Lihat ke Halaman Asli

Cipta Puisi dan Lompatan Puisi

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

139571956638233373

[caption id="attachment_300479" align="alignleft" width="300" caption="salah seorang peserta tengah menulis puisi"][/caption]

Oleh: Hidayat Raharja

Membaca karya-karya yang dihasilkan dalam Lomba Cipta Puisi Siswa SMA tahun 2014 di Sumenep. sungguh menyenangkan. Tak ada yang menarik dalam sebuah lomba cipta puisi? Tidak juga. Semua karya sangat menarik dengan kesungguhan kerja yang luar biasa. jika hasilnya belum maksimalbarangkali,karena faktor kebiasaan atauhabit. Dapat dipastikan para peserta lomba cipta puisi jarang membaca karya-kara atau buku puisi yang bagus. Buku bacaan mereka sangatterbatas, sehingga puisi-puisi yang mereka hasilkan sangat sederhana. Pada saat akan mengungkap mengenaikarakter bangsa, makabermunculan kata-katapahlawan, bangsa, pejuang, pengorbanan.kata-kata yang mengungkung dan membuatnya tidak berani mencari alternatif.

Menulis puisi adalahsebuah kebutuhan,pembiasaan yang harus dilakukan secara kontinyu sehingga terampil dalam pilihan diksi dan konstruksi puisi. Kebiasaan membaca, akan memperkaya pengalaman literer. Pengalaman yang akan memperkayawawasan kepada karya.

Judul adalahhal pertama yang akan mengajak pembaca untukmenikmati puisi. Judul laksana bungkus yang mencerminkan isitulisan. Ternyata takmudah. Betapa susah membuat judul puisi. Jika dibandingkan dengan judul lagu,masih banyak yang lebih menarik judul lagu.Hanya ada beberapa karya yang mencoba mengangkat local genius.

Senandung Kampung Cakalan

Karya:

Dimas Candra Sugiarto

Aku tandai waktu,

Yang kutoreh di atas pasir pantai

Kau sampaikan syair pada ujung daun

Bsiikan tembangpada kulit pohon yang mengelupas

Senandung kampong cakalan,

Tepuk tangan bocah rimba,

Jauh dari bising tape dan televise

Aku tandai waktu

Pada busa ombak

Bercerita moral bocah garam

Yang luput gelombang bencana,

Tertutup hutan dan ladang jagung

Abadi bersama batu karang

OJUNG

Karya:

Erika MeidiniWidya Agustin

Aku lihat anak nelayan kemarin petang

Sehabis bergulat lumpihkan angin dan gelombang

Mendayung sepike bibir pantai

Kaki terbalut pasir gontai

Di matanya mencicir garam

Di bopong punggung bawah sesajen harap rindu

Sebab darahnya moral sisa jaman batu menggumpal beku

Menolak kabur demi selamatkan anak cucu

Rokatitanah,dulu iamasih memerah kulitnya

Berbondong mengawal senja hari kelima

Membelai asta-asta kakek mereka

Usirkan cumbu canda bala bencana yang buta

Terbangkan ribu janji mesrabuat Sang Pencipta

Aku meronta di atas sajadah lusuh

Pada hamparan langit tak berbatas

Hutan-hutan tundukkan kepala

Mengamini lontaran mantra Tuhan orang desa

Sodorkan hadiah setalam jajan rupawan

Bukan aroma sengit televisizaman sekarang

Atau bahkan bisik lantunan tape usang

Tarian topeng hibur nisan di bukit keramat

Berjingkrak kalahkan lawan

Dicacah!

Berdarah!

Bersembahyang dekat eyang-eyang kita

Betapa kaya budaya yang kita miliki; budaya agraris, pesisir, perkawinan, ritual keagamaan, kelahiran, kematian, selamatan bumi, petik laut,mauludan, syawalan,dan masih banyak yang lain. Hamparan bahan baku kreatifitas untukdiolah menjadi bahan puisi yang akan kita bangun.Maka keterlibatan dalamkehidupan yang nyata, adalah pengalaman yang sangat bermakna untukmemperkaya batin serta memperkaya wawasan kebudayaan yang akan mewarna hidupdan karya.

Semburan peristiwa di sekitar adalah pernik-pernik yang berletupan ke dalam benak dankadang memantik api kreatifitas menyala dan membakar semangat. Kreatifitas yangmeletupdalam ruang dan waktuseabgaipercik-percik peradaban yang menaburi keragaman karyaditengah gempuran gaung globalisasi yang berwarna-warni dan membutakan mata batin pada keunikan dan kekanekaan di sekeliling.

Puisi adalah persitiwa yang diciptakan penyair dalam sebuah raung kreatifitas yang dibuatnya nyata. Sebuah ruang ideal bagi dunia yang kacau. Sebuah penyeimbang bagi hidup yang timpang. Tidak ada tugas semuliapuisi untuk memulikan hidupdan manusianya, alam dan seisinya. Hanyadengan memuliakan puisi akan mampu menggerakkan semesta tubuh, semesta batin yang merangkum jagad raya.

Maka puisi akan beriring dengan waktu. Dia akan menandai perputaran setiap peradaban dan bahkan tak tertutup kemungkinan melapuinya. Puisi-puisi kekalyang dihasilkan orang-orang pilihan. Adalah puisi-puisi yang merekammasla lalu dan masa kini namun juga masih memiliki aktualitas dan utilitasnya di masa yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline