Salah satu kebijakan Indonesia dalam menangani krisis pangan saat pandemi covid 19 adalah menunjuk Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto memimpin program pembangunan lumbung pangan nasional (food estate) di Kalimantan Tengah.
Pekan kedua Juli 2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menunjuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menjadi penanggung jawabn untuk membangun food estate (lumbung pangan) seluas 165 ribu ha dalam menghadapi krisis pangan.
Namun sejumlah pihak mengatakan pembangunan food estate dibawah tangungjawab Kemenhan tidak tepat. Alasannya adalah Kementerian Pertahanan memiliki tugas berat untuk memperkuat pertahanan negara. Apalagi, akhir-akhir ini, perseteruan antara Amerika Serikat dan China semakin memanas di Laut China Selatan yang beririsan dengan Laut Natuna Utara.
Pihak tersebut mengusulkan agar food estate dinahkodahi oleh Kementerian Pertanian sebab Kementan adalah lembaga yang paling dekat dengan program ketahanan pangan.
Meski demikian, program food estate harus tetap jalan mengingat krisis pangan sudah didepan mata. Tidak ada waktu lagi untuk mempersoalkan siapa leading sektornya. Sosok Prabowo yang tegas dapat membantu kelancaran penyediaan lahan 165 ribu hektar untuk menanggulangi krisis pangan.
Harus Belajar dari Masa Lalu
Program food estate pernah dijalankan di Papua. Namun penggunaan 1.2 juta hektar sawah di Merauke tersebut dapat dikatakan tidak optimal. MIFEE (MIFEE (Merauke Integrated Food and Energi Estate) dikritik lembaga internasional karena merusak lingkungan dan mengubah cara hidup orang papua serta menghancurkan biodiversiti kekayaan alam papua. Sementara hasilnya belum dirasakan oleh masyarakat.
Indonesia sebagai negara agraris dan tanah yang subur harus mampu memenuhi kebutuhan sendiri, bahkan berpotensi menjadi lumbung pangan dunia bila mengambil kebijakan food estate terintegrasi dapat dieksekusi tepat waktu. Keberlimpahan pangan yang mendapatkan pasar dunia tentunya dapat memperbaiki neraca perdagangan di masa depan.
Jebakan Fokus pada Irigasi Food Estate
Tahap pertama adalah memperbaiki jaringan irigasi pada lahan potensial seluas 165.000 hektare (ha) yang merupakan kawasan aluvial, bukan gambut, pada lahan Eks-Pengembangan Lahan Gambut (PLG). Pekerjaan tersebut sudah dimulai dua minggu lalu dan ditargetkan tahun 2020 akan dapat mengaliri 30,000 hektar tertutama di Kabupaten Pulang Pisau.
Tahap berikutnya adalah penambahan lahan 148.000 hektar dengan fasilitas irigasi didalamnya. Waktu yang diperlukan untuk hal itu adalah 1-2 tahun kedepan. Namun membangun Food Estate yang fokus pada infrastruktur saja tidak akan berhasil.
Food Estate Fokus pada Infrastruktur An-sich Akan Gagal
Program Food Estate tidak cukup hanya penyediaan lahan dan infrastruktur irigasi sawah melainkan harus mengintegrasikan kelembagaan desa, lembaga penelitian dan mindset masyarakatnya.
DIBUTUHKAN FOOD ESTATE YANG KOMPREHENSIF
Food estate terintegrasi meliputi penyiapan hardware (infrastruktur), orgware (kelembagaan desanya), brainware (lembaga inovasi benih dan verietas) dan software yang berkaitan dengan mindset masyarakatnya.