala perbuatanku, sekiranya tiada ampunan dari Allah Yang Maha Agung.

Telah kualami berbagai peristiwa bersama guruku, tetapi aku senantiasa memohon, agar dapat ridha atas segala yang telah terjadi. Dan sungguh-sungguh kuwasiatkan, agar keluargaku benar-benar memegah teguh agama Nabi, hingga beroleh pertolongan-Nya.

Sebelum memulai tulisan ini, saya merasakan suasana lahir dan batin yang begitu berat untuk menuangkan kalimat pertamanya. Saya bingung harus mengawalinya dari mana, apalagi saya harus kembali mengingat-ngingat lembaran sejarah beberapa tahun ke belakang. Namun, saya sedikit tertolong ketika teringat saat membaca Muqaddimah Babad Diponegoro yang ditulis Sang Pangeran di Manado dengan menggunakan irama mijil yang gundah. Maka untuk meringankan beban saya, 3 paragraf pertama tulisan ini pun saya coba awali dengan sedikit mengikuti pola Muqaddimah Babad Diponegoro.

Awalnya saya ragu bahkan tidak yakin untuk menuliskan tentang ini, jujur begitu berat saya mengawali tulisan tentang seseorang yang dimulaikan oleh Yang Maha Mulia, yang mana jika dituangkan dalam tulisan tentunya tidak akan mewakili akan kemuliaan orang tersebut, apalagi ditulis oleh seseorang yang baru belajar menulis dan masih dalam suasana sedih ditikam rindu serta tangis.

Sosok yang akan dikisahkan dalam tulisan ini merupakan salah seorang guru saya, bahkan lebih dari itu beliau sudah bagaikan sosok orang tua dan sahabat. Saya diberikan kesempatan beberapa tahun terakhir menemani beliau, dan lewat mata serta hati ini, saya menyaksikan kisah beliau, kelak akan saya kisahkan kembali kepada anak cucuku bahwa perjuangannya tidak akan dilupakan.

Beliau adalah Drs. KH. Ahmad Rifa'i, biasa dipanggil Abah, begitulah sebagian kami santri-santrinya memanggil beliau. Abah lahir di Bandung pada 9 Juli 1942 dan wafat di Bandung hari Kamis, 11 Juni 2020. Abah merupakan salah seorang kyai sepuh yang masih ada di Kota Bandung. Abah bagi saya merupakan seorang sosok ulama, kyai, guru yang memainkan peranan sebagai mu'allim, murobby, muzakki, mu'addib, mudarris, mursyid dan mujahid. Bagi saya, Abah juga merupakan seorang sosok orang tua, sahabat, cendekiawan, pemikir ekonomi, sastrawan, bahkan seorang organisator yang handal dan sangat langka dijumpai di dalam kehidupan bermasyarakat.

Beliau adalah mutiara terpendam dari Bandung, sebuah kekayaan yang tak ternilai namun tak banyak dikenal. Seorang ulama ahli Al-Qur'an yang sangat tawadhu, selama hidupnya beliau pernah menjadi Ketua Dewan Hakim MTQ Mahasiswa Nasional 2003 di Universitas Padjadjaran dan Dewan Hakim MTQ Tingkat Kota Bandung Periode 1987 -- 2014,  beliau bagaikan pelita yang menerangi gelapnya dunia. 

Abah merupakan sosok ulama yang pernah bertemu dan sezaman dengan ulama ulama besar seperti alm. KH. Choer Affandi (Ulama Legendaris PP Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya), alm. KH. Ateng 'Izzudin (Pendiri PP Pulosari Limbangan), alm. KH. Hasan Amirudin (Cicalengka), alm. KH. Idi Saefudin (Pendiri PP Al Falah Dago Bandung), alm. KH. AF Ghazali (Ketua MUI Jawa Barat), alm. KH. Totoh Abdul Fattah (Ketua DMI Jawa Barat), alm. KH. Hasbulloh Hafidzi (Tokoh Syarikat Islam), alm. KH. Abdurrahman Wahid (Tokoh Nahdlatul 'Ulama), alm. Ajengan Endin Effendi (Pengasuh PP Miftahul Khoir Bandung Periode 1991), Drs. KH. Muchtar Adam (Pimpinan PP Babussalam Dago Bandung), KH. Jumaeli (Pimpinan PP Miftahul Jannah Dago Bandung) dan sederet ulama besar lainnya.

Pendidikan formal Abah ditempuh melalui jalur SD, SMEP, SMEA dan FE UNPAD. Adapun pembelajaran non formalnya, Abah mengaji khusus kepada alm. KH. Idi Saefudin, KH. Hasbullah Hafidzi belajar di madrasah yang sekarang menjadi Darul Hikam, alm. Mama Ajengan Ahmad Qusyaery, alm. KH. Tatang Ismail, belajar Qiro'at kepada alm. KH. Muchtar Ghazali, alm. Ajengan Romli, Muallim Qosim dan abah sempat juga belajar Qiro'at kepada KH. Tubagus Mansyur Makmun putra dari Syaikh Ma'mun ulama ahli Qiro'at dan ulama ulama besar lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline