Lihat ke Halaman Asli

Kurikulum 2013, Pengadaan Buku, dan Mindset Guru

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1370910596913903857

[caption id="attachment_248128" align="alignleft" width="300" caption="Guru-guru di Sumenep saat mengikuti workshop kreativitas pembelajaran"][/caption] Semula saya masih memberikan banyak harapan terhadap kurikulum2013 untuk memperbaiki kualitas guru dan mutu pembelajaran di sekolah. Sebab guru sudah tidak direpotkan lagi untuk membuat silabus, dan buku pelajaran pegangan guru dan siswa telah disiapkan oleh pemerintah. Kemudahan yang mengisyaratkan kepada guru untuk menyiapkan kualitas pembelajaran yang bermutu dengan memusatkan pembelajaran kepada siswa, serta mengimplementasikan pendidikan karakter dalam pembelajaran.

Dalam polemik mengenai penyelenggaraan kurikulum 2013 yang sebagian ditunjuk untuk melaksanakannya, sementara sekolah yang tidak menjadi sekolah sasaran bisa menerapkan secara mandiri (Kompas,10 Juni 2013). Pelaksanaannya harus melalui koordinasi dinas pendidikan daerah. Sekolah yang melaksanakan kurikulum 2013 secara mandiri menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.Anggaran pengadaan buku siswa, buku pegangan guru, pelatihan guru dilakukan secara mandiri dengan berkoordinasi dengan dinas pendidikan di daerah.

Pengadaan buku pegangan guru dan siswa diserahkan kepada setiap pemerintah daerah, sebuah persoalan baru yang akan membelit dinas pendidikan di daerah. Sebab tak semudah yang dituliskan di atas kertas untuk bisa memenuhi anggaran penerbitan buku di daerah. Masih lekat dalam ingatan kita, saat penerbitan atau pencetakan buku paket mata pelajaran yang dulu diterbitkan oleh depdikbud diserahkan kepada pemerintah daerah bersamaan dengan otonomi daerah diharapkan akan mampu membangkitkan usaha penerbitan di daerah. Penerbitan di daerah mendapatkan order dan toko buku di daerah akan tumbuh dan berkembang.Nyatanya sampai 12 tahun otonomi daerah berjalan tidak juga membangkitkan dunia penerbitan di daerah,bahkan juga tidak merangsang guru untuk menulis buku pelajaran.

Justru peluang itu direbit oleh penerbit komersial dengan menerbitkan buku yang kemudian mendapatkan pengesahan dari BSNP dan kemudian disebarluaskan ke berbagai daerah. Hadirnya Buku Sekolah Elektronik (BSE) sebenarnya sangat berarti dalam upaya pemenuhan kebutuhan peserta didik dengan biaya murah. Namun tak banyak penerbit yang menerbitkannya, karena salah satu kemungkinannya harga eceran tertinggi telah ditetapkan oleh kementerian pendidikan.Jika demikian dapat dipastikan para penerbit kapitalis tersebut kurang banyak mendapatkan laba. Serta tidak banyak sekolah yang memanfaatkan buku sekolah elektronik.

Jika hal ini yang terjadi, maka pasti penyelenggaraan kurikulum 2013 akan kacau, salah satu di antaranya mengenai buku wajib yang dikendalikan oleh pusat pengadaannya atau penerbitannya diserahkan kepada pemerintah daerah. Tidak semua pemerintah daerah merespon positif terhadap perubahan semacam ini. Lagi-lagi guru yang akan dijadikan korban,bahkan tidak tertutupkemungkinan beban pembiayaan untuk pelatihan guru yang berkaitan dengan penyelenggarakann kurikulum 2013 dibebankan kepada guru. Ini sangat dimungkinkan ketika dalam penilaian kinerja guru(PKG) dalam pengembangan keprofesian berkelanjutan guru wajib mengikuti atau melakukan pengembangan diri sebagai bagian dari Pengembangan Keprofesionalan Berkelanjutan (PKB). Pelatihan yang berkenaan dengan peningkatan kualitas pembelajaran termasuk kepada kegiatan pengembangan diri.

Betapa rumit sistem yang mengatur dan mengedalikan dunia pendidikan kita, tarik-ulur antara berbagai kepentingan yang sering kali mengutarakan demi kepentingan masa depan anak-anak bangsa. Namun semuanya kian terlihat tanpa kendali dan koordinasi dari pengurangan jumlah sekolah sasarandan target, serta penawaran penyelenggaraan secara mandiri yang akan memperpanjang jalur birokrasi.

Tahun ajaran baru di depan pintu namun sampai pertengahan juni yang dijanjikan untuk dilakukan pelatihan bagi guru sekolah sasaran juga masih belum jelas. Pun jika dilakukan diwaktu liburan yang dua minggu. Apakah mungkin melakukan perubahan mindset pola pembelajaran pada guru dalam waktu sesingkat itu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline